FotografiFoto CeritaArsip Foto ”Kompas”: Potret...
KOMPAS/ALBERT KUHON
Bebas Akses

Arsip Foto ”Kompas”: Potret Kepolosan Anak-anak dalam Kampanye Pemilu

Meskipun dilarang melibatkan anak dalam kampanye, hingga kini masih ditemui orangtua mengajak anak mereka dalam kampanye.

Oleh
RIZA FATHONI
· 5 menit baca

Anak balita diajak untuk ikut kampanye Golkar pada Pemilu 1992 di Jakarta, Kamis (14/5/1992). Golkar serempak menggelar kampanye di sejumlah tempat di Ibu Kota dengan menurunkan tokoh-tokoh pemerintahan.
KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Anak balita diajak untuk ikut kampanye Golkar pada Pemilu 1992 di Jakarta, Kamis (14/5/1992). Golkar serempak menggelar kampanye di sejumlah tempat di Ibu Kota dengan menurunkan tokoh-tokoh pemerintahan.

Hiruk-pikuk kampanye lima tahunan memang menjadi salah satu hiburan tersendiri bagi rakyat. Pada kenyataannya, keterlibatan anak-anak dalam kegiatan kampanye di lapangan seakan tak terhindarkan. Meski anak-anak belum tahu apa-apa dan belum memiliki hak pilih, dari pemilu ke pemilu mereka selalu dilibatkan dalam kampanye partai politik.

Atribut partai seperti kaus sering dikenakan pada anak-anak, padahal mereka belum tentu paham maknanya, apalagi materi dan konten kampanye. Bagi orangtua yang simpatisan parpol, menjadikan anak-anak sebagai bagian dalam sebuah kampanye tak ubahnya seperti mengajak mereka ke keramaian lainnya, sama halnya seperti menikmati kemeriahan menjelang pergantian tahun.

Dalam rekaman arsip foto Kompas, terlihat bahwa simpatisan parpol bahkan tak peduli dengan keselamatan anak mereka sendiri. Euforia pesta demokrasi telah melupakan tanggung jawab sebagai orangtua yang terkalahkan oleh hasrat untuk larut dalam kampanye pemilu.

Meski belum berhak memilih karena masih di bawah umur, sejumlah anak-anak ikut memeriahkan kampanye salah satu partai politik untuk menyambut Pemilihan Umum 1992. Seperti tampak anak-anak yang berjubel naik kendaraan bak terbuka pada saat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengadakan kampanye di Jakarta, Jumat (26/6/1992). Mereka hanya ikut keliling kota berhura-hura tanpa memikirkan bahaya.
KOMPAS/KHAERUL ANWAR

Meski belum berhak memilih karena masih di bawah umur, sejumlah anak-anak ikut memeriahkan kampanye salah satu partai politik untuk menyambut Pemilihan Umum 1992. Seperti tampak anak-anak yang berjubel naik kendaraan bak terbuka pada saat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengadakan kampanye di Jakarta, Jumat (26/6/1992). Mereka hanya ikut keliling kota berhura-hura tanpa memikirkan bahaya.

Ada yang membawa anak di atap mobil, bak mobil pikap, bahkan menggendong anak balita sambil berdiri di atas motor dalam kecepatan tinggi dengan melepas setang. Tak ubahnya seperti akrobat sirkus di jalanan umum. Anak tersebut harus mengikuti polah pecicilan orangtuanya saat mengikuti kampanye.

Sebagian lainnya mungkin karena keterpaksaan harus membawa bayinya saat kampanye karena masih ada ketergantungan dengan orangtuanya yang mengikuti kegiatan kampanye, seperti foto kampanye Partai Golkar di Lapangan Trikora, Abepura, Jayapura, Provinsi Papua, tahun 2004. Atau potret seorang anak yang terlelap di pangkuan ayahnya saat mengikuti doa istigasah dalam kampanye PDI-P di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang tahun 2004.

Sambil menggendong anak kecil berusia dua atau tiga tahun, pengendara sepeda motor peserta kampanye PDI ini berdiri dan mengangkat kedua tangannya. Melaju dengan kecepatan tinggi di jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, sambil mengacungkan tiga jari, Rabu (28/4/1982). Tindakan sembrono itu mempertaruhkan nyawa anak kecil yang belum mengerti apa-apa.
KOMPAS/ALBERT KUHON

Sambil menggendong anak kecil berusia dua atau tiga tahun, pengendara sepeda motor peserta kampanye PDI ini berdiri dan mengangkat kedua tangannya. Melaju dengan kecepatan tinggi di jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, sambil mengacungkan tiga jari, Rabu (28/4/1982). Tindakan sembrono itu mempertaruhkan nyawa anak kecil yang belum mengerti apa-apa.

Simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) termasuk anak-anak mengikuti kampanye PPP pada hari pertama kampanye Pemilu 1987 di Jakarta, Selasa (24/3/1987).
KOMPAS/KARTONO RYADI

Simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) termasuk anak-anak mengikuti kampanye PPP pada hari pertama kampanye Pemilu 1987 di Jakarta, Selasa (24/3/1987).

Seorang perempuan dengan aksesori tarian Hinabu Yaughakha tengah menyusui anaknya sebelum menyambut datangnya calon presiden dari Partai Golkar, Wiranto, di Lapangan Trikora, Abepura, Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (17/6/2004).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang perempuan dengan aksesori tarian Hinabu Yaughakha tengah menyusui anaknya sebelum menyambut datangnya calon presiden dari Partai Golkar, Wiranto, di Lapangan Trikora, Abepura, Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (17/6/2004).

Seorang anak terlelap di pangkuan ayahnya saat mengikuti doa istigasah di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang, Kamis (17/6/2004). Doa bersama yang dipimpin oleh sembilan kiai Jawa Tengah itu dilakukan dalam rangka kampanye pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Seorang anak terlelap di pangkuan ayahnya saat mengikuti doa istigasah di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang, Kamis (17/6/2004). Doa bersama yang dipimpin oleh sembilan kiai Jawa Tengah itu dilakukan dalam rangka kampanye pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.

Salah satu bingkai lain foto menceritakan saat berlangsung kampanye PDI di Jakarta pada Senin (18/5/1992) sore. Ribuan pendukung parpol peserta pemilu tersebut digiring ke Mapolda Metro Jaya karena menumpang pikap terbuka, truk, dan sedan tanpa mengindahkan peraturan lalu lintas. Penindakan tersebut juga dilakukan karena terlalu banyak anak-anak yang mengikuti kampanye tersebut.

Wakil Kapolda Metro Jaya yang menjabat saat itu, Brigjen (Pol) Drs Yusnan H Usman, sempat bertanya kepada salah seorang anak yang ikut kampanye salah satu parpol tentang keikutsertaannya dalam kampanye. Sang anak yang berusia tujuh tahun ini masih polos dan tidak memahami untuk apa ia ikut berkampanye. Mungkin saja, anak-anak ini hanya ikut-ikutan setelah dibagikan kaos. ”Wah, anak-anak lebih baik pulang saja ke rumah...,” kata Wakapolda kepada bocah-bocah itu.

Wakil Kapolda Metro Jaya Brigjen (Pol) Drs Yusnan H Usman (kanan) bertanya kepada salah seorang anak yang ikut kampanye salah satu parpol saat kendaraan rombongannya digiring ke Mapolda Metro Jaya, Senin (18/5/1992).
KOMPAS/ADHI KUSUMAPUTRA

Wakil Kapolda Metro Jaya Brigjen (Pol) Drs Yusnan H Usman (kanan) bertanya kepada salah seorang anak yang ikut kampanye salah satu parpol saat kendaraan rombongannya digiring ke Mapolda Metro Jaya, Senin (18/5/1992).

Putaran terakhir kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di lapangan terbuka dipusatkan di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jumat (29/5/1992). Sementara itu, masih banyak massa pendukung PPP lainnya yang bergerak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Anak-anak kecil juga ikut kampanye.
KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Putaran terakhir kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di lapangan terbuka dipusatkan di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jumat (29/5/1992). Sementara itu, masih banyak massa pendukung PPP lainnya yang bergerak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Anak-anak kecil juga ikut kampanye.

Seorang anak simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terjatuh setelah terlalu kencang menendang bola raksasa yang meramaikan kampanye terbuka putaran terakhir di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (27/3/2004). Ratusan ribu simpatisan PPP memenuhi jalanan di Jakarta memanfaatkan kampanye terbuka putaran terakhir bagi partai tersebut.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang anak simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terjatuh setelah terlalu kencang menendang bola raksasa yang meramaikan kampanye terbuka putaran terakhir di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (27/3/2004). Ratusan ribu simpatisan PPP memenuhi jalanan di Jakarta memanfaatkan kampanye terbuka putaran terakhir bagi partai tersebut.

Selain itu, ada terlihat juga ekspresi polos anak-anak balita yang terselip di antara kerumunan massa pendukung parpol dalam kampanye terbuka akbar. Kondisi panas dan sesak tak mengurungkan niat orangtuanya untuk membawa anak-anak itu mendengarkan orasi juru kampanye di panggung. Polah tingkah lucu anak-anak dalam kampanye juga turut terekam dalam foto kampanye terbuka putaran terakhir PPP di Gelora Bung Karno, Jakarta.

