Indonesia Vs Korsel, Uji Paten Antitesis Dua Pelatih
›
Indonesia Vs Korsel, Uji Paten...
Iklan
Indonesia Vs Korsel, Uji Paten Antitesis Dua Pelatih
Indonesia dan Korsel memiliki pendekatan permainan yang hampir serupa. Kecepatan senjata utama ”Garuda Muda”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Pemenang duel perempat final Piala Asia U-23 2024 antara Indonesia dan Korea Selatan, Jumat (26/4/2024) pukul 00.30 WIB, di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, amat ditentukan dari kecermatan dua pelatih asal Korsel, Shin Tae-yong di Indonesia dan Hwang Sun-hong yang menangani ”Pasukan Taegeuk”. Duo juru taktik itu perlu saling berlomba lebih cepat menemukan antitesis dari pendekatan permainan timnya yang hampir identik.
Membandingkan penampilan Indonesia dan Korsel di dua gim awal babak penyisihan terlihat kedua tim memiliki formasi yang berbeda. Indonesia menggunakan 3-4-3, sedangkan Korsel bermain dengan taktik 4-2-3-1 yang mengandalkan Lee Young-joon sebagai penyerang tunggal. Namun, ketika Lee cedera pada gim melawan Jepang, Hwang menerapkan formasi 3-4-3 pula seperti seniornya, Shin.
Pada laga pamungkas Grup B kontra Jepang, Senin (22/4/2024), Korsel menyerang dengan taktik 3-4-3, kemudian bermain dengan 5-4-1 ketika bola dikuasai lawan. Penerapan formasi itu serupa dengan yang diterapkan Shin pada tiga gim yang dijalani Indonesia di Grup A.
Korsel berpeluang besar memainkan taktik yang sama seperti ketika mengalahkan Jepang 1-0. Itu didasari kondisi Lee yang belum sepenuhnya pulih.
”Saya ragu (Lee) bisa bermain. Hal itu tentu kehilangan besar bagi kami karena Lee satu-satunya penyerang murni yang kami miliki. Namun, kami memiliki opsi lain (di lini depan),” kata Hwang dalam konferensi pers menjelang pertandingan, Rabu (24/3/2024), di Doha.
Tak hanya formasi yang hampir serupa, pendekatan permainan kedua tim juga tak banyak berbeda. Indonesia dan Korsel membangun serangan dari belakang. Bola tendangan gawang dari kiper akan diarahkan kepada bek tengah yang selanjutnya akan menentukan aliran bola ke sisi sayap atau memfokuskan serangan dari gelandang tengah.
Kedua tim juga amat dominan memainkan bola-bola pendek. Korsel merupakan tim dengan catatan rerata operan tertinggi kedua di fase grup Piala Asia U-23 2024. Mereka mengoleksi rerata 531 operan per gim. Angka itu hanya kalah dari catatan Uzbekistan yang melakukan rata-rata 575 operan per laga.
Kami akan berusaha untuk tidak memberikan ruang yang bisa dieksploitasi pemain-pemain Indonesia. Kami akan menjaga kekompakan untuk mengisi tiap jengkal ruang di lapangan.
Indonesia memang hanya melakukan rerata 359 operan per gim, tetapi build-up serangan terutama pada transisi serangan balik skuad ”Garuda Muda” konsisten memainkan operan-operan pendek. Permainan kombinasi operan pendek satu-dua juga dominan diperlihatkan Indonesia dan Korsel ketika telah memasuki sepertiga akhir zona pertahanan lawan.
Meski begitu, Indonesia tidak sepenuhnya anti memainkan bola-bola panjang yang memaksimalkan pergerakan tanpa bola dan kecepatan tiga pemain depan, yakni Witan Sulaeman, Rafael Struick, dan Marselino Ferdinan. Gaya permainan itu lebih diterapkan untuk lepas dari high-pressing lawan.
”Kami akan berusaha untuk tidak memberikan ruang yang bisa dieksploitasi pemain-pemain Indonesia. Kami akan menjaga kekompakan untuk mengisi tiap jengkal ruang di lapangan,” ucap Hwang.
Bek tengah dan kapten Korsel, Byun Jun-soo, menyebut Indonesia adalah tim yang terorganisasi dengan baik. Selain itu, pemain-pemain Indonesia sangat cepat dan tampil amat agresif.
”Mereka mendapatkan banyak momentum (menyerang) di tiga laga penyisihan. Mereka bermain dengan level tinggi,” tutur Byun yang bertekad menjaga rekor nirbobol Korsel ketika jumpa Indonesia.
Meski Korsel memiliki pertahanan kokoh, Indonesia masih memiliki harapan untuk mengancam gawang ”Pasukan Taegeuk”. Cara itu bisa meniru gaya China yang menerapkan pressing ketika pemain Korsel memulai serangan dari lini belakang. Di sisi lain, China juga bisa menembus pertahanan Korsel dengan umpan satu-dua di sisi sayap.
