Fotografi terus mengalami perkembangan dan transformasi yang sedemikian rupa, terlebih jika dikaitkan dengan kemajuan teknologi digital dan media sosial. Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara fotografi diakses, diambil, dan disebarkan. Kamera digital, bahkan yang terintegrasi dalam ponsel pintar, semakin canggih dengan kemampuan yang lebih tinggi dalam menghasilkan gambar berkualitas tinggi.
Selain itu, teknologi pemrosesan gambar seperti HDR (high dynamic range) dan AI (artificial intelligence) semakin memudahkan fotografer untuk meningkatkan kualitas foto. Platform media sosial memberikan ruang bagi pemfoto untuk menunjukkan karya mereka kepada khalayak yang lebih luas. Juga secara sosial, fotografi terus digunakan sebagai alat untuk menyuarakan berbagai isu (sosial, lingkungan, dan politik). Khusus pada isu yang disebutkan terakhir, fotografi memiliki kekuatan tersendiri dalam memengaruhi pemirsa. Fotografi dengan berbagai perkembangannya menjadi lebih dari sekadar informatif, kreartif, dan estetis, tetapi juga persuasif sehingga digunakan sebagai sarana propaganda.
Sudah pernah disampaikan sekilas dalam tulisan berjudul ”Fotografi dan Semiotika Roland Barthes” (Kompas.id, 7 Januari 2022) bahwa melalui aspek teknis dan kreatifnya, fotografi menjadi sarana menyampaikan pesan tersirat, yang secara teori dirumuskan oleh Roland Barthes. penggunaan fotografi seperti itu terus berulang dengan membawa pesan yang berulang pula sehingga pesan-pesan yang disampaikan melalui foto tertanam dalam benak pemirsa sebagai sesuatu yang natural, taken for granted dan diterima sebagai suatu standar kebenaran, walaupun hal yang disampaikan itu belum tentu benar. Itulah yang kemudian disebut sebagai mitos. Dalam pengertian yang berlaku secara umum di bidang kajian media, mitos adalah sesuatu yang artifisial tetapi dipercaya, a widely held but false belief or idea.