Para Penerus Nyonya Rumah
Orangtua Julie Sutardjana keturunan Tionghoa, tetapi ia dididik dengan cara Belanda. Mereka tinggal harmonis dengan orang-orang Jawa. Tak mengherankan, Julie sangat kosmopolitan.
Peran Julie Sutardjana alias Nyonya Rumah amat penting dalam khazanah kuliner Tanah Air dengan menulis begitu banyak resep selama lebih kurang tujuh dasawarsa. Kini, giliran Lily, Lita, Yongki, dan Kukun Sutardjana yang melestarikan warisan orangtuanya.
Kedai Nyonya Rumah di Bandung, Jawa Barat, terlihat ramai dengan pengunjung tua dan muda. Lily Sutardjana datang sekitar pukul 12.00, disusul Lita, Yongki, dan Kukun. Di restoran itu, mereka bercengkerama sembari menikmati santapannya.
”Rata-rata, sebulan sekali kami ketemu. Kalau dulu, rutin kumpul sama Oma juga,” kata Lily, anak sulung Julie, Minggu (22/5/2022). Ia kerap menyebut Julie dengan panggilan Oma, panggilan akrab perempuan kelahiran Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tahun 1922, itu.
Mendiang praktisi kuliner kawakan tersebut meninggal dengan usia 99 tahun. Jika masih hidup, Julie akan merayakan ulang tahun ke-100-nya pada 25 Mei 2022.
Ia mulai mencintai tata boga tatkala berusia 10 tahun dengan memasak bermacam-macam kue seusai sembahyang yang diantar untuk keluarga dan tetangga. Penjelasan itu tercantum dalam buku Hidangan Legendaris Gastronom 3 Zaman yang ditulis Ima Hardiman dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2019. Kini, sate ayam, tahu cabai garam, dan tongseng tersaji sehangat obrolan anak-anak Julie. Mereka membahas Kedai Nyonya Rumah seraya mengenang ibunya.
”Hampir seluruh hidupnya sehat. Paling, di rumahnya dipasang railing (besi untuk pegangan),” kata Kukun, anak bungsu Julie. Kedai Nyonya Rumah berawal pula dari kesibukan nenek tujuh cucu dan delapan cicit itu yang masih terjaga mulai pukul 02.00 untuk memenuhi pesanan konsumen saat umurnya 75 tahun.
Ia telah lama membuat aneka penganan, seperti lemper, kue marmer, dan kukis. Toko kue lantas dibuka tahun 1998. Setahun berselang, Kedai Nyonya Rumah mulai melayani pengunjung di lokasi yang sama. Sejatinya, Julie lebih dari sekadar peramu cita rasa.
Ia lahir dari keluarga pengusaha batik. Dulu, orangtua Julie sering menjamu tetap yang terdiri dari orang-orang Belanda, pengusaha keturunan Tionghoa, dan priayi lokal. Julie, anak kedua dari tujuh bersaudara, sering membantu menyiapkan hidangan untuk mereka yang terdiri dari masakan Eropa, China, dan Jawa. Dari situ, ketertarikan Julie pada dunia masak-memasak mulai tumbuh.
Keahliannya ia manfaatkan setelah berumah tangga. Saat itu, kelas atas Indonesia sedang tumbuh dan belum banyak restoran, bahkan di kota besar. ”Boleh dikatakan Mama dulu melayani selera kelompok kelas atas lalu melebar ke kelas menengah yang tumbuh belakangan,” ujar Kukun.
Ke luar negeri
Mereka tidak hanya memesan makanan, tetapi juga minta dibuatkan resep. Banyak warga kelas menengah atas yang akan ke luar negeri mendatangi Julie untuk membeli stensilan resepnya dan telah dibundel. Resep buatan Julie menyebar ke banyak komunitas diaspora Indonesia. ”Jadi Mama enggak sadar bahwa ikut menyebarkan cita rasa masakan Indonesia ke luar negeri,” kata Kukun.
Julie memiliki latar belakang plural. Orangtuanya keturunan Tionghoa, tetapi Julie dididik dengan cara Belanda. Mereka tinggal berdampingan secara harmonis dengan orang-orang Jawa. Beberapa keluarganya bahkan beragama Islam. Tak heran, Julie boleh dikatakan sangat kosmopolitan dengan keluarga yang heterogen dan berpikiran terbuka. Latar belakangnya ternyata merembes ke resep yang ia buat.
”Resep mama kebanyakan fusion hasil pencampuran tiga budaya, yakni Jawa, Tionghoa, dan Belanda. Masakannya seperti hasil melting pot (peleburan) dan cross culture,” ujar Kukun.
Agar bisa menggali cita rasa dari aneka latar belakang budaya, ia membaca ensiklopedia atau bertanya pada ahli. Suatu kali, ia diminta membuat resep masakan Manado. Karena tak begitu paham, ia bertanya pada orang Manado. Resep ia coba terlebih dahulu berkali-kali hingga mahir memasaknya. Barulah resep itu ia bagikan.
Sumbangan terbesar Julie adalah, ia mencatat setiap resep di buku besar. Sebagian besar resep itu diterbitkan di mingguan Star Weekly sejak 1951-1961. Selanjutnya, ia menulis resep untuk mingguan Jaya selama 10 tahun. Sejak 1971, ia menulis resep untuk harian Kompas dengan nama Nyonya Rumah hingga meninggal. Tulisan terakhir Julie dimuat di rubrik ”Dapur Kita” pada 31 Oktober 2021 dengan judul ”Mengolah Mi Instan”.
Dengan demikian, ia menulis resep sepanjang 70-an tahun. Tak ada penulis resep yang berkarier selama itu di Indonesia, mungkin di dunia. Sejak 1971-2021, setidaknya ada 1.071 tulisan resep Nyonya Rumah yang dimuat di ”Dapur Kita”. Setiap tulisan setidaknya berisi 4-5 resep.
Anak kedua Julie, Lita, belakangan membantu merapikan catatan-catatan resep ibunya dalam beberapa kategori judul besar. ”Jumlahnya ribuan dan masih banyak catatan resep lain yang belum dirapikan,” ucapnya.
Renovasi restoran
Adikarya-adikarya Julie kini langgeng berkat Kedai Nyonya Rumah. Garang asam iga, rawon sapi, dan lontong komplet umpamanya difavoritkan bukan hanya oleh pengunjung berumur, melainkan juga belia dengan dandanan parlente yang menyesaki restoran itu pada malam hari.
”Rencana, sih, banyak. Kami ingin buka di luar kota, bahkan Malaysia. Malah, ada yang pengin dapat franchise (waralaba). Tentu, butuh ahli,” kata Lily. Konsultan pemasaran digandeng. Ia juga mengungkapkan niatnya mendirikan Kedai Nyonya Rumah Express.
”Cabang kecil-kecilan. Masih di sekitar Bandung, seperti Cimahi, Lembang, Sukajadi, Pasteur, dan Kopo, yang menyediakan beberapa menu jagoan,” ujar Lily. Ia berharap rencananya terwujud pada tahun 2023. Progresivitas Kedai Nyonya Rumah bukannya tanpa pasang surut.
Saat pandemi baru berkecamuk, misalnya, jumlah pengunjung anjlok. Lita sampai mengistilahkan babak belur, tetapi tetap optimistis, bahkan mengisi kelengangan dengan merenovasi restorannya. ”Berat bukan main, tetapi kami percaya suatu waktu pasti bangkit lagi,” ucapnya.
Lita bersyukur, seusai mempercantik restorannya selama hampir setahun hingga pertengahan 2021, jumlah tamu berangsur meningkat. ”Sudah normal sejak akhir tahun lalu. Makin ramai juga, terutama sama anak muda karena pertunjukan musik tiap Rabu, Jumat, dan Sabtu,” ucapnya.
Antusiasme Julie yang tak pernah padam diresapi anak-anaknya. Ia senantiasa gembira dengan bekerja meski sempat dipertanyakan kawan-kawannya. ”Sudah tua, kok, masih kerja terus. Semua kata teman-temannya diabaikan. Itu yang ditekankan, pokoknya jangan sampai pensiun,” ujar Lita.
Ia pun menyadari amanat itu dengan aktualisasi diri. Dibarengi hasrat terus bekerja, Lita malah tak nyaman jika hanya bersantai-santai. ”Sampai menjelang tutup usia, Mami selalu masak kalau kumpul. Bikin tiga atau empat masakan semua perfect. Jadi, kemampuannya mengecap makanan masih tajam,” kata Kukun.
Julie masih membaca dua koran setiap hari. Ia mengikuti informasi terbaru dan bertanya jika mendapati kata-kata yang tak dipahaminya. ”Lily paling sering ditanya meski susah juga jelasin internet, Facebook, sampai pembawa acara. Kapan-kapan, nanya lagi, tetapi kuncinya sehat dan berpikir,” ucap Kukun.
Penerus-penerus Julie bertekad merawat warisannya dengan digitalisasi. Penggemar Nyonya Rumah yang masih banyak bakal dimudahkan jika resep-resepnya divideokan. ”Minyak sepanas apa atau cokelatnya seberapa gelap, gampang kelihatan. Mau masak perkedel, tinggal buka playlist (daftar) resep,” ucap Kukun.
Alih medium dianggap kunci penting dengan kreasi-kreasi Julie yang mudah ditemukan bahan-bahannya dan dibuat, selain mempertahankan keberlangsungan Kedai Nyonya Rumah. ”Saya tentu berharap restoran bisa bertahan. Maka, regenerasi diperhatikan supaya anak muda merasa nyaman,” kata Yongki, anak ketiga Julie.
Biodata
Lily Sutardjana
Lahir: Bandung, Jawa Barat, 8 Agustus
Lita Sutardjana
Lahir: Bandung, Jawa Barat, 9 Januari
Yongki Sutardjana
Lahir: Bandung, Jawa Barat, 23 Februari
Kukun Sutardjana
Lahir: Bandung, Jawa Barat, 20 Desember