JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia dan budaya yang beragam adalah modal yang sangat kuat untuk menjadi pusat busana Muslim dunia. Pelaku industri busana Muslim Indonesia juga sangat banyak. Namun, belum ada promosi, branding, dan pusat informasi yang memadai untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Presiden Indonesia Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma dan Penasihat IFC Dina Midiani, Kamis (19/4/2018) di Jakarta, menyampaikan pentingnya promosi dan branding untuk produk busana Muslim Indonesia.
”Kami percaya kreativitas kita sangat bisa bersaing dengan brand-brand internasional. Misalnya, untuk memunculkan seratus brand terbaik Indonesia saja sangat mudah mencarinya karena pelaku industri busana Muslim sudah ribuan,” kata Ali.
Untuk menguatkan branding, ujar Dina, perlu dilakukan promosi besar-besaran. Gebrakan menjadi sangat perlu atau Indonesia akan tersalip para pelaku industri busana internasional yang mulai menyadari peluang di busana Muslim.
Kemampuan Indonesia untuk menjadi pusat busana Muslim dunia bukan hanya pada jumlah penduduk Muslim yang besar, bisnis, dan gayanya saja. Justru kekuatan Indonesia adalah pada jiwa dan keragaman budaya. Dengan demikian, dalam branding busana Muslim Indonesia, akan terselip keindahan Muslim Indonesia menghargai perbedaan dan cinta damai.
Di sisi lain, kata Dina, diperlukan semacam pusat informasi yang memungkinkan para pembeli dari berbagai negara mengetahui pelaku-pelaku industri busana Muslim di Indonesia. Platform, baik digital maupun fisik, diperlukan untuk ini.
”Supaya orang tahu busana Muslim Indonesia keren, variasinya banyak, perlu etalase-etalase, baik melalui event, distriknya, maupun digital platform-nya. Kalau ada yang mencari busana Muslim, menengok ke Indonesia,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo saat meresmikan pembukaan Muslim Fashion Festival (Mufest) Indonesia 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis siang, mengatakan, ekonomi kreatif, termasuk industri busana, memiliki masa depan cerah sebab generasi muda milenial akrab dengan gaya hidup, teknologi, dan modernisasi. Kelas menengah di seluruh dunia semakin banyak.
Karena itu, Arab Saudi juga pekan lalu menggelar Riyadh Fashion Week. Ini pergelaran busana pertama dalam sejarah Arab Saudi.
Ekonomi kreatif, termasuk industri busana, memiliki masa depan cerah sebab generasi muda milenial akrab dengan gaya hidup, teknologi, dan modernisasi. Kelas menengah di seluruh dunia semakin banyak.
Untuk itu, perlu kerja sama dan optimalisasi teknologi dalam mendorong Indonesia sebagai pusat busana Muslim dunia. Presiden juga meminta agar busana Muslim Indonesia memiliki ciri khas keindonesiaan serta menciptakan perpaduan tradisi dan modernitas.
Selain itu, sinergi dengan sektor lain, misalnya olahraga, bisa dilakukan. Teknologi pun perlu dimanfaatkan untuk memperkuat pemasaran.
”Ekonomi kreatif sangat cocok untuk orang-orang Indonesia. Setiap saya berkeliling dunia dan bertemu banyak orang, mereka selalu menyampaikan busana Muslim desain Indonesia sangat disukai. Tinggal bagaimana kita mengembangkannya,” kata Presiden dalam sambutannya.
Dina menambahkan, peta jalan untuk mengembangkan Indonesia sebagai pusat busana Muslim pernah disiapkan pada tahun 2004-2005. Namun, koordinasi antarkementerian membuat semua bingung dan gerakan menjadi tak tentu arah.
Sesungguhnya, kata Dina, fondasinya adalah kesadaran akan kekuatan lokal, sosial, dan lingkungan. Inovasi semua brand dilakukan. Selain itu, tiga pilar, baik penelitian dan pengembangan (research and development), sumber daya manusia, maupun jalur bisnis, diperkuat. Ujung tombak, yakni produk siap pakai (ready to wear), juga harus direalisasikan.
Ali menambahkan, dukungan riset ataupun dukungan distribusi tekstil lokal berkualitas juga diperlukan untuk membuat sektor industri busana Muslim Indonesia berkesinambungan.
Riset diperlukan agar pelaku industri memahami betul budaya di negara-negara lain. Adapun distribusi tekstil lokal berkualitas akan menjaga ketersediaan bahan baku.