Dalam tiga laga babak penyisihan, China adalah tim paling banyak mengoleksi tembakan tepat sasaran ke gawang Korsel dengan lima tembakan. Jumlah itu lebih baik daripada Jepang yang mencatatkan dua tembakan mengarah ke gawang.
Catatan itu menunjukkan pemain Indonesia harus lebih efektif untuk memanfaatkan peluang. Setidaknya cara menaklukkan Australia dengan skor 1-0 dari satu-satunya tembakan mengarah ke gawang perlu diduplikasi.
Wahyu Tanoto, legenda tim nasional Indonesia, menyebut Garuda Muda memiliki keunggulan kecepatan dibandingkan pemain Korsel. Itu, kata Wahyu, membuat Indonesia memiliki kans lebih besar jika bisa memaksimalkan kecepatan, terutama pemain-pemain sayap, untuk membongkar pertahanan Korsel.
”Dari laga melawan Jordania, pemain-pemain kita mampu tampil dengan serangan cepat yang membuat lawan sulit mengimbangi. Ini yang harus dimanfaatkan. Selain itu, Indonesia juga harus lebih dominan memenangi duel-duel di magic square atau sepertiga tengah lapangan demi meningkatkan kesempatan kreasi peluang,” kata Wahyu yang membela Indonesia kontra Korsel pada babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 1986, 21 Juli 1985.
Bola mati
Kedua pelatih juga patut memikirkan cara untuk meredam ancaman dari bola mati tiap-tiap tim. Korsel telah mencetak dua gol melalui peluang sepak pojok, sedangkan Indonesia juga telah mengemas satu gol lewat tendangan sudut serta satu gol lagi melalui lemparan jarak jauh mustajab bek sayap kiri Pratama Arhan.
Indonesia wajib mewaspadai ”menara” milik Korsel yang memiliki tinggi lebih dari 1,85 meter. Selain Lee yang menjadi pemain tertinggi Korsel dengan 1,92 m, Korsel juga memiliki Kim Min-woo, yang mencetak gol tunggal melawan Jepang, dengan tinggi 1,85 m. Ada pula Byun (1,9 m), An Jae-jun (1,85 m), serta Lee Kang-hee (1,88 m). Ketika bermain, lima pemain itu selalu berada di kotak penalti lawan pada situasi bola mati.
”Korsel memiliki pemain berpostur tinggi dan kekuatan fisik yang bagus. Kami harus bisa meredam kelebihan fisik mereka,” kata Shin.
Adapun pola Indonesia menghadapi sepak pojok dan lemparan jarak jauh Arhan umumnya bola diarahkan kepada Muhammad Ferrari (1,81 m) atau Justin Hubner (1,87 m). Tak hanya keduanya, Komang Teguh (1,77 m) juga menjadi opsi bagi target umpan bola mati.
Jika memperhatikan postur pemain-pemain Korsel, tentu sulit bagi ketiganya memenangi duel langsung ketika bola mengarah ke mereka. Peluang Indonesia dalam situasi bola mati justru besar tercipta ketika memenangi duel second ball. Skema itu telah ditunjukkan Indonesia ketika Komang mencetak gol tunggal ke gawang Australia.
Selain bola pendek dan apik memanfaatkan bola mati, Indonesia dan Korsel juga memiliki kesamaan lainnya, yaitu memusatkan serangan dari sisi sayap. Permainan di sisi lapangan lebih difokuskan untuk membuka ruang dengan ketangkasan dribel, lalu baru melepaskan umpan silang, baik mendatar maupun melambung, ke kotak penalti lawan.
”Saya melihat pemain-pemain bek sayap kita tampil disiplin meredam serangan lawan dari sisi sayap pada laga babak penyisihan. Itu harus dipertahankan karena Indonesia harus mampu meredam serangan Korsel agar tidak bisa mengirimkan bola ke kotak penalti,” tutur Wahyu.
Meski memiliki tradisi dan sejarah lebih baik di Piala Asia U-23 2024, harapan Indonesia untuk menyingkirkan Korsel dan memutus rekor mereka tampil di Olimpiade sejak Seoul 1988 tetap ada. Shin bisa menjadi ”faktor x” yang bisa membantu Garuda Muda menerkam Pasukan Taegeuk.
Selain itu, skuad Korsel pun tidak semewah ketika mereka meraih medali emas Asia Games 2022, Oktober 2023. Saat itu, Hwang memiliki pemain-pemain penting, seperti Lee Kang-in dan Jeong Woo-yeong, yang rutin membela tim senior Korsel. Lee Young-jun, yang berstatus pemain Korsel U-20 di Piala Dunia U-20 2023, adalah pemain terbaik di skuad Korsel U-23 saat ini.