Separuh Lebih Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik
›
Separuh Lebih Caleg Muda...
Iklan
Separuh Lebih Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik
Jumlah caleg terpilih muda RI di bawah rata-rata global. Selain itu, persentasenya juga tak mewakili populasi penduduk.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, ANTONIUS PONCO ANGGORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan sebanyak 50 dari 87 calon anggota DPR usia muda yang berpeluang besar lolos terasosiasi dengan dinasti politik. Hal ini merupakan dampak dari mahalnya biaya politik dan keunggulan yang dimiliki calon anggota legislatif petahana. Selain itu, caleg muda terpilih yang rendah juga tak representatif dengan populasi nasional.
Merujuk data Inter-Parliamentary Union (IPU) 2023, jumlah anggota DPR yang berusia 40 tahun sebesar 18,8 persen, sedangkan calon anggota legislatif (caleg) terpilih dalam Pemilu 2024 Indonesia hanya 15 persen (87 orang). Adapun anggota legislatif muda merupakan orang yang berusia 40 tahun ke bawah saat dilantik sebagai anggota DPR.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari penelusuran CSIS yang dirilis di Jakarta, Rabu (24/4/2024), angka 15 persen total anggota parlemen muda Indonesia menjadi yang terendah sejak Pemilu 1999. Padahal, anak muda sempat menjamur sebagai anggota DPR saat Pemilu 2009 dengan perolehan 23,2 persen kursi.
Jika ditilik lebih jauh, sebanyak 50 dari 87 anggota DPR yang berusia di bawah 40 tahun memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat politik yang dikategorikan CSIS sebagai dinasti politik. Artinya, anak muda yang maju dan menang dalam Pemilihan Legislatif 2024 tak terlepas dari latar belakang hubungan anak, adik, kakak, istri, suami, keponakan, dan lainnya dari pejabat politik.
Sebanyak 50 dari 87 anggota DPR yang berusia di bawah 40 tahun memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat politik yang dikategorikan CSIS sebagai dinasti politik.
Konversi raihan suara
Sebagai catatan, jumlah calon yang berpeluang besar terpilih itu disusun dari konversi raihan suara ke kursi DPR berbasiskan metode Sainte Lague, sesuai amanat Undang-Undang Pemilu. Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejauh ini belum menetapkan calon anggota DPR terpilih karena masih menanti tuntasnya proses sengketa hasil Pemilu Legislatif 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Menurut Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes, fenomena dinasti politik dari anak muda yang maju dan menang dalam Pemilu Legislatif 2024 tak terlepas dari mahalnya biaya politik nasional. Caleg-caleg petahana juga berupaya mempertahankan karier politiknya yang telah dibangun sejak lama sehingga keterpilihan anak muda menjadi lebih rendah.
”Teman-teman caleg umumnya mulai karier politik tak instan. Bertarung di DPR ini tak mudah, apalagi angka keterpilihan petahana meningkat. Kemudian, anak-anak muda juga bertarung dengan yang punya privilesetinggi,” tuturnya.
Tak representatif
Rendahnya persentase anak muda dalam parlemen, kata Arya, tak representatif dengan populasi penduduk nasional. Pasalnya, sebanyak 53-55 persen atau 107 juta-108 juta pemilih merupakan penduduk usia 40 tahun ke bawah.
”Angka anak muda di parlemen ini tak representatif dengan populasi nasional. Misalnya, setengah dari penduduk berusia 40 tahun ke bawah, sementara wakilnya di DPR hanya 15 persen. Ini tentu tak mewakili aspirasi yang dibawa,” jelasnya.
Anak-anak muda juga bertarung dengan yang punya privilese tinggi.
Karena itu, lanjut Arya, elite-elite politik perlu mendorong terciptanya politik yang setara bagi semua, khususnya angka keterwakilan politisi muda, perempuan, dan yang berasal dari kalangan orang biasa.
Evaluasi sistem pemilu dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dan representasi politik antara wakil rakyat dan konstituen. Ini bisa dilakukan dengan penerapan kuota bagi pencalonan legislatif dan kepengurusan partai politik bagi yang berusia di bawah 40 tahun.
”Sistem pemilu perlu memastikan agar keseimbangan dan kesetaraan politik di antara kelompok-kelompok masyarakat sehingga anggota DPR yang terpilih, paling tidak, mendekati karakter populasi,” tambahnya.
Strategi khusus
Bagi caleg terpilih muda, misalnya Kawendra Lukistian dari Partai Gerindra di daerah pemilihan Jawa Timur IV, dibutuhkan strategi khusus untuk bisa lolos ke parlemen. Ia meniti karier politiknya dengan bergabung ke tim pemenangan sejak 2009 dan terus aktif di belakang layar.
Bagi kader Gerindra, politisi bukan hanya melihat kesempatan dan mengambil kesempatan, melainkan membuat kesempatan. Itu mengapa senior sering memberikan tugas dan kesempatan bagi kami.
Pemilu 2024 merupakan kali pertama Kawendra mencalonkan diri. Sebelum jadi caleg, ia terlebih dahulu membangun koneksi atau mentor politik dan kedekatan dengan elite Gerindra, salah satunya Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
”Bagi kader Gerindra, politisi bukan hanya melihat kesempatan dan mengambil kesempatan, melainkan membuat kesempatan. Itu mengapa senior sering memberikan tugas dan kesempatan bagi kami,” katanya.
Mirip seperti Kawendra, caleg terpilih dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari dapil Jawa Barat VI, M Kholid, merintis karier politiknya dengan menjadi tenaga ahli anggota DPR. Ia sempat berganti-ganti komisi hingga masuk dalam lingkaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS.
Sementara itu, caleg terpilih dari Partai Golkar dapil Jawa Timur V, Ahmad Irawan, memulai karier politiknya lewat Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Ia juga sempat menjadi caleg saat Pemilu 2019, tetapi gagal. Setelah itu, ia mengumpulkan modal pribadi untuk memenangi kontestasi.