RI butuh tambahan impor 2,15 juta sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu reguler dan program Minum Susu Gratis.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Minum Susu Gratis akan menyebabkan kebutuhan susu nasional melonjak drastis. Untuk memenuhi kebutuhan itu, Kementerian Pertanian merencanakan mengimpor 2,15 juta sapi perah dari Australia, Selandia Baru, Brasil, dan Amerika Serikat.
Minum Susu Gratis merupakan program Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pasangan calon presiden dan wakil presiden peraih suara terbanyak Pemilu 2024. Program tersebut menyasar 82,9 juta orang, meliputi pelajar, santri, dan ibu hamil. Total kebutuhan susu selama setahun sekitar 4,1 juta ton.
Kehadiran program itu menyebabkan rerata kebutuhan susu tahunan bertambah dari 4,6 juta ton menjadi 8,7 juta ton. Dengan rerata produksi susu tahunan sebanyak 0,9 juta ton, Indonesia akan mengalami defisit susu sebanyak 7,8 juta ton per tahun atau setara 2 juta sapi perah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Makmun, Rabu (17/4/2024), mengatakan, dalam tujuh tahun terakhir, 2017-2023, kebutuhan susu nasional meningkat rata-rata 6 persen per tahun. Sementara, produksinya hanya 1 persen per tahun.
Ini menunjukkan kebutuhan dan produksi susu nasional selalu tidak imbang sehingga Indonesia harus mengimpor susu setiap tahun.
Guna memenuhi kebutuhan nasional yang terus meningkat sekaligus program Minum Susu Gratis, Kementan telah merencanakan program Peningkatan Produksi Susu Nasional (PPSN). Salah satunya dengan menambah populasi sapi perah, baik melalui impor maupun inseminasi buatan.
”Setidaknya Indonesia memerlukan tambahan impor 2,15 juta sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu reguler maupun program Minum Susu Gratis. Anggaran yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp 90 triliun,” ujarnya dalam webinar ”Kawal Produksi Susu Menuju Kemandirian Pangan dan Protein” yang digelar Sinar Tani di Jakarta.
Makmun menjelaskan, di luar kebutuhan regular, program Minum Susu Gratis bagi 24 juta siswa sekolah dasar (SD) membutuhkan 1,18 juta ton susu segar. Untuk memenuhinya, dibutuhkan sekitar 300.000 sapi perah impor dengan anggaran senilai Rp 13,5 triliun.
Sementara program Minum Susu Gratis bagi 82,9 juta pelajar (termasuk siswa SD), santri, dan ibu hamil, membutuhkan 4,1 juta ton susu segar. Untuk memenuhinya, dibutuhkan sekitar 1,1 juta sapi perah impor dengan anggaran senilai Rp 49,5 triliun.
Pemerintah, lanjut Makmun, akan mengimpor sapi-sapi perah itu dari Australia, Selandia Baru, Brasil, dan Amerika Serikat. Paling banyak nanti akan berasal dari Brasil karena iklimnya sama dengan Indonesia, yakni tropis.
”Tentu saja hal itu akan diikuti dengan penyesuaian regulasi dan peningkatan pengawasan penyakit mulut dan kuku (PMK), termasuk memperkuat vaksinasi sapi di dalam negeri,” katanya.
Merujuk data program PPSN, Indonesia berencana mengimpor sapi perah tropis dari Brasil sebanyak 1,5 juta ekor. Selain itu, Indonesia juga akan mengimpor sapi perah dari Amerika Serikat sebanyak 500.000 ekor, Australia 100.000 ekor, dan Selandia Baru 50.000 ekor.
Kendati begitu, Makmun menambahkan, pemerintah membuka peluang investasi sekaligus kemitraan budidaya sapi perah. Hal itu melibatkan importir, peternakan besar, peternakan kecil, bahkan petani.
Dalam forum yang sama, Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi menyambut baik program PPSN itu. Selain dapat meningkatkan ketahanan pangan dan protein nasional, program tersebut juga dapat menumbuhkan investasi hulu-hilir industri sapi, termasuk pemberdayaan petani-petani kecil.
Namun, ia meminta agar pemerintah tetap mewaspadai penyebaran PMK di Indonesia. Akibat PMK, populasi sapi yang dikelola rakyat berkurang sebanyak 12.637 ekor menjadi 226.829 ekor.
Hal itu menyebabkan jumlah peternak sapi rakyat berkurang sebanyak 2.231 peternak menjadi 73.563 peternak. Produksi susu segar juga tinggal 1,39 juta ton atau telah berkurang sekitar 30 persen.
”Sampai sekarang, dampaknya masih terasa dan peternak sapi perah belum sepenuhnya pulih dari dampak tersebut,” kata Dedi.
Dedi menambahkan, sejak PMK merebak kembali di Indonesia, pemerintah memang telah menyediakan vaksin yang mencukupi. Para peternak sapi rakyat juga semakin rutin memvaksinasi sapi setiap enam bulan sekali.
Untuk itu, ketersediaan vaksin perlu terus dijaga keberlanjutannya. Sembari itu, tindakan pencegahan masuknya PMK dari luar negeri ke Indonesia juga perlu ditingkatkan di tengah upaya meningkatkan produksi susu sapi nasional.
Dalam 32 tahun terakhir, Indonesia telah menyandang status bebas PMK. Namun, sejak 28 April 2022, PMK kembali mewabah di Indonesia. Waktu itu, sebanyak 402 sapi potong di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dilaporkan terjangkit PMK.
Kasus itu kemudian menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia. Pemerintah berhasil menekan penyebarannya melalui vaksinasi. Namun, pada Februari 2024, kasus PMK kembali merebak di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Kabupaten Pasuruan mencatat, dalam tujuh hari, 14-20 Februari 2024, terdapat 145 kasus PMK. Dari jumlah itu, 31 sapi mengalami kematian.