Produsen minuman PT Multi Bintang Indonesia (Persero) Tbk, Jumat (3/11), meresmikan Bintang Gallery atau memorabilia perusahaan yang telah berdiri hampir seabad di nusantara di kompleks pembuatan bir atau brewery Sampangagung, Mojokerto, Jawa Timur.
Peresmian gedung untuk memajang dokumen, foto, produk, poster, dan penghargaan itu merupakan puncak acara peringatan ulang tahun ke-20 pemindahan pabrik dari Jalan Ratna di Surabaya ke Jalan Mojosari-Pacet di Sampangagung.
Pabrik lama yang berada di dalam kompleks belanja AJBS masih dipertahankan oleh Pemerintah Kota Surabaya sebagai bangunan cagar budaya.
Pabrik di Sampangagung menandai industrialisasi ke desa tersebut pada 1997. Pabrik di kaki Gunung Penanggungan ini dibangun dengan teknologi modern.
Saat ini, pabrik tak hanya memproduksi bir beralkohol tetapi juga bir dan minuman tak beralkohol. Setelah pabrik bir berdiri, saat ini di Sampangagung ada lima perusahaan lain yang didirikan yang telah mengadopsi teknologi modern dalam industri.
Presiden Komisaris MBI Cosmas Batubara mengatakan, peresmian galeri merupakan wujud terima kasih perusahaan terhadap masyarakat.
Selain itu, sebagai media pembelajaran bagi kelompok masyarakat yang ingin mengetahui jejak perjalanan perusahaan di nusantara.
“Akan dibuka untuk umum sebagai destinasi baru wisata industri,” ujar mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat dan mantan Menteri Tenaga Kerja era Presiden Soeharto itu.
Presiden Direktur MBI Michael Chin menambahkan, perusahaan akan terus berinovasi kian berkembang. “Kami telah ada sejak lama di Indonesia dan industri ini punya masa depan cerah karena minuman merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat,” ujarnya.
Mengutip laporan tahunan perusahaan, MBI pada 2014 mencatat penjualan senilai Rp 2,98 triliun.
Setahun berikutnya, penjualan turun ke Rp 2,69 triliun akibat kebijakan pemerintah yang membatasi penjualan minuman beralkohol.
Tahun lalu, kinerja perusahaan telah pulih bahkan berkembang dengan catatan penjualan senilai Rp 3,26 triliun.
Masih menurut laporan tahunan 2016, pendapatan dari minuman tak beralkohol tumbuh 50 persen. Itu menyumbang sekitar 12 persen dari total pendapatan MBI pada 2016.
Kontribusi itu naik dibandingkan dengan kondisi pada 2015 dimana sumbangan minuman tak beralkohol terhadap pendapatan perusahaan sebesar 10 persen. “Itu peluang dan potensi masa depan yang cerah,” kata Michael.
Menurut laporan, saham MBI dimiliki oleh Heineken International BV (81,78 persen). Sisanya yang 18,22 persen merupakan milik publik.
Heineken NV sebagai induk perusahaan bir multinasional turut berkontribusi dalam pendirian perusahaan bir pertama di Indonesia.
Sejarah pendirian dimulai pada 1929 di Medan, Sumatera Utara, dengan nama NV Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen.
Bersamaan dengan pendirian perusahaan di Medan, mereka juga membeli lahan dan mendirikan greenfield brewery di Surabaya.
Pada 21 November 1931 pabrik itu resmi beroperasi dan memproduksi minuman dengan merek Java Bier.
Pada 1936, Heineken NV menjadi pemilik saham mayoritas perusahaan dan mengubah nama unit usaha menjadi NV Heineken’s Nederlandsch-Indische Bierbrouweerijen Maatschappij.
Pada 1951, perusahaan mengubah namanya menjadi Heineken’s Indonesische Bierbrouwerijen Maatschappij NV. Nama itu turut tertera pada stiker "Java Bier" yang juga dilengkapi dengan keterangan "Surabaja" dan "Java".
Pada 1965, perseroan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka nasionalisasi aset-aset perusahaan kolonial Hindia-Belanda.
Namun, dua tahun kemudian, Heineken kembali menguasai perusahaan sekaligus mengubah nama dan meluncurkan produk bermerek Bintang Baru.
Pada 1972, nama perusahaan berubah menjadi PT Perusahaan Bir Indonesia. Setahun kemudian, perusahaan meresmikan pengoperasian pembuatan bir kedua yang dibangun di Tangerang yang saat itu masih merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat tetapi kini menjadi bagian dari provinsi Banten.
Pada 1 Januari 1981, perusahaan mengambil alih PT Brasseries de l\'Indonesia yang memproduksi bir dan minuman ringan di Medan.
Untuk mencerminkan peningkatan usaha dan aktivitas akuisisi, sejak 2 September 1981, nama perusahaan menjadi MBI yang kemudian memindahkan kantor pusat ke Jakarta.
Sejak saat itu pula, perusahaan menjadi terbuka dan mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia).
Pada 1992,pembuatan bir di Medan ditutup. Pada 1997, pembuatan bir di Surabaya dipindah ke Sampangagung karena dorongan kebijakan tidak dimungkinkan lagi ada industri di pusat kota Surabaya.
“Kami memiliki sejarah panjang di Indonesia. Kami meyakini perjalanan perusahaan ini akan semakin berkembang dengan terus berinovasi,” ujar Michael.