Konstitusi Indonesia dan konvensi hak-hak anak telah mengatur mengenai hak asasi anak. Di dalamnya, terdapat hak-hak anak yang dilindungi, yaitu hak untuk tetap hidup, bertumbuh, dan berkembang, hak untuk berpartisipasi, berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan yang mengancam kehidupan mereka dan diskriminasi.

Seorang bocah berlari ke arah orangtuanya setelah mendapat jatah kaus partai dari Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) Eros Djarot (kiri) di Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (12/4/2004). PNBK sengaja membagikan kaus partai untuk anak-anak dengan gambar karakter kartun Shinchan.
KOMPAS/AMIR SODIKIN

Seorang bocah berlari ke arah orangtuanya setelah mendapat jatah kaus partai dari Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) Eros Djarot (kiri) di Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (12/4/2004). PNBK sengaja membagikan kaus partai untuk anak-anak dengan gambar karakter kartun Shinchan.

Seorang anak yang tergabung dalam grup musik Hajir Marawis Banafsajy berusaha melihat atraksi barongsai yang meramaikan kampanye Partai Bulan Bintang (PBB) di Gelanggang Olah Raga Rawamangun, Jakarta Timur (26/3/2004).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang anak yang tergabung dalam grup musik Hajir Marawis Banafsajy berusaha melihat atraksi barongsai yang meramaikan kampanye Partai Bulan Bintang (PBB) di Gelanggang Olah Raga Rawamangun, Jakarta Timur (26/3/2004).

Sejumlah anak sepulang sekolah tampak menikmati kegiatan kampanye putaran ke-3 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta. Dengan bertelanjang kaki, mereka ikut dalam bagasi sebuah mobil yang melintas di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2004).
SATRIO NUSANTORO

Sejumlah anak sepulang sekolah tampak menikmati kegiatan kampanye putaran ke-3 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta. Dengan bertelanjang kaki, mereka ikut dalam bagasi sebuah mobil yang melintas di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2004).

Perlindungan anak adalah perlindungan terhadap bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena anak adalah penerus generasi bangsa yang diharapkan kehidupannya jauh lebih baik dari generasi saat ini Pasal 15 Huruf a Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan setiap anak berhak untuk perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik (dalam hal ini kegiatan kampanye).

Keterlibatan anak-anak di bawah umur yang dibawa orangtuanya kampanye PDI di Jakarta, Rabu (1/1/1992).
KOMPAS/HARIADI SAPTONO

Keterlibatan anak-anak di bawah umur yang dibawa orangtuanya kampanye PDI di Jakarta, Rabu (1/1/1992).

Memasuki putaran kedua, massa dengan atribut Golkar warna kuning memanfaatkan segala kendaraan berkeliling di sejumlah kawasan Jakarta seperti terlihat salah satu simpatisan yang mengajak anaknya bersepeda, Rabu (30/4/1997).
KOMPAS/AR BUDIDARMA

Memasuki putaran kedua, massa dengan atribut Golkar warna kuning memanfaatkan segala kendaraan berkeliling di sejumlah kawasan Jakarta seperti terlihat salah satu simpatisan yang mengajak anaknya bersepeda, Rabu (30/4/1997).

Simpatisan Partai Amanat Nasional (PAN) mengecat muka dan badannya dengan warna biru sembari menggendong anaknya untuk meramaikan kampanye partai itu di Lapangan Blok S, Jakarta, Selasa (31/3/2009). Kampanye tersebut menghadirkan juru kampanye Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Simpatisan Partai Amanat Nasional (PAN) mengecat muka dan badannya dengan warna biru sembari menggendong anaknya untuk meramaikan kampanye partai itu di Lapangan Blok S, Jakarta, Selasa (31/3/2009). Kampanye tersebut menghadirkan juru kampanye Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.

Berdasarkan Pasal 280 Ayat (2) UU Pemilu, anak-anak di bawah 17 tahun dilarang ikut dalam kampanye karena belum memenuhi syarat sebagai pemilih. WNI yang ikut serta dalam pemilu disebut dengan pemilih. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Jadi berdasarkan ketentuan tersebut, secara implisit dapat dikatakan anak dilarang ikut serta dalam kampanye pemilu jika belum berumur 17 tahun.

Dalam laporan KPAI yang dikutip dari lamannya, lembaga tersebut melakukan pengawasan sepanjang pelaksanaan kampanye Pemilu pada 2019 lalu terkait temuan pelibatan anak dalam kampanye. Saat pascapenetapan pemilu, empat anak meninggal tertembak. Insiden ini menjadi catatan kelam dalam pemilu tersebut. Belum lagi barisan 55 kasus yang masih menjadi catatan KPAI yang dirilis pada 2020.

