Pemilu adalah pesta demokrasi lima tahunan. Selayaknya pesta, maka harus dirayakan dengan riang gembira. Foto-foto human interest yang menyajikan sisi lain dari pemilu menjadi incaran fotografer untuk diabadikan sebagai ikon. Ikon dari hingar-bingar sebuah momen yang kelak akan menjadi catatan sejarah bangsa ini.
Dalam pemilu, kampanye adalah yang paling anyak melibatkan warga, tentunya selain tahapan pemungutan suara. Di tahapan itu, warga ramai-ramai menjadi ”tenaga penjual” untuk mengajak warga lain memilih partai yang mereka dukung. Di sinilah kampanye menjadi salah satu momen ekspresi keriangan yang menonjolkan rakyat sebagai subyek.
Pemilu dari waktu ke waktu selalu menyajikan keunikan polah tingkah rakyat yang terlibat di dalamnya. Meski dalam beberapa kondisi momennya merupakan fenomena peristiwa yang berulang, karakteristiknya tidak selalu sama karena setiap pemilu juga memiliki latar belakang situasi yang berbeda.
Pemilu sebelum era reformasi, misalnya, kontestasinya hanya diramaikan oleh tiga parpol. Sementara setelahnya, parpol peserta pemilu lebih banyak. Arsip Foto Kompas kali ini menyajikan potret polah tingkah masyarakat dalam pemilu yang disajikan di harian Kompas.
Baca Juga : Saat Kota "Ruwet" dengan Atribut Kampanye
Gairah demokrasi yang tersaji dalam setiap pemilu memang harus ditangkap dengan jeli oleh mata para fotojurnalis. Bendera atau poster parpol, ekspresi pendukung dan berbagai atribut yang dikenakan menjadi realitas yang paling sering saat dijumpai di lapangan. Namun, untuk disajikan di media massa, memang harus ada prinsip yang harus dipegang dalam hal ini, yaitu berimbang dalam menyajikan peristiwa kepada pembaca.
Pemilu 1999 itu adalah pemilu ”dadakan” setelah terjadi Reformasi tahun 1998. Pada Pemilu 1997, harian Kompas dalam catatannya membuat survei kecil-kecilan yang membuktikan bahwa banyak pendukung partai yang semata orang bayaran. Saat masa kampanye, Kompas memasang sebuah foto kombinasi yang menampilkan satu orang berkampanye untuk tiga partai yang berbeda. Kepastian bahwa ketiga foto adalah orang yang sama didapat dengan mencocokkan gigi dan tato di dadanya.
Era setelah reformasi pada Pemilu 1999 juga menjadi momentum kebebasan demokrasi yang sebelumnya dikekang pada era Orde Baru. Hal itu dirayakan lebih meriah dan bebas oleh simpatisan parpol kontestan pemilu era reformasi.
Keriangan masyarakat tergambar di titik paling sentral di Jakarta, yaitu Bundaran HI, Jakarta Pusat. Simpatisan PAN dan PDI-P mandi di kolam air mancur tersebut seakan sebagai ungkapan mereka melepas beban dan kekangan politik selama Orde Baru.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai partai yang mengusung pamor tokoh Megawati Soekarnoputri sebagai simbol perlawanan atas Orde Baru tampil sebagai salah satu kekuatan yang menonjol di antara kontestan Pemilu 1999. Dukungan simpatisan partai berlogo banteng moncong putih tersebut masih belum berubah sejak Orde Baru dengan mengandalkan ikon berupa patung-patung banteng dalam kampanyenya.
Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu 1999 ada sebanyak 48 partai. Hari pertama kampanye Pemilu 1999 di Jakarta terlihat meriah dengan pawai dari partai politik peserta pemilu.
Selain itu, tampilnya tokoh yang menonjol dalam proses reformasi, seperti Amien Rais yang kemudian mendirikan Partai Amanat Nasional, juga menjadi isu yang relatif mencuat pada masa itu. Penolakan atas Partai Golkar yang menjadi ikon Orde Baru juga terekam dalam salah satu foto saat pawai kampanye.
Tak melulu soal kampanye, penghitungan suara juga dapat menghasilkan momen yang unik berupa ekspresi. Dalam tampilan halaman depan Kompas, foto suasana penghitungan suara di sebuah TPS menampilkan orang-orang tertawa di sebuah acara penghitungan suara.
Baca Juga : Mari Kembali ke Perpustakaan