Di masa remajanya, Guruh aktif dalam komunitas musik lokal, sering tampil di banyak acara dan pesta tanpa bayaran.
Oleh
DWI AS SETIANINGSIH
·2 menit baca
Guruh Soekarnoputra lahir dari keluarga yang menanamkan cinta pada seni tradisional. Salah satu putra Bapak Proklamator Indonesia tersebut sedari kecil telah diajari berbagai tarian daerah dan musik tradisional, termasuk gamelan Jawa, Bali, Sunda, dan musik Melayu Sumatera.
”Dari situ saya juga mendapat masukan tentang musik-musik tradisional, terutama pada waktu itu dari Jawa, Bali, Sunda. Saya akhirnya bisa (bermain) gamelan. Saya mencintai gamelan dari kecil,” cerita Guruh dalam diskusi No Music, Noise! di Matawaktu, ITC Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu (5/5/2024).
Pada masa remajanya, di tengah tren musik dan budaya yang berkembang di Indonesia, Guruh terlibat aktif dalam komunitas musik lokal. Ia juga sering tampil di berbagai acara dan pesta tanpa bayaran.
Meski cita-citanya untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) pupus karena kendala politik, Guruh tetap mengikuti panggilan hatinya di dunia seni. Ia memilih mengejar pendidikan di luar negeri. Tujuan awalnya adalah Perancis, untuk belajar seni rupa.
Namun, nasib membawanya ke Belanda. Di sana ia tak hanya menempuh pendidikan arkeologi, tapi juga terlibat dalam pengajaran gamelan. Di Universitas Amsterdam, Guruh bergabung dengan komunitas musikologi dan diberi kesempatan untuk mengajar gamelan Jawa dan Bali.
Kemampuan dan dedikasinya dalam mengajarkan seni tradisional Indonesia membuat Guruh diakui sebagai pengajar yang berbakat di lingkungan internasional. ”Di situ akhirnya (orang) yang melatih grup gamelan Bali itu pergi, dan saya diminta mengajar gamelan Bali di Tropenmuseum,” ujarnya mengenang.
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi dengan peserta magang harian Kompas: Daffa Almaas Pramesthy, mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.