Pelaku Pasar Modal Antisipasi Kebijakan Moneter BI
Pelaku pasar modal mewaspadai kebijakan moneter BI sebagai upaya mengendalikan pelemahan rupiah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku pasar modal mewaspadai kebijakan moneter Bank Indonesia, pekan ini. Kebijakan untuk mengendalikan tekanan pelemahan rupiah terhadap dollar AS diperkirakan berujung pada opsi mempertahankan atau menaikkan suku bunga.
Bank Indonesia dijadwalkan melaksanakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan pada Rabu (24/4/2024) mendatang. Hasil dari rapat yang dinantikan adalah kebijakan terkait perkembangan moneter terakhir yang menghadapi banyak tekanan, salah satunya pelemahan rupiah terhadap dollar AS.
Hingga Jumat (19/4/2024), pekan lalu, rupiah melemah 2,66 persen secara bulanan hingga Rp 16.276 dollar AS. Nilai tukar rupiah yang menembus Rp 16.000 itu terjadi seusai memanasnya konflik Timur Tengah antara Israel dan Iran dan membaiknya kinerja keuangan AS yang membuat dollar menguat.
Rupiah kini masih tertahan di atas Rp 16.000 meski fluktuasi mulai melandai. Senin (22/4/2024), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat, kurs rupiah di level Rp 16.224, menguat dibanding harga penutupan perdagangan pada akhir pekan lalu di Rp 16.280.
Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus dalam laporan analisisnya menilai, situasi ini membuat BI harus menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin guna menstabilkan mata uang rupiah yang tembus melampaui Rp 16.200.
”Diprediksi akan ada dua kali kenaikan di kuartal kedua tahun ini untuk meredam penguatan dollar AS,” kata Angga.
Prediksi ini diperkuat dengan pernyataan Ketua The Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, minggu lalu, yang menyebutkan penuruan suku bunga masih akan lebih lama dari antisipasi sebelumnya, pascarangkaian rilis data inflasi AS yang tercatat tetap tinggi, yakni di atas 3 persen. Sementara penurunan suku bunga bisa terjadi jika inflasi sudah mendekati sasaran di 2 persen. Perkembangan ini pun, menurut dia, perlu diperhatikan pasar dari data acuan inflasi dari Indeks Harga Personal Consumption Expenditure (PCE) AS yang akan keluar pekan ini.
Seiring dengan potensi kebijakan tersebut, investor pasar modal disarankan untuk menghindari saham-saham yang akan terbebani suku bunga. Salah satu saham yang akan terdampak negatif adalah saham di bidang telekomunikasi.
Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) Liza Camelia Suryanata, yang membaca prediksi sejumlah lembaga keuangan asing, juga menangkap bahwa bank sentral AS kemungkinan menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi mereka. Ini menjadi prediksi terburuk dibandingkan dengan ramalan mundurnya rencana penurunan suku bunga ke September 2024 serta berkurangnya frekuensi penurunan suku bunga AS dari empat kali menjadi hanya tiga kali hingga akhir tahun ini.
”UBS market strategist sampai harus memprediksikan bahwa The Fed mungkin malah perlu menaikkan suku bunga sampai 6,5 persen di tahun depan jika pertumbuhan ekonomi AS dan inflasi tetap tidak terbendung,” ucapnya.
Meski bukan satu-satunya faktor eksternal yang memperburuk pasar keuangan dan pasar modal, pelemahan rupiah ikut diserap sebagai sentimen negatif bagi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak pekan kemarin.
Diprediksi akan ada dua kali kenaikan di kuartal kedua tahun ini untuk meredam penguatan dollar AS.
Sepanjang pekan lalu hingga Jumat (19/4/2024), IHSG tumbuh negatif hingga minus 2,74 persen ke level 7.087. Anjloknya IHSG hingga ke level terendah di empat bulan pertama 2024 itu, antara lain, terjadi karena investor mulai beralih ke produk investasi yang lebih konservatif seperti obligasi negara yang memberi imbal hasil lebih baik.
”Imbal hasil obligasi negara Indonesia tenor 10 tahun telah melesat ke level 7 persen lagi, titik tertinggi dalam hampir 6 bulan,” kata Liza.
Pada awal pekan ini, IHSG pun masih berada di bawah 7.100 dengan posisi 7.073 hingga penutupan perdagangan Senin (22/4/2024). Posisi ini relatif membaik setelah IHSG sempat menyentuh titik terendah di 7.026 pada perdagangan sesi pertama.
Beberapa sentimen dalam negeri dinilai berpengaruh pada pergerakan IHSG hari ini, antara lain agenda pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan presiden (pilpres) 2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan rilis data neraca perdagangan Maret 2024.
Sore hari ini, MK memutuskan untuk menolak seluruh tuntutan perselisihan hasil Pilpres 2024, yang dimenangi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang diajukan oleh pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Alasannya, permohonan tidak beralasan menurut hukum.
Adapun data neraca perdagangan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan surplus 4,47 miliar dollar AS pada Maret 2024. Capaian ini meningkat sekitar 3,64 miliar dollar AS dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 0,83 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia kali ini yang mencatatkan surplus 47 bulan berturut-turut melampaui ekspektasi pasar.
Surplus ini disumbang kenaikan nilai ekspor Indonesia sebesar 22,43 miliar dollar AS atau 16,40 persen dibandingkan pada Februari 2024. Sementara itu, nilai impor pada Maret 2024 mencapai 17,96 miliar dollar AS atau turun 2,60 persen secara bulanan.