Perempuan Doktor Sosiologi Pertama Indonesia Berpulang
›
Perempuan Doktor Sosiologi...
Iklan
Perempuan Doktor Sosiologi Pertama Indonesia Berpulang
Peneliti dan ilmuwan Sosiologi, Mely G Tan, yang banyak meneliti tentang etnis Tionghoa di Indonesia berpulang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Doktor perempuan pertama bidang Sosiologi di Indonesia, Dr Mely Tan Giok Lan, mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Selasa (30/4/2024) pukul 06.20. Almarhum yang lebih dikenal dengan nama Mely G Tan berpulang di usia 93 tahun.
Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu yang pernah sama-sama terlibat di Dewan Etik Lembaga Eijkman mengatakan, dari informasi yang dibagikan, almarhum meninggal di RS Medistra. Almarhum disemayamkan di rumah duka Carolus, Jakarta, dan nantinya akan dikremasi.
Ucapan dukacita juga disampaikan keluarga besar Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UI). Almarhum pernah menjadi dosen luar biasa di Departemen Sosiologi UI.
Mely merupakan salah satu peletak fondasi pengembangan Sosiologi UI pada kurun tahun 1960-an. Salah satu buah pemikirannya adalah tentang asimilasi kaum Tionghoa di Indonesia.
Mely G Tan sebagai sosok peneliti atau ilmuwan pernah menerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi dari harian Kompas. Dia menerima penghargaan tahun 2010 bersama sejumlah tokoh, yaitu Sediono MP Tjondronegoro (sosiolog), RP Soejono (arkeolog), Adnan Buyung Nasution (advokat), dan Bambang Hidayat (astronom). Penghargaan disampaikan Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama, Senin (28/6/2010), di Jakarta. Acara tersebut berlangsung dalam rangkaian perayaan HUT ke-45 harian Kompas.
Sebagai peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mely G Tan, keturunan Tionghoa yang lahir pada 11 Juni 1930, juga terlibat dalam pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Terbentuknya lembaga ini berawal dari pasca-Kerusuhan Mei 1998 saat sejumlah tokoh perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Antikekerasan terhadap Perempuan, yang antara lain diwakili Saparinah Sadli, Mayling Oey, Mely G Tan, dan Shinta Nuriyah, beraudiensi dengan Presiden BJ Habibie pada 15 Juli 1998.
Mely merupakan salah satu peletak fondasi pengembangan Sosiologi UI pada kurun tahun 1960-an. Salah satu buah pemikirannya adalah tentang asimilasi kaum Tionghoa di Indonesia.
Mely meraih gelar sarjananya dari UI. Ia lalu mendapat beasiswa di Universitas Cornell, Amerika Serikat (AS). Dia pun melanjutkan studi hingga jenjang doktoral di Universitas California, AS, yang membuatnya menjadi perempuan Indonesia pertama yang bergelar doktor di bidang Sosiologi.
Mely banyak meneliti dan menulis tentang etnis Thionghoa. Pada 2009, dia menerima Nabil Award atas jasanya dalam penelitian, penerbitan, karya-karya ilmiah, dan aktivitas lain yang memberikan pencerahan kepada publik.
Kepakarannya di bidang Sosiologi, khususnya terkait hubungan antarkelompok dengan fokus pada golongan etnik Tionghoa di Indonesia, stratifikasi dan integritas sosial, serta jender dan pembangunan membuat sosoknya dikenal di dunia internasional. Meski demikian, dia dikenal sebagai sosok yang sederhana.
Seperti dikutip Kompas (1/11/2009), Mely menyampaikan tentang perlunya ilmuwan Sosiologi untuk lebih berperan dan bersuara. ”Sebenarnya antara sosiologi dan politik dekat, juga dengan ekonomi, dibandingkan hanya sosiologi,” ujar Mely
Terkait integrasi etnis Tionghoa dalam masyarakat, Mely menyampaikan, semestinya stereotipe terhadap etnis Tionghoa bisa hilang meski butuh waktu. Dasarnya dengan mengakui dan menerima bahwa masyarakat Indonesia adalah plural dan beraneka ragam. Tidak ada negara di dunia ini yang homogen, baik dari sisi agama maupun etnis.
”Kita harus menerima ini meski tidak mudah karena kita harus menghormati dan menghargai perbedaan. Kalau tidak, bisa sampai ke sana sulit karena selalu saja ada hal-hal untuk memperbedakan manusia,” kata Mely.