Menembus Pasar Luar
Sumayya&SSS saat itu menampilkan 10 rancangan baju dengan tema ”Ageless Beauty” yang menggabungkan gaya kini dan lampau. Sumayya terinspirasi gaya steampunk yang pernah populer tahun 1950 dan berakar pada gaya abad pertengahan serta gaya Lilian yang muncul tahun 1930. Penggunaan material kulit, baik sintetis maupun asli, yang dikombinasikan dengan bahan studded, organdi, maxi, dan hard bomber memberi tampilan beda, berani, bergaya, tetapi tidak berlebihan. Semuanya digarap dalam bidang warna hitam, coklat tua, dan merah marun. Sumayya menjadi satu-satunya label di DMFW yang mengolah kulit dalam karyanya.
Ajang DMFW diikuti 70-an label busana antara lain dari Amerika Serikat, Inggris, Jordania, Jepang, Australia, Turki, Palestina, Kanada, Malaysia, India, dan Uni Emirat Arab, selain Indonesia. Dubai sejauh ini menjadi simpul (hub) mode untuk wilayah Timur Tengah. Sementara Turki menjadi hub produksi dan kiblat mode para hijabi dari Eropa dan Amerika.
Kemampuan presentasi
Menurut Franka, tentu saja ada banyak faktor yang menentukan seorang desainer mampu menarik perhatian pasar luar negeri. Selain produknya yang memenuhi selera pasar tujuan, desainer tersebut juga harus memenuhi persyaratan untuk maju. ”Kadang aku lihat, produk desainer luar negeri itu biasa saja, tetapi karena mereka mampu mempresentasikan diri dengan baik, mereka merebut perhatian lebih besar,” kata Franka.
Sementara desainer asal Indonesia, ujar Franka, lebih banyak ia temui ngumpet di belakang dan pasif. Mereka gagal memanfaatkan ajang seperti pekan mode untuk mengomunikasikan diri dan karyanya kepada pihak lain.
”Bahasa bukan kendala utama. Lebih ke mental. Orang Turki bahasa Inggrisnya juga enggak bagus amat, tetapi mereka percaya diri, menghampiri orang, memperkenalkan diri dan membuat jaringan. Enggak hanya diam menunggu di booth,” kata Franka.
Ketika berniat melebarkan pasar ke luar negeri, menurut Franka, seorang desainer juga harus siap untuk mulai lagi dari nol. Meskipun di dalam negeri sudah memiliki nama. ”Ketika masuk pasar luar negeri, nobody knows nobody. Harus siap usaha keras lagi karena cara kerja beda. Harus sigap, cepat, rapi, dan jelas. Kalau di dalam negeri saja mampu menundukkan pasar yang besar. Untuk ekspansi ke luar, pasti juga berani untuk kerja keras, kan,” tantang Franka.
Mengenali selera pasar, tentu menjadi salah satu faktor penting. Menurut Franka, para pengguna modest fashion di luar negeri, terutama para hijabi yang tinggal sebagai minoritas di suatu negara, kebanyakan memilih untuk melebur dengan masyarakat setempat. Mereka tidak suka berpenampilan terlalu menonjol sekaligus ingin tetap mempunyai keunikan dalam penampilan.
”Mereka suka yang berkarakter, tetapi juga wearable dan fungsional, bisa dipakai. Enggak mau terlalu stand out, tetapi juga jangan terlalu biasa. Kadang mereka mengeluhkan warna baju dari desainer kita yang katanya ’Masya Allah, sister’, warna-warninya terlalu mencolok. Jadi, harus pintar-pintar melihat kemauan pasar tanpa mengorbankan karakter kita,” ujar Franka yang tinggal di Istanbul.
Beberapa waktu sebelumnya, Franka juga menggelar Indonesia Experience di Istanbul, Turki, yang juga menampilkan sejumlah desainer Tanah Air dan Turki, seperti Irna La Perle by Irna Mutiara, Anggia Handmade by Anggia Mawardi, Noore by Applecoast, Jawhara Syari, Sazy Zahra, dan Elemwe by Lily Mariasari. Baju-baju ini mulai pekan depan akan diuji coba jual di Modanisa.com, yang mengklaim sebagai pasar daring pertama dan terbesar untuk modest fashion dunia. ”Dari sini akan terlihat respons pembeli seperti apa. Kalau bagus, akan dilanjutkan untuk jangka panjang,” kata Franka.
Peran daring
Desainer juga bisa memanfaatkan perkembangan teknologi digital untuk penjualan daring (online) dan memperluas pasar ke luar negeri, seperti dilakukan Calla Atelier dan Noore by Applecoast. Kuncinya adalah fasilitas pengiriman ke seluruh dunia selain kesiapan dan kualitas produksi. Olivia Lazuardy, salah satu pendiri Calla Atelier mengungkapkan, penjualan kedua terbesar mereka adalah ke Singapura setelah penjualan dalam negeri. Calla secara rutin juga memasok produknya ke sebuah toko di Orchard Road, Singapura.
”Kami punya website, Instagram, dan melayani pengiriman ke seluruh dunia. Kami juga aktif menawarkan produk ke toko-toko multibrand di Vietnam, Filipina, dan Singapura via e-mail,” ujar Olivia yang tampil dalam Rising Fashion yang menghadirkan para desainer dari Indonesia dan Singapura beberapa waktu lalu.
Noore yang baru tujuh bulan ini memproduksi baju olahraga (sporstwear) juga meraih banyak pembeli dari Singapura dan Malaysia via online. Sebanyak 20 persen total penjualan lari ke dua negara tersebut. ”Sampai sekarang belum pernah ketemu dengan agen-agen dari Singapura dan Malaysia. Baru sebatas komunikasi online. Beberapa calon pembeli juga sempat mendekat setelah acara di Istanbul, tetapi karena kurs mata uang Turki sedang rendah terhadap dollar AS yang menjadi patokan harga jual kami, mereka masih menunggu perkembangan,” kata Adidharma, pemilik Noore by Applecoast.