Krowd diharapkan bisa menjadi wadah bagi desainer, animator, komikus, musisi, penulis, seniman, perajin, hingga pengembang aplikasi untuk bertemu dan berkarya yang mengglobal. ”Tim development dikerjakan anak-anak Indonesia yang semua berada di Sillicon Valley. Nantinya Krowd akan jadi gerakan baru. Fashion Krowd, misalnya, bukan hanya terdiri dari fashion desaigner, mungkin juga akan ada dosen fashion, penulis, sampai data scientist,” kata Chief Partnership Officer (CPO) Krowd Yansen Kamto.
Krowd yang baru diluncurkan pada Rabu (10/1) lalu, kini sudah memiliki lebih 40 proyek yang bisa ditemui di laman website-nya Krowd.id. Proyek-proyek tersebut, antara lain, adalah Kampanye Melawan Kejahatan Seksual Anak, Komik Guardians of Majapahit, hingga Bhumi Sumba. Proyek-proyek itu dibagi dalam beberapa kategori, seperti film, seni, musik, fashion, teknologi, literatur, fotografi, dan travel. Semuanya fokus pada anak muda.
Setiap proyek yang tercantum sebelumnya sudah melalui proses kurasi yang ketat. Setiap pemilik ide di tiap proyek kemudian mencantumkan kebutuhan mereka untuk berkolaborasi. Siapa pun yang mengunjungi Krowd bisa memilih proyek dan turut berkolaborasi sesuai dengan minat dan bakat masing-masing.
”Yang kita butuh kolaborasinya. Sudah seribuan lebih yang tertarik kolaborasi. Tapi yang namanya cocok-cocokan kan enggak gampang. Kesulitannya terletak pada bagaimana menyamakan ekspektasi. Kreativitas dan inovasi sangat relatif. Kayak ajang cari jodoh, tetapi yang ini jodoh kreatif. Ini mirip coworking space tapi versi online,” tambah Yansen.
Agar lebih banyak dikenal oleh anak-anak muda kreatif, akan digelar roadshow ke enam kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Bali pada maret dan april mendatang. Roadshow tersebut fokus pada pencarian anak-anak muda yang tertarik berkolaborasi pada proyek-proyek yang sudah ada. Mirip seperti bursa kerja, para inisiator proyek akan bertemu langsung dan memaparkan proyeknya kepada para calon kolaborator.
Manfaatkan jaringan
Krowd akan menyasar terutama jaringan-jaringan di komunitas Gerakan 1.000 Startup Digital serta jaringan coworking space yang memang sudah tersebar di banyak kota. ”Komunitas sudah tumbuh, ini tahap lanjutannya. Kita pengin memperkuat ekosistem yang sudah kita bangun. Biar enggak sekadar event. Mereka sudah terinspirasi, mau bikin sesuatu enggak tahu ke mana. Gabung proyek di Krowd saja. Enggak mau target banyak proyek, maunya lebih banyak yang kolaborasi. Kita enggak mau terburu-buru,” ujar Yansen.
Untuk proyek-proyek awal yang digarap ini, Krowd kemudian juga memanfaatkan jaringan terdekat yang sudah ada. Salah satunya adalah lahirnya proyek platform online bernama Bhumi Sumba yang diinisiasi oleh desainer Didiet Maulana. Kecintaan Didiet pada Sumba mendorongnya membuat wadah untuk dapat memperkenalkan Sumba lebih dalam dan lebih luas lagi.
Lewat Bhumi Sumba, Didiet mengajak orang-orang semakin mengenal Sumba. Selama ini, ia tak puas karena tak ada website yang secara komprehensif menyediakan informasi tentang suatu daerah. Bhumi Sumba hadir dalam bentuk website dan dalam waktu dekat akan hadir dalam bentuk mobile. Website tersebut berisi foto, cerita, dan video mengenai Sumba, juga disediakan konten agar para pencinta Sumba bisa saling bertukar cerita tentang pengalamannya ke Sumba.
”Di Krowd kayak ditemukan jodoh. Biro jodoh dari sisi kreatif. Menemukan 12 anak muda untuk bikin proyek Sumba. Mereka itu graphic desainer, ilustrator, timeline keeper, researcher, copy writer, hingga sosial media expert. Mereka bekerja di bawah arahanku untuk membuat konten di website itu. Kita lebih visual,” tambah Didiet yang membangun website tersebut bersama timnya dalam 4,5 bulan.
Ide pendiri
Krowd berawal dari ide pendirinya penyanyi Vidi Aldiano yang juga dikenal sebagai entrepreneur muda. Berawal dari pengalaman pribadi untuk membuat karya album musik yang berbeda pada dua tahun lalu. Ia kemudian bertemu dengan anak-anak muda kreator visual yang bergabung di platform daring Kreavi. Bersinggungan dengan Kreavi yang beranggotakan 52.000 desainer, Vidi kemudian mengubah albumnya menjadi sebuah artbook.
Pembuatan artbook ini menjadi pengalaman pertama Vidi berkolaborasi dengan puluhan desainer dari seluruh Indonesia. Kreator bertemu kreator lalu jadilah karya yang lebih besar. ”Jadi tidak hanya dalam bentuk CD biasa, tetapi album Persona juga diluncurkan dalam bentuk artbook yang isinya adalah lagu-lagu saya yang divisualisasikan oleh para kreator visual dari Kreavi,” kata Vidi yang meraih gelar master jurusan Manajemen Bisnis dan Inovasi dari Universitas Manchester ketika peluncuran Krowd.
Kerja sama dengan Kreavi itulah yang kemudian mendorong Vidi mendirikan Krowd. Ia sadar bahwa tak semua orang punya keistimewaan untuk mengakses jaringan untuk menjalin kolaborasi seperti dirinya. Dengan lahirnya Krowd, diharapkan akan semakin banyak anak muda yang bisa berkolaborasi dengan kreator lain lewat pertemuan di platform tersebut.
Vidi kemudian menggandeng dua rekannya, yaitu Founder dan CEO Creativepreneur Event Creator Putri Tanjung dan Chief Executive KIBAR Yansen Kamto. ”Kami ingin mengajak lebih banyak lagi anak muda untuk berinovasi, karena banyak banget dari mereka yang punya ide luar biasa, kreativitasnya tinggi, tetapi tidak tahu bagaimana cara menyalurkannya,” ujar Putri Tanjung, Chief Marketing Officer (CMO) Krowd.