Kasus dugaan suap di Basarnas yang diduga melibatkan personel TNI harus ditindaklanjuti secara profesional oleh KPK dan POM TNI. Jangan sampai kasus korupsi tersebut berhenti begitu saja.
JAKARTA, KOMPAS – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengambil tanggung jawab atas polemik yang timbul setelah penetapan personel TNI dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas. Di sisi lain, kasus yang diduga melibatkan perwira TNI itu harus dipastikan benar-benar dituntaskan.
Menurut mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Jumat (28/7/2023), setiap kasus di KPK adalah tanggung jawab pimpinan KPK. Mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi harus mendapat otorisasi dan persetujuan pimpinan.
Ia berharap kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi ini ditindaklanjuti oleh KPK dan Polisi Militer (POM) TNI agar tak terjadi penghentian kasus seperti perkara korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017 pada zaman kepemimpinannya. Padahal, pihak swasta dalam kasus itu sudah dipenjara.
Laode berharap KPK dan TNI dapat menemukan jalan terbaik sesuai dengan pilihan-pilihan hukum yang tersedia.
Ia berpendapat, kasus Basarnas sebaiknya dilaksanakan secara koneksitas, seperti diatur Pasal 89 KUHAP agar pihak KPK dan TNI bisa bekerja sama dengan baik dalam melakukan penyidikan dan penuntutan kasus ini. ”Jangan sampai kasus Kepala Basarnas ini mengalami hal yang sama dengan kasus helikopter jika diserahkan sepenuhnya kepada POM TNI,” kata Laode.
Polemik
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Jumat (28/7), di Gedung Merah Putih KPK menyampaikan maaf atas penetapan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto dan Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi, bersama tiga pihak swasta, sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas. KPK menduga Henri bersama dan melalui Afri menerima Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor proyek dalam kurun waktu 2021-2023 (Kompas, 27/7/2023).
Johanis menyampaikan permohonan maaf dalam jumpa pers bersama Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko. Hadir pula Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono dan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro.
Johanis mengatakan, semestinya KPK memahami penanganan perkara dugaan korupsi yang melibatkan anggota TNI dilakukan oleh POM TNI. ”Ada kekeliruan, kekhilafan, dari tim kami yang melakukan penangkapan. Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI agar dapat disampaikan kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan jajaran TNI. Atas kekhilafan ini, kami mohon dimaafkan,” ujarnya.
Malam harinya, Direktur Penyidikan sekaligus Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mundur. Berdasarkan informasi dari sumber Kompas, Asep menuturkan, sehubungan polemik tangkap tangan di Basarnas dan hasil pertemuan dengan POM TNI dengan kesimpulan dalam OTT dan penetapan tersangka, penyidik melakukan kekhilafan, ia bertanggung jawab sebagai Direktur Penyidikan dan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan.
Asep mengatakan, ia mengajukan pengunduran diri karena hal tersebut menjadi bukti ia tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan. Surat resmi akan disampaikan Senin. Ia menekankan, apa yang ia dan penyelidik, penyidik, serta penuntut lakukan dalam rangka penegakan hukum memberantas korupsi.
Kompas berupaya mengonfirmasi informasi itu kepada Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Nurul Ghufron, tetapi tak direspons. Pesan kepada Asep pun belum direspons.
Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha mengatakan, tindakan Asep Guntur Rahayu yang mengundurkan diri karena pimpinan menyalahkan penyelidik sebagai tindakan yang sangat terhormat. Pimpinan KPK, menurut dia, seharusnya malu atas tindakan yang dilakukan dengan terkesan lepas tangan.
”Penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan pimpinan KPK, bukan kewenangan penyelidik atau penyidik KPK,” kata mantan penyidik KPK tersebut.
Menurut Praswad, Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang KPK menekankan, segala tindakan yang dilakukan oleh tim KPK adalah atas perintah pimpinan KPK. Ia menegaskan, pimpinan KPK harus bertanggung jawab karena mereka merupakan pihak yang bertanggung jawab dan mengendalikan seluruh perkara yang ada di KPK.
Dalam jumpa pers, Johanis Tanak memastikan kasus itu tetap dilanjutkan secara koneksitas antara KPK dan Polisi Militer TNI atau secara langsung ditangani POM TNI. Ia berharap komunikasi dan koordinasi antarinstitusi dapat berjalan baik agar dapat maksimal dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Marsekal Muda Agung Handoko menuturkan, perkara dugaan korupsi yang melibatkan prajurit TNI telah membuat kecewa Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Karena itu, prajurit TNI yang terlibat kasus pidana bakal ditindak tegas. Panglima TNI berkomitmen menegakkan hukum, khususnya dalam kasus korupsi.
Saat ditanya mengenai status Henri dan Afri apakah telah menjadi tersangka, Agung menuturkan, seusai bertemu pimpinan KPK, proses di POM TNI baru dilakukan penyidikan kasus dugaan suap di Basarnas. Keduanya belum ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik POM TNI. ”Dalam proses penyelesaian untuk prajurit TNI yang terlibat permasalahan ini, kita dari penyidik di lingkungan TNI akan melaksanakan dengan transparan,” ujar Agung.
Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, mendorong penyidik POM TNI segera menetapkan status tersangka kepada Henri dan Afri. Ia meyakini, KPK menyerahkan bukti-bukti terkait kasus dugaan suap di Basarnas kepada penyidik POM TNI sehingga dapat dikeluarkan perintah penahanan dan dibentuknya tim penyidik koneksitas.
Mantan hakim agung Gayus Lumbuun menilai, hingga saat ini TNI masih menggunakan hukum acara pidana militer, selain hukum acara pidana. Saat ini, TNI masih berada di bawah peradilan militer.
Mengacu pada UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer, penyidikan tindak pidana yang dilakukan prajurit dijalankan oleh penyidik militer, sementara penuntutan dilakukan oditur. Di sisi lain, Gayus menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan perkara tersebut.