Aku Sendiri, tetapi Aku Bahagia
Sejak bercerai dengan suaminya tahun 2007, Ikke sampai sekarang masih sendiri. Putri semata wayangnya, Siti Adira Kania (17), tinggal bersama ayahnya, sedangkan Ikke hanya sesekali bersama Adira sebelum kembali merengkuh kesendirian. ”Aku enggakpengin hidup sendiri. Enggak berniat masa tua sendiri. Aku menjalani dan menikmati saja, capek kalau obsesi. Kalau hanya berkutat soal jodoh, saya enggak akan berkembang,” kata Ikke.
Prajna Giri (47) memilih bercerai dan hidup bersama ketiga anaknya di Melbourne, Australia. Tujuh tahun lalu ia tak menyangka ditimpa masalah yang tak bisa ia selesaikan bersama suaminya. Semua dimulai dari niat baik Prajna menyekolahkan anak-anaknya di sekolah internasional dan kemudian di Singapura. Nyatanya, keputusan itu menuai ketegangan. Selain itu, sebagai keluarga Bali yang dilingkungi kultur komunal, Prajna merasa sulit mengikutinya. ”Banyak hal yang tak bisa saya terima di desa. Karena saya kritis seputar ritual dan upacara, warga desa mulai tidak suka,” tutur Prajna Giri, akhir pekan lalu. Bahkan, ibu mertuanya pun mengecap dirinya sebagai ekstrem lantaran jarang bisa memenuhi ”kewajiban” adat.
Singkat cerita, Prajna memutuskan bercerai karena merasa suaminya tidak bersikap. Ia memboyong Dina (23), Dhanu (20), dan Dinda (16) untuk tinggal di Melbourne. Kepindahan itu didukung oleh penyakit lupus yang sejak 15 tahun lalu ia derita. ”Cuaca di Melbourne cocok buat saya yang tidak boleh terpapar matahari,” katanya. Saat berkonflik dengan suami, ibu mertua, dan warga desa, Prajna mengaku tiga kali ingin bunuh diri. ”Saya bolak-balik opname karena lupus, lalu stres menghadapi tekanan. Jadi, ingin bunuh diri,” katanya.
Peristiwa serupa menimpa Yasinta Devi (43). Setelah bercerai dengan suaminya, Devi memboyong anak balitanya. Meski begitu, kenyataan perpisahan itu membuatnya depresi. Devi bahkan beberapa kali mencoba bunuh diri. Namun, ibunya selalu memberi nasihat. ”’Apa kamu enggak kasihan sama anakmu, masih kecil sudah ditinggal ibunya’. Pernyataan ibu itu menyadarkan saya, tidak boleh egois,” kata Devi.
Lima tahun setelah bercerai, Devi menikah lagi. Sayang, pernikahan itu tak berumur panjang. Sang suami meninggal saat anak mereka berusia satu tahun. Malang belum selesai. Tepat 45 hari setelah kehilangan suami, sang ibu yang selama ini selalu siap mendukungnya akhirnya pergi. ”Saat itu saya benar-benar merasa sendiri, terutama ketika anak-anak sakit,” kata Devi. Akan tetapi, hidup harus jalan terus. Dua anak dari dua suami menjadi cahaya dalam hidupnya. ”Hidup saya benar-benar demi anak- anak,” kata Devi.
Berbagai alasan
Ketiga ibu tunggal ini, Ikke, Prajna, dan Devi, seolah kompak mengatakan bahwa anak-anak menjadi ”proyek” hidup yang harus mereka kerjakan dan selesaikan. Prajna benar-benar hanya menjadi ibu ketika tinggal di Australia. Sampai anak bungsunya, Dinda, mencapai usia 18 tahun, ia akan terus mendampinginya. Kedekatan fisik dan psikologis dalam mengawal anak-anak menjadi dewasa adalah tanggung jawab dirinya. Beruntung, Prajna membangun bisnis restoran dan penyewaan vila di Bali. Hasil usaha itulah yang kini terus menopang kehidupan mereka. Sementara Ikke praktis hidup seorang diri. Anak gadisnya, Siti Adira Kania, tinggal bersama ayahnya. Hebatnya, baik Prajna maupun Ikke, tetap menjaga tali silaturahim dengan mantan suami mereka. ”Semuanya demi anak- anak,” kata Prajna.
Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menyebut bahwa ada beragam alasan kenapa perempuan akhirnya memutuskan menjadi orangtua tunggal. Alasan pertama adalah perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga. ”Di lain sisi, masih ada perempuan yang memilih bertahan demi menjaga harmoni di dalam kekerasan,” kata Yuniyanti. Alasan lain menjadi orangtua tunggal adalah karena korban konflik kekerasan, seperti di Aceh, Papua, Poso, dan Palu. Ada pula pasangan suami istri yang kemudian berpisah karena perbedaan keyakinan (bukan melulu beda agama).
Ada pula perempuan-perempuan yang bersolidaritas dengan nasib perempuan lain dengan memilih tidak menikah, tetapi mereka mengadopsi anak-anak dari korban kekerasan. ”Ada banyak konteks, mereka juga menghadapi banyak tantangan ketika berada di masyarakat. Masih ada stigma terhadap perempuan dengan kasus perceraian,” tambahnya.
Komnas Perempuan menemukan kekerasan di ranah personal masih menempati angka tertinggi dan berpengaruh terhadap perceraian. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2017 yang dirilis Maret lalu, Komnas Perempuan menemukan 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 pengadilan agama dan 13.602 kasus yang ditangani 233 lembaga mitra pengada layanan di 34 provinsi.
Tak jarang kekerasan berujung pada perceraian. Pengadilan agama menyebutkan, 245.548 kasus kekerasan terhadap istri berujung dengan perceraian. Data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan juga menunjukkan tren serupa, yaitu 903 kasus dari total 1.022 kasus yang masuk. Sementara Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2002, setidaknya terdapat 8.926.387 ibu tunggal. Sebanyak 778.156 karena bercerai, 3.681.586 karena kematian suami, dan sisanya tidak diketahui statusnya.
Di dunia kerja, kata Yuniyanti, ibu tunggal masih belum mendapat dukungan dari lingkungannya. Mereka belum memperoleh keistimewaan dalam jumlah cuti dan absensi ketika harus seorang diri mengurus anak yang sakit. Penitipan anak di lokasi kerja juga masih belum banyak dijumpai. Di beberapa negara maju, mereka sudah mengembangkan pengasuhan anak berbasis komunitas sehingga ibu bisa tenang bekerja karena ada dukungan pengawasan dari komunitas terhadap anak.
Keprihatinan Yuniyanti seolah dijawab lugas oleh para ibu tunggal. Selain Ikke, Prajna, dan Devi, masih ada deretan ibu tunggal, seperti Widya Saputra (32), Febriati Nadira (42), dan Layli Wahidah (37), yang sanggup ”berkelahi” dengan hidup. Mereka tak kenal menyerah melawan stigma. Di antara mereka bergema pelesetan ungkapan terkenal dari filsuf Perancis, Descartes, cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, menjadi aku sendiri, tetapi aku bahagia. (WKM/EKI/CAN)