SURABAYA, KOMPAS — Pemutaran film Naura dan Genk Juara bisa dianggap sebagai oase bagi mereka yang sudah lama tidak menonton film bertema anak Indonesia. Sineas perlu didorong dan didukung untuk terus memproduksi film anak sebagai salah satu media pembelajaran dan hiburan yang sehat bagi anak-anak.
”Waktu saya muda ada film Petualangan Sherina. Film Naura dan Genk Juara ini seperti pengobat rindu. Sudah lama tidak muncul film bertema anak-anak,” kata Sugianto seusai menonton Naura dan Genk Juara, Minggu (26/11), di Tunjungan Plaza, Surabaya, Jawa Timur. Sugianto, yang datang membawa dua anaknya yang masih sekolah dasar, tertarik dan mengatakan, film Naura dan Genk Juara enak dan layak ditonton.
Secara pribadi, Sugianto menilai film Naura dan Genk Juara cukup bagus dan menghibur. Anak-anaknya menyukai film itu. Film enak dilihat. Ceritanya sederhana dan mudah dipahami. Segi artistik film cukup membuat nyaman. Lagu-lagunya pun baru dan disukai. ”Sebagai orang dewasa, saya melihat film ini mendorong nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persahabatan, dan kecintaan terhadap alam dan sesama,” ujar Sugianto.
Pendapat senada diutarakan Haryanti yang datang dengan putri tunggalnya. Kebetulan anaknya mengidolakan Naura dari lagu-lagu yang kerap dinyanyikan sang bintang. Haryanti mengaku cukup senang dengan film Naura dan Genk Juara sebab putrinya juga menyukainya. ”Menurut saya, film ini lumayan menyenangkan,” katanya.
Amalia Prabowo selaku produser mengatakan, peluncuran film itu sebenarnya tidak sekadar ingin menonjolkan sosok Adyla Rafa Naura Ayu. Tim produksi juga ingin memunculkan sosok pemain lain, yakni Joshua Rundengan, Vickram Priyono, dan Andryan Bima. ”Lama kita tidak melihat munculnya anak-anak yang menjadi idola,” katanya.
Amalia menceritakan, para pemeran dan tim bekerja luar biasa keras untuk menghasilkan film muskal yang disutradari oleh Eugene Panji itu. Shooting dilaksanakan lebih kurang 25 hari di kawasan konservasi di Sukabumi, Jawa Barat. Naura, Joshua, Vickram, dan Andryan harus pergi dan jauh dari orangtua untuk shooting di lokasi alam yang nyaris belum dikenal oleh mereka. Shooting bahkan berlangsung saat bulan puasa.
”Anak-anak itu tetap berpuasa lho. Bayangkan betapa sulitnya bagi mereka shooting di alam terbuka, dingin, dan jauh dari orangtua. Namun, semangat mereka luar biasa sehingga bisa menyelesaikan shooting dengan baik,” ujar Amalia.
Amalia berharap akan makin banyak sineas yang tertarik menggarap dan memproduksi film musikal anak yang bermutu. Dengan demikian, anak-anak masih mendapat kesempatan untuk menikmati hiburan yang sehat. Selain itu, memproduksi film musikal anak juga akan menantang para pencipta lagu untuk tidak melupakan membuat lagu anak yang saat ini masih lesu.