Antisipasi Iran-Israel, Pemerintah Akan Evaluasi Ulang Anggaran Subsidi
Pemerintah berencana menyesuaikan anggaran subsidi energi. Namun, harga BBM dijamin tidak naik sampai Juni 2024.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Konflik Iran-Israel berpotensi merambat pada kenaikan harga minyak dunia yang bisa mengerek harga bahan bakar minyak atau BBM di dalam negeri. Untuk mengantisipasi risiko itu, pemerintah bersiap-siap mengevaluasi ulang anggaran subsidi di APBN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini pemerintah terus memantau situasi pergerakan harga minyak dunia yang berpotensi naik akibat terganggunya jalur Selat Hormuz pascaserangan Iran ke Israel, Minggu (14/4/2024).
Keberadaan Selat Hormuz sangat krusial sebagai jalur distribusi minyak. Ancaman penutupan selat tersebut akibat serangan Iran berpotensi mengganggu jalur distribusi serta mendongkrak ongkos logistik dan harga minyak dunia.
Sebagai net importir minyak, Indonesia sangat rentan terhadap pergerakan harga minyak dunia. Saat ini, total anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mencapai Rp 244,18 triliun. Per Maret 2024, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah di atas asumsi APBN 2024, yaitu 83,79 dollar AS per barel. Adapun asumsi ICP di APBN adalah 82 dollar AS per barel.
”Kita berharap deeskalasi karena the world cannot afford another war. Namun, kita tetap harus bersiap untuk berbagai shock. Kita sekarang dihadapkan dengan berbagai tantangan, terutama terkait subsidi. Nah, ini kita harus kalibrasi lagi anggaran yang digunakan,” tutur Airlangga dalam konferensi pers seusai Halalbihalal di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Airlangga tidak mempertegas arah penyesuaian anggaran subsidi energi yang dimaksud. Namun, ia menjamin, untuk saat ini sampai Juni mendatang harga BBM tidak akan naik.
”Sampai bulan Juni tidak naik, itu sudah statement pemerintah. Terkait kenaikan subsidi, kita tentu harus monitor dulu harga minyak berapa. Kita terus lakukan exercise dan menjaga agar resource yang kita punya bisa dimanfaatkan,” katanya.
Hal-hal ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama dalam 1-2 bulan ke depan karena ini jadi kunci di tahun terakhir pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Airlangga mengatakan, pemerintah akan memantau perkembangan situasi selama 1-2 bulan ke depan. Harapannya, tidak terjadi eskalasi konflik sehingga harga minyak dunia bisa melandai. Namun, untuk berjaga-jaga, pemerintah telah menghitung skenario terburuk.
”Biasanya dalam situasi seperti perang Ukraina dan Gaza sebelumnya, kalau terjadi deeskalasi, tidak terlalu berpengaruh. Tetapi, kalau (konflik kali ini) bisa berpengaruh, karena Selat Hormuz ini sangat penting untuk logistik, terutama BBM,” ungkapnya.
Meski sudah menyiapkan berbagai skenario, pemerintah tidak ingin gegabah dan akan berhati-hati mengeluarkan kebijakan. ”Untuk sekarang kita monitor situasi dulu. Kita tidak mau overreacting. Kita lihat Israel dan Iran saja belum mengambil keputusan (melakukan serangan balasan)," ujar Airlangga.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membuat simulasi terkait potensi terburuk jika harga ICP menyentuh 100-110 dollar AS per barel, atau jauh di atas ICP Maret 2024 sebesar 83,79 dollar AS per barel dan jauh di atas asumsi APBN 2024 sebesar 82 dollar AS per barel.
Hitungan Kementerian ESDM, jika harga ICP naik menjadi 100 dollar AS per barel, dengan kurs Rp 15.900 per dollar AS, total subsidi serta kompensasi BBM dan elpiji akan naik dari Rp 244,18 triliun (sesuai asumsi APBN 2024) menjadi Rp 356,14 triliun. Sementara jika ICP menyentuh 110 dollar AS per barel, kenaikannya bisa menjadi Rp 404,21 triliun.
Antisipasi tiga hal
Ada tiga risiko ekonomi yang diantisipasi pemerintah sebagai dampak dari gejolak geopolitik dan ekonomi global saat ini. Pertama, tingkat suku bunga dunia yang bisa berdampak pada suku bunga Surat Berharga Negara (SBN). Kedua, harga minyak dunia. Ketiga, ongkos logistik.
Terkