JAKARTA, KOMPAS — Ketidakteraturan dalam perjalanan mandiri atau backpacking dinilai sebagai daya tarik. Dampaknya, peminatnya meningkat. Pada umumnya, perjalanan mandiri bersifat luwes atau fleksibel, tidak mengikat seperti biro agen perjalanan. Sejumlah travel blogger, seperti Wira Nurmansyah, Farchan Noor Rachman, Mochamad Takdis, dan Chocky Sihombing, menggarisbawahi sifat tersebut.
Wira mengatakan, dirinya dapat menyesuaikan anggaran dan tujuan tempat rekreasi jika mengatur perjalanannya sendiri. ”Sudah sekitar 10 tahun saya sering jalan-jalan secara backpacking,” ujarnya.
Dalam menentukan perjalanan secara mandiri, kebutuhan yang perlu diperhatikan adalah harga tiket pesawat dan penginapan. Karena itu, Wira menyarankan calon pejalan mandiri (backpacker) mengikuti akun media sosial sejumlah pesawat dan akun perjalanan yang memberikan informasi promosi.
Untuk mendapatkan tiket pesawat potongan harga besar, pembeliannya lebih dari enam bulan sebelum perjalanan. ”Saya pernah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa seharga Rp 4 juta untuk pergi-pulang, padahal normalnya Rp 15 juta. Tiket itu saya dapatkan delapan bulan sebelum hari-H perjalanan,” ucap Wira.
Saya pernah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa seharga Rp 4 juta untuk pergi-pulang, padahal normalnya Rp 15 juta. Tiket itu saya dapatkan delapan bulan sebelum hari-H perjalanan.
Dalam menentukan tujuan rekreasi, Wira merasa lebih bebas dibandingkan jika mengikuti paket perjalan dari biro tertentu. Contohnya, saat dia mengunjungi Flores seorang diri. Awalnya karena tugas kuliah, tetapi kemudian dia perpanjang karena merasa sayang jika tidak berjalan-jalan di sana. Akhirnya dia dapat berkeliling Pulau Komodo, Maumere, Ruteng, Wae Rebo, dan Labuan Bajo.
Selain fleksibilitas, spontanitas juga menjadi daya tarik dalam perjalanan mandiri. Chocky mengatakan, dirinya lebih mudah mengganti destinasi tempat rekreasi di suatu daerah secara tiba-tiba apabila mengatur perjalanannya sendiri.
Dia pun menumpang truk yang berfungsi sebagai angkutan umum. Dia juga pernah duduk satu kendaraan dengan babi dan hasil panen warga.
Berdasarkan pengalamannya saat mengunjungi Ceko, Chocky dan teman-teman menambah destinasi tempat rekreasi. ”Waktu itu, kami naik kereta dari Praha ke Kutna Hora. Kami harus transit di Kolin. Lalu, tiba-tiba kami sepakat untuk berkeliling di Kolin, baru mengunjungi tempat tujuan kami,” tuturnya.
Sebelumnya, Chocky dan teman-teman sudah menentukan daftar tempat rekreasi selama di Ceko. Akan tetapi, sifatnya tidak mengikat dan dapat berubah jika ada kesepakatan lain.
Salah satu dampak positif dari spontanitas dalam perjalanan mandiri ialah menemukan hal-hal baru. Hal ini dialami Farchan saat tersesat di Turki bersama istrinya. Saat itu, mereka sedang mencari-cari lokasi hotel tempat mereka menginap. Namun, peta Turki terlalu rumit karena banyak lorong serta hanya sedikit orang-orang Turki yang dapat berbahasa Inggris.
Akhirnya, dia ditolong oleh warga setempat dengan memanfaatkan ”bahasa” tubuh. ”Saya benar-benar tidak menyangka orang Turki seramah ini,” ujar Farchan.
Selain paradigma baru, perjalanan mandiri dapat memberikan pengetahuan terkait tempat rekreasi yang belum populer. Takdis, misalnya, yang mengunjungi kota Shizuoka di Jepang. Menurut dia, kota ini kalah populer dibandingkan Tokyo dan Osaka.
Karena ingin menggeluti bidang perjalanan mandiri lebih dalam, Takdis membuka jasa biro perjalanan bernama Whatravel Indonesia. ”Segmennya untuk orang-orang yang mencari irisan antara agen perjalanan konvensional dan perjalanan mandiri. Harga yang kami tawarkan biasanya 50 persen lebih rendah dari agen perjalanan konvensional dan tidak lebih dari Rp 30 juta,” tuturnya.
Segmennya untuk orang-orang yang mencari irisan antara agen perjalanan konvensional dan perjalanan mandiri. Harga yang ditawarkan biasanya 50 persen lebih rendah dari agen perjalanan konvensional dan tidak lebih dari Rp 30 juta.
Takdis membuka biro jasa perjalanan sekitar Februari 2017. Awalnya, dia hanya mengantar satu orang ke India. Saat ini, jumlah wisatawan yang dia berangkatkan meningkat menjadi 20-25 orang per bulan.
Hingga Desember 2017, Takdis telah memberangkatkan sekitar 400 orang ke 25 negara. ”Bidang travelling ini benar-benar mengubah hidup saya, bahkan saya dapat membuka lapangan kerja untuk orang lain,” katanya.
Akan tetapi, salah satu pemilik biro jasa perjalanan merasakan dampak adanya perjalanan mandiri ini. Pemilik Myduta Tours, Budianto Ardiansjah, mengatakan, perjalanan mandiri menurunkan sekitar 25 persen dari jumlah orang yang diberangkatkannya untuk berwisata.
”Saya kehilangan segmen pada anak muda, khususnya dalam keluarga. Biasanya orangtua dan anak-anaknya, tetapi sekarang hanya orangtuanya,” ucapnya.
Perkuat segmen
Dalam menghadapi tren perjalanan mandiri, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi Bahar mengatakan, segmen biro jasa perjalanan perlu diperkuat. ”Kami fokus pada keluarga besar yang hendak berwisata secara berkelompok dan perusahaan-perusahaan,” katanya.
Menurut Asnawi, kenyamanan kualitas premium dan pelayanan kepada wisatawan yang mampu diberikan biro jasa perjalanan adalah keunggulan yang tidak dapat diberikan perjalanan mandiri. Kelebihan-kelebihan ini mampu membuat biro jasa perjalanan bertahan.
Kenyamanan kualitas premium dan pelayanan kepada wisatawan yang mampu diberikan biro jasa perjalanan adalah keunggulan yang tidak dapat diberikan perjalanan mandiri. Kelebihan-kelebihan ini mampu membuat biro jasa perjalanan bertahan.
Perbedaan segmen pasar antara biro jasa perjalanan dan backpacking juga disadari Wira dan Chocky. ”Ke depan, hobi jalan-jalan ini akan meningkat. Peminat kedua jenis pilihan jalan-jalan ini juga turut meningkat sesuai dengan segmennya masing-masing,” ujar Chocky. (DD09)