Bocah-bocah bersama orangtuanya asyik menyimak juru kampanye Partai Barisan Nasional saat berkampanye di halaman Rumah Susun Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (19/3/2009).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Bocah-bocah bersama orangtuanya asyik menyimak juru kampanye Partai Barisan Nasional saat berkampanye di halaman Rumah Susun Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (19/3/2009).

Berdasarkan temuan KPAI dalam penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik di 2014 ada 248 kasus, sedangkan 2019 ada 55 kasus. Meski angkanya turun, fakta lapangan 2019 jumlah kehadiran anak lebih masif karena kampanye terbuka dan periode pelaksanaannya panjang berbulan-bulan.

Pemilu 2024 nanti akan menjadi satu dari agenda rutin yang penting dalam proses demokrasi negara ini, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya guna menentukan pemimpin dan wakilnya. Akan tetapi, dalam rangka menjaga integritas, kelompok rentan seperti anak-anak dilarang untuk dilibatkan. Mekanisme pengawasan dalam segala bentuk kegiatan kampanye kontestan pemilu harus diperjelas dan dipertegas.

Bawaslu dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan kerja sama untuk mencegah keterlibatan anak dalam kegiatan pemilu. Dikutip dari laman Bawaslu, kerja sama tersebut ditandatangani bersama dalam MoU Bawaslu dan KPAI di Jakarta, Selasa (23/5/2023) silam.

Keterlibatan anak dalam kegiatan pemilu dapat dikenai tindak pidana. Seperti yang tercantum dalam Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, secara tegas melarang melibatkan anak-anak dan melibatkan orang yang tidak memiliki hak pilih. Selain dua peraturan tersebut, mereka yang melibatkan anak-anak dalam kampanye dapat dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Seorang bocah bermain di bawah panggung saat kampanye terbuka Partai Merdeka di Lapangan Perkampungan Industri Kecil, Cakung, Jakarta, Jumat (3/4/2009).
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Seorang bocah bermain di bawah panggung saat kampanye terbuka Partai Merdeka di Lapangan Perkampungan Industri Kecil, Cakung, Jakarta, Jumat (3/4/2009).

Refleksi anak-anak yang tengah menyaksikan kemeriahan kampanye Partai Republika Nusantara terlihat dari genangan air di Lapangan Pulomas, Jakarta Timur, Jumat (27/3/2009). Partai yang mengusung Sultan Hamengku Buwono X sebagai calon presiden itu menghadirkan para calon anggota legislatifnya sebagai juru kampanye.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Refleksi anak-anak yang tengah menyaksikan kemeriahan kampanye Partai Republika Nusantara terlihat dari genangan air di Lapangan Pulomas, Jakarta Timur, Jumat (27/3/2009). Partai yang mengusung Sultan Hamengku Buwono X sebagai calon presiden itu menghadirkan para calon anggota legislatifnya sebagai juru kampanye.

Tindakan pidana ini menjadi upaya hukum terakhir terkait pelibatan anak dalam kegiatan pemilu. Bawaslu akan melakukan sosialisasi kepada peserta pemilu dan masyarakat agar tidak melibatkan anak dalam kegiatan pemilu untuk mencegah hal tersebut.

Keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam kampanye politik juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Secara khusus, anak yang dimaksud dalam pengawasan penyelenggaraan pemilu adalah anak yang belum memiliki hak pilih dalam pemilu, yakni yang belum berusia 17 tahun atau belum menikah.

Pemerintah dan pemangku politik di Indonesia harus menciptakan desain edukasi pemilihan umum yang baik untuk anak. Anak yang tidak mendapat perlindungan ini akan membawa efek buruk bagi mereka.

Seorang anak kecil turut meramaikan kampanye Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan massa di Lapangan Denggung, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (21/6/2004). Dalam kampanyenya, Yudhoyono menyoroti soal kesejahteraan masyarakat, seperti masalah pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan pengangguran.
ARIF WIBOWO

Seorang anak kecil turut meramaikan kampanye Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan massa di Lapangan Denggung, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (21/6/2004). Dalam kampanyenya, Yudhoyono menyoroti soal kesejahteraan masyarakat, seperti masalah pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan pengangguran.

Sejumlah potret kepolosan anak yang terselip di antara aktivitas politik ini menjadi catatan pada masa lalu yang patut menjadi refleksi dalam kehidupan demokrasi kita yang setidaknya pada pemilu terakhir tahun 2019 masih terjadi. Kampanye-kampanye pemilu seakan masih berada pada fase kanak-kanak atau belum juga kunjung dewasa dalam konteks pelibatan anak-anak. Semoga Pemilu 2024 membawa perubahan yang lebih baik dan anak-anak tetap bebas bermain dan belajar tanpa harus dilibatkan dalam dinamika pemilu.

Memuat data...
Memuat data...
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000