Terjerumus Kontroversi Moderasi
Moderasi konten menjadi problem kompleks yang terus dihadapi perusahaan teknologi. Platform musik dan ”podcast” Spotify kini juga harus menghadapi problem yang sebelumnya hanya menjadi persoalan platform media sosial.
”Spotify harus memilih: Rogan atau Young. Tidak bisa dua-duanya.” Demikian isi surat musisi kawakan Neil Young kepada manajer dan label rekamannya yang diunggahnya di situs resmi musisi Kanada itu, 24 Januari 2022.
Rogan yang dimaksud ialah Joe Rogan, podcaster dengan 11 juta pendengar yang telah menandatangani perjanjian dengan Spotify pada Mei 2020. Nilai kontraknya lebih dari 100 juta dollar AS atau Rp 1,4 triliun.
Young menilai Spotify membiarkan berbagai hoaks dan misinformasi terkait Covid-19 disampaikan kepada pendengar dari podcast milik Rogan. Karena itu, dalam suratnya, Young meminta label dan manajernya untuk mencabut seluruh katalog musiknya dari Spotify.
”Saya melakukan hal ini karena Spotify menyebarkan informasi palsu tentang vaksin, yang bisa menyebabkan kematian bagi mereka yang memercayainya,” tulis Young. Beberapa jam kemudian surat itu dihapus dari laman milik Young.
Meski demikian, langkah ini menginspirasi musisi lain untuk mengambil langkah serupa. Musisi legendaris Joni Mitchell, Jumat (28/1), mengumumkan bahwa ia juga akan menghapus musiknya dari Spotify dalam aksi solidaritas terhadap Young.
”Ada pihak yang tak bertanggung jawab telah menyebarkan kabar bohong yang dapat mengancam hidup banyak orang. Saya berdiri bersama Neil Young serta komunitas ilmiah dan medis dunia,” ungkap Mitchell.
Mitchell dan Young merupakan musisi besar. Keduanya menarik musik mereka dari Spotify dengan alasan Spotify membiarkan misinformasi beredar bebas di platform itu. Young memiliki sekitar 6 juta pendengar tiap bulan, sedangkan Mitchell pada angka 3,7 juta.
Sorotan terhadap Spotify bermula pada dua pekan sebelum Young mengunggah suratnya. Pada 10 Januari 2022, sebanyak 270 saintis, tenaga medis, dan pendidik sains melayangkan surat terbuka, meminta Spotify segera memberikan panduan kebijakan yang jelas untuk memoderasi misinformasi.
”Ini bukan hanya persoalan medis atau sains. Ini persoalan sosiologis yang sangat besar dan Spotify memiliki andil karena membiarkan misinformasi beredar di platform mereka,” bunyi penutup surat terbuka yang dapat diakses di https://spotifyopenletter.wordpress.com.
Ketika laman surat terbuka itu diakses lagi oleh Kompas pada Kamis (3/2), jumlah dukungan yang diterima kian besar. Kini, jumlah nama yang dibubuhkan di surat tersebut melonjak menjadi 1.325 orang.
Baca juga:
Spotify Perketat Regulasi Konten Setelah Misinformasi Covid-19
Pemerintah Amerika Serikat turut bersuara terhadap persoalan ini. Juru bicara White House, Jen Psaki, pada Selasa (1/2), menilai, keputusan Spotify untuk mencantumkan disclaimer terkait dengan misinformasi Covid-19 sebuah langkah baik.
”Harapan kami, seluruh perusahaan platform teknologi dan sumber berita bertanggung jawab serta serius untuk memastikan masyarakat mendapat akses informasi akurat, termasuk untuk isu sepenting Covid-19. Dalam hal ini termasuk Spotify,” ungkap Psaki.
Kecaman terhadap Spotify dipicu episode podcast milik Rogan, ”Joe Rogan Experience”. Pada 31 Desember 2021, Rogan mengunggah wawancaranya dengan Robert Malone, dokter penyebar misinformasi terkait dengan vaksin Covid-19. Berbagai pernyataan hoaks itu bahkan menyebabkan Malone diblokir dari Twitter.
Namun, bukan ini saja rekam jejak Rogan dalam mengeluarkan misinformasi. Menurut lembaga riset Media Matters for America, selama 2021, Rogan mengeluarkan 13 pernyataan misinformasi terkait dengan Covid-19.
Berbagai pernyataan ini mulai dari ajakan bagi anak muda untuk tak mengambil vaksin karena dinilai memiliki ketahanan yang cukup hingga injeksi mikrocip. Rogan mengklaim Presiden Amerika Serikat Joe Biden sebetulnya tak menerima vaksin booster.
