Energi Empati Davina
”Pada waktu itu pintu kandang dibuka. Orangutan itu keluar. Di hadapannya ada pohon besar dengan harapan pohon itu segera dipanjatnya. Tetapi, sebelum memanjat pohon, posisi orangutan itu bergeser dan melihat keberadaan saya dan beberapa orang lainnya hingga akhirnya orangutan itu mengejar kami,” kata Davina.
Di kesempatan lain, Davina menempuh perjalanan dengan mobil selama 25 jam dari Samboja Lestari menuju Kehjen Sewen di Kalimantan Timur. Kedua lokasi itu, Samboja Lestari dan Kehjen Sewen, merupakan lokasi reintroduksi atau pengenalan kembali alam liar serta menjadi lokasi pelepasliaran orangutan.
”Jalannya naik-turun di tengah hutan. Di tengah perjalanan, kami sempat kehabisan air minum. Saya pergi mengambil air minum dari sungai,” kenang Davina.
Soal air sungai yang bersih, Davina punya pengalaman lain. Suatu ketika ia turut dalam kegiatan pelepasliaran orangutan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Sebelumnya, BOSF menjalankan program rehabilitasi dan reintroduksi orangutan-orangutan tersebut di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Perjalanan untuk pelepasliaran ditempuh dengan perahu melalui sungai.
”Makin masuk ke dalam taman nasional, ternyata air sungai makin jernih,” kata Davina.
Di situ Davina merasakan bahwa alam yang steril dari manusia memberikan air yang sangat jernih. Davina merasa diteguhkan soal hutan akan lestari ketika dijauhkan dari manusia.
”Hingga sekarang, saya sampai pada kesadaran turut memperjuangkan adanya payung hukum yang benar-benar melindungi hutan terbebas dari kegiatan manusia, steril dari manusia,” ujar Davina.
Berbagai status hutan konservasi yang dilindungi undang-undang seharusnya terbebas dari segala aktivitas manusia. Tetapi, pada kenyataannya tidak demikian. Status hutan konservasi kerap hanya sebuah status belaka. Praktik eksploitasi hutan tetap saja berlangsung di dalamnya.
Garda Satwa Indonesia
Bertitik tolak dari kecintaan terhadap hewan piaraan, terutama anjing, Davina terus mengepakkan sayapnya untuk perlindungan satwa domestik. Pada 2012, Davina mendirikan komunitas Garda Satwa Indonesia (GSI) hingga dua tahun kemudian menjadi sebuah yayasan.
”Yayasan GSI juga bertujuan untuk penyadartahuan tentang kesejahteraan hewan domestik atau hewan piaraan di rumah, seperti anjing dan kucing,” ujar perempuan dengan tinggi badan 173 sentimeter, aktif sebagai model sejak usia remaja.
Melalui GSI, Davina gencar menolak perdagangan daging anjing karena beberapa alasan, antara lain karena anjing tidak masuk kategori hewan ternak konsumsi.
Dari 196 negara di dunia, Indonesia ada di antara 11 negara dengan sebagian warga yang menjadikan daging anjing untuk dikonsumsi. Negara-negara lainnya meliputi Nigeria, Hawaii (masuk Amerka Serikat), China, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, Polinesia, Swiss, Akrtik, dan Taiwan.
Dalam suatu survei konsumsi daging anjing di Solo pada 2014, GSI menemukan 136 rumah makan yang menjual daging anjing. Rata-rata satu warung mengolah daging tiga ekor anjing per hari.
Dengan demikian, dalam sebulan di wilayah Solo saja dikonsumsi daging 12.240 ekor anjing. Dalam setahun, dikonsumsi 146.880 ekor anjing.
Data itu hanya dalam satu wilayah di Solo. Sementara daging anjing masih juga dikonsumsi di Bali, Yogyakarta, Manado, dan Jakarta.
GSI juga menjalankan misi perawatan satwa domestik telantar atau ditelantarkan. Pada akhir Desember 2017, Davina ikut merawat seekor anjing yang sakit milik orang lain yang sudah pasrah untuk merawatnya. Anjing itu mengalami kanker ganas di bagian tubuh belakang.
”Sehari menjelang Natal, anjing itu meninggal. Saya sempat merawat di rumah saya selama seminggu,” kata Davina, sambil menunjukkan rasa sedih karena merasa tidak sanggup menyelamatkan anjing itu hingga sembuh dari penyakitnya.
Davina termasuk konsisten di dalam menyalurkan energi empatinya terhadap satwa dan lingkungan. Sebelum mendirikan GSI, di sela-sela kesibukan sebagai model dan pemain peran dalam dunia sinetron atau film, Davina pada 2004 pernah berinisiatif sendiri untuk bergabung dengan WWF Indonesia.
Davina mendukung program-program WWF untuk konservasi lingkungan di sejumlah pulau besar di Indonesia. Pada 2009 Davina ditetapkan menjadi pendukung kehormatan (honorary supporter) WWF Indonesia.
Pada 2008 sebelumnya, Davina bergabung dengan Marine Buddies WWF Indonesia. Davina mulai getol mengenali tidak hanya lingkungan darat, tetapi juga lingkungan bawah air laut.
Pada 2015 Davina bergabung dengan majalah Scuba Diver Indonesia sebagai Independent Commissioner. Wisata maritim, selam, dan dunia bawah laut menjadi fokus perhatian majalah ini.
Kegiatan memasuki dan menjelajahi hutan, bagi Davina, adalah makanan jiwa dan terapi mental. Menurut dia, kegiatan semacam ini sangat bermanfaat bagi kaum urban. Apalagi ketika penyelaman di dasar laut, efek terapi mental sungguh terasa.
”Kepenatan sebagai kaum urban yang hanya kerja dan kerja itu hilang seketika. Di saat menyelam di laut, ini menjadi terapi mental kita ketika melihat semua keindahan itu dan tidak bisa bicara dan membicarakannya kepada orang lain,” kata Davina.
Energi empati Davina untuk merawat kecintaannya terhadap satwa dan lingkungan selalu menyala. Ia pun terus menggelorakan untuk orang lain, untuk masyarakat yang lebih luas di Tanah Air.
Davina pun mengutip pernyataan Mahatma Gandhi, ”Kebesaran beserta kemajuan moral suatu bangsa ditentukan dari cara-cara memperlakukan hewan yang ada di sana.”