Pandemi ini memang menjauhkan orang dari galeri visual. Tidak banyak pameran seni yang diselenggarakan, begitu pula dengan pameran foto. Kemudian, muncul satu model pameran yang dirasa cocok untuk untuk masa ini, yaitu pameran visual dalam versi virtual. Antarafoto, yang rutin menggelar pameran foto Kilas Balik, pada 2020 membuat pameran virtual. Mereka memajang karya foto pameran Kilas Balik 2020 + Covid-19 di dinding Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) Jakarta. Penikmat fotografi yang tidak bisa (atau enggan) untuk datang ke GFJA tetap bisa melihat pameran secara daring dengan mengakses ke situs pameran virtual. Galeri virtual sebenarnya bukan sesuatu yang baru, tetapi menjadi solusi yang pas untuk masa pandemi.
Rasanya memang tidak puas melihat pameran foto hanya lewat layar telepon seluler atau monitor laptop. Pameran foto virtual tidak dapat menyajikan kemeriahan acara pembukaan, diskusi renyah tamu saat pembukaan, pesta yang tidak jelas selepas pembukaan pameran, atau ekspresi santai, tetapi serius saat sesi diskusi. Ada yang hilang ketika mata tidak terkoneksi dengan karya foto yang disajikan. Saat melihat pameran foto, pengunjung dapat melihat langsung cetakan foto yang menyajikan visual dan pesan yang disampaikan, berdiam diri untuk mencoba menangkap pesan yang ada. Saat melalui layar, meski foto bisa dilihat dengan dekat, pengunjung dan karya foto seperti berjarak. Komunikasinya terasa mampat.
Meski pameran foto virtual terasa garing, kreativitas fotografer tidak boleh berhenti. Membuat sebuah pameran foto adalah upaya beribu-ribu kali jumlahnya dibandingkan dengan karya fotografi di media sosial. Disini ada sebuah proses diskusi tentang layak tidaknya karya fotografi tersebut dipamerkan, proses kurasi, dan kemudian proses pameran yang ribet dan menghabiskan energi. Belum lagi, kini pameran foto terasa lebih menjadi sarana rekreasi saja, sementara diskusi dan puja-puji fotografi bergeser ke media sosial.