Perusahaan platform atau media?
Menanggapi kritik Young, Mitchell, dan ratusan anggota komunitas sains serta medis, Spotify pada Minggu (30/1) mengeluarkan pernyataan. CEO Spotify Daniel Ek mengatakan, Spotify sebetulnya memiliki aturan kebijakan konten sejak bertahun-tahun lalu. Namun, ia mengakui, mereka tidak transparan mengenai kebijakan tersebut.
Kini sejumlah kebijakan baru akan diterapkan oleh Spotify. Ek mengatakan, Spotify akan memberikan pedoman bagi pendengar terkait informasi Covid-19 di setiap episode podcast yang terkait pandemi.
”Kami paham bahwa kami berperan penting untuk mendukung ekspresi kreator, sekaligus menjaga keselamatan pengguna kami. Oleh sebab itu, kami merasa perlu untuk tak mengambil langkah sebagai sebuah lembaga sensor, meski tetap memastikan, ada konsekuensi bagi mereka yang melanggar kebijakan kami,” tutur Ek.
Pernyataan Ek sekilas mirip dengan apa yang dulu sering disampaikan perusahaan platform media sosial mengenai moderasi konten. Kolumnis The New York Times, Kevin Roose, menyebut hal ini sebagai kasus yang berulang, seperti pada Facebook dan Alex Jones, Twitter dan Donald Trump, serta Youtube dan PewDiePie. Seorang pembuat konten yang populer menimbulkan kontroversi dan perusahaan platformnya gelagapan.
Baca juga:
Spotify Tembus 158 Juta Pelanggan Berbayar
Namun, ada hal yang membedakan antara Spotify dan perusahaan platform seperti Facebook, Twitter, dan Youtube. Sejumlah pihak, seperti penulis Kara Swisher dan pengamat teknologi Peter Kafka, menilai Spotify bukan perusahaan platform.
Menurut mereka, Spotify tak bisa lepas tangan dan menjatuhkan tanggung jawab kepada pembuat konten. Pada kasus Rogan, Spotify secara sadar melakukan tanda tangan kontrak eksklusif dengan Joe Rogan senilai lebih dari 100 juta dollar AS.
Sementara itu, akibat kontroversi tersebut, Rogan mengeluarkan pernyataan minta maaf dan akan mencoba untuk mengundang pakar yang benar-benar kredibel. ”Saya tidak bermaksud mempromosikan misinformasi. Saya tak sekadar ingin dianggap kontroversial,” kata Rogan, Senin (31/1).
Pada 26-28 Januari, di puncak kontroversi Rogan, harga saham Spotify turun 6 persen. Menurut laporan Variety, kapitalisasi pasar raksasa audio itu pun anjlok 2,1 miliar dollar AS atau Rp 30,2 triliun.
Spotify tak bisa lepas tangan dan menjatuhkan tanggung jawab kepada pembuat konten.
Kini, semakin banyak musisi dan podcaster yang mundur dari Spotify. Pada Kamis (3/2), kawan satu band Neil Young, yakni David Crosby, Stephen Stills, dan Graham Nash yang tergabung pada Crosby, Stills, Nash & Young mengambil langkah serupa. Penulis yang juga keponakan mantan Presiden AS Donald Trump, Mary L Trump, mengumumkan akan menarik pula podcast-nya dari Spotify.
Belum jelas bagaimana akhir dari drama ini. Semua hanya bisa menunggu.
Opsi alternatif
Jika Anda ingin mencoba aplikasi audio lain, ada banyak opsi. Bagi Anda yang berada dalam ekosistem Google, raksasa Silicon Valley ini memiliki Youtube Music dan Google Podcast. Paket langganan Youtube Music dibundel bersama Youtube Premium seharga Rp 59.000 per bulan untuk bebas iklan. Adapun Google Podcast gratis.
Jika Anda penggemar Apple, Anda bisa mencoba Apple Music. Layanan ini berbiaya Rp 49.000 per bulan. Apple Music juga tersedia di Android. Sementara itu, Apple Podcast dapat diakses gratis, tetapi tidak tersedia bagi gawai Android.
Untuk penikmat musisi independen, aplikasi Soundcloud mungkin menarik dicoba. Pada 2021, Soundcloud mengumumkan skema pembagian royalti yang lebih berpihak kepada musisi independen.
Untuk aplikasi podcast gratis, Pocket Casts bisa menjadi alternatif, selain yang ditawarkan Apple serta Google. Aplikasi Anchor, selain digunakan untuk mendengarkan podcast, juga dapat dipakai untuk produksi serta distribusi podcast buatan sendiri.