Kredit Perbankan Dapat Tetap Tumbuh 10-12 Persen

Kredit perbankan telah mencapai target 10-12 persen, yakni sebesar 12,4 persen secara tahunan.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Ilustrasi. Warga menjemur padi di hamparan sawah di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (10/10/2021).

SAMOSIR, KOMPAS — Industri perbankan diharapkan tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan kredit 10-12 persen pada 2024. Hal ini mengingat likuiditas akan semakin melimpah seiring dengan penerapan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial atau KLM terhadap sektor-sektor yang memiliki daya ungkit bagi pertumbuhan ekonomi.

Kepala Grup Sektor Keuangan Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Nugroho Joko Prastowo mengatakan, fundamental ekonomi perekonomian Indonesia masih tetap terjaga di tengah tantangan ketidakpastian global. Kondisi tersebut, antara lain, ditopang oleh ketahanan sistem keuangan, pertumbuhan kredit, serta pembiayaan inklusif dan berkelanjutan yang tetap terjaga.

Pada Maret 2024, penyaluran kredit perbankan telah memenuhi target pertumbuhan 10-12 persen, yakni 12,4 persen secara tahunan. Kontribusi pertumbuhan kredit ini terutama berasal dari sektor pengangkutan, perdagangan, industri, listrik, gas, dan air, serta sektor konsumsi.

”Pertumbuhan kredit jangan sampai turun kembali karena nanti pada Juni 2024 akan ada tambahan likuiditas,” katanya dalam acara pelatihan jurnalis di Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, Senin (29/4/2024).

KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO

Ekonom BCA David Sumual memberikan keterangan kepada awak media dalam Pelatihan Jurnalistik yang diadakan oleh Bank Indonesia, Minggu (28/4/2024).

Tambahan likuiditas tersebut, kata Joko, berasal dari perluasan serta peningkatan KLM pada sejumlah sektor pendukung program pemerintah dan memiliki daya ungkit terhadap perekonomian. Besaran insentif likuiditas yang akan diterima oleh perbankan maksimal sebesar 4 persen dari giro wajib minimum (GWM).

Setiap bank wajib menyimpan dana masyarakat yang dihimpunnya di BI sebagai GWM sebesar 9 persen. Melalui KLM, bank akan memperoleh kelonggaran penyimpanan dananya maksimal 4 persen sehingga GWM yang wajib disetorkan oleh bank menjadi 5 persen.

Kewajiban bank (GWM) bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit dan tidak hanya berdampak sekali, tetapi juga akan ada multiplier effect (efek berganda). Inilah jamu manisnya bagi pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, KLM tersebut meliputi sektor hilirisasi, perumahan, pariwisata, pembiayaan inklusif, pembiayaan ultra mikro, dan pembiayaan hijau. Adapun perluasan sektor KLM akan mencakup sektor otomotif, perdagangan, listrik, gas, dan air, serta jasa sosial.

”Insentif penurunan kewajiban bank (GWM) ini bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit dan tidak hanya berdampak sekali, tetapi juga akan ada multiplier effect (efek berganda). Inilah jamu manisnya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi,” ujar Joko.

Sejak diberlakukan Oktober 2024 hingga Maret 2024, nilai insentif yang telah diberikan melalui KLM tersebut sebesar Rp 165 triliun. Setelah KLM dengan penambahan sektor berlaku pada Juni 2024, total likuiditas dari KLM pada akhir tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp 280 triliun.

Joko menegaskan, likuiditas industri perbankan hingga saat ini masih tetap terjaga tecermin dari rasio alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) 27,18 persen. Hal ini menggambarkan likuiditas perbankan cukup berlimpah sehingga memungkinkan bagi ruang pertumbuhan kredit.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit akan terus tumbuh seiring kinerja positif korporasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, penawaran kredit pun turut terjaga ditunjukkan oleh terjaganya apetite dan likuiditas industri perbankan.

Baca juga: Suku Bunga BI Naik, Penyaluran Kredit Bank Berisiko Melambat

Tumbuh dua digit

Beberapa waktu terakhir, sejumlah bank telah melaporkan kinerja triwulan I-2024 dengan rata-rata pertumbuhan kredit dua digit. Bank-bank tersebut, antara lain, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Nixon LP Napitupulu (tengah) bersama jajaran direksi dalam konferensi pers Paparan Kinerja BTN 2023, di Jakarta, Senin (12/2/2024).

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, penyaluran kredit BTN pada kuartal I-2024 telah menembus Rp 344,2 triliun atau tumbuh 14,8 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini ditopang oleh kredit dan pembiayaan perumahan, serta kredit bermargin tinggi (high-yield loans) yang cukup diminati masyarakat.

Dari total kredit yang disalurkan, sektor perumahan masih penyumbang utama dengan porsi sekitar 85 persen dari seluruh kredit dan pembiayaan yang disalurkan BTN. Selama kuartal I-2024, total kredit perumahan mencapai Rp 292,7 triliun atau tumbuh 10,7 persen secara tahunan.

”Strategi kami membidik lebih banyak penyaluran KPR (kredit pemilikan rumah) nonsubsidi ke segmen menengah ke atas sudah mulai menunjukkan hasil. Untuk KPR dengan ticket size di atas Rp 750 juta, pertumbuhannya mencapai 176,6 persen secara tahunan pada kuartal I-2024 dengan total penyaluran Rp 1,05 triliun,” kata Nixon dalam konferensi pers paparan kinerja BTN triwulan I-2024 di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Kita pastikan likuiditas terjaga, tetapi bukan berarti mengerem kredit. Kita harus pastikan pertumbuhan kredit double digit.

Dalam kesempatan berbeda, BRI melaporkan pertumbuhan kredit sebesar 10,89 persen secara tahunan menjadi Rp 1.308,65 triliun pada Maret 2024. Dari jumlah tersebut, sebesar 83,25 persen di antaranya merupakan kredit segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Secara rinci, kredit segmen mikro tercatat tumbuh 10,51 persen secara tahunan menjadi Rp 622,61 triliun dan segmen konsumer tumbuh 11,62 persen secara tahunan menjadi Rp 193,96 triliun. Sementara itu, segmen kecil dan menengah tumbuh 8,06 persen secara tahunan menjadi Rp 272,85 triliun serta segmen korporasi tumbuh 15,10 persen secara tahunan menjadi Rp 219,24 triliun.

”Kondisi ekonomi nasional saat ini memiliki daya tahan terhadap stabilitas ekonomi global. BRI berkomitmen untuk mendukung program-program pemerintah yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” kata Direktur Utama BRI Sunarso dalam paparan kinerja.

TANGKAPAN LAYAR

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menejelaskan perkembangan sektor perbankan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Maret 2024, secara daring, Selasa (2/4/2024).

Ia menambahkan, BRI tetap akan menjaga rasio likuiditas pada level memadai di tengah ketatnya likuiditas perbankan akibat era suku bunga tinggi. Hal ini tecermin dari loan to deposit ratio (LDR) per akhir Maret 2024 sebesar 83,28 persen.

Oleh sebab itu, BRI berkomitmen untuk mengoptimalkan ruang likuiditas yang tersedia untuk menyalurkan kredit. ”Kita pastikan likuiditas terjaga, tetapi bukan berarti mengerem kredit. Kita harus pastikan pertumbuhan kredit double digit,” imbuh Sunarso.

Sementara itu, penyaluran kredit oleh BCA pada kuartal I-2024 tercatat tumbuh 17,1 persen secara tahunan menjadi Rp 835,7 triliun. Hal ini tidak lepas dari optimisme konsumsi masyarakat terutama selama momentum Ramadhan dan Idul Fitri.

Baca juga: Kebijakan Suku Bunga Berdampak Terbatas pada Sektor Properti

Secara rinci, kredit korporasi tumbuh 22,1 persen secara tahunan menjadi Rp 389,2 triliun dan kredit komersial tumbuh 9,3 persen secara tahunan menjadi Rp 125,2 triliun. Di sisi lain, kinerja kredit usaha kecil menengah tumbuh 13,5 persen menjadi Rp 110,4 triliun dan kredit konsumer tumbuh 14,9 persen secara tahunan menjadi Rp 201,6 triliun.

”Kami optimistis dapat menjaga pertumbuhan kinerja hingga akhir tahun ini, sejalan dengan positifnya prospek perekonomian nasional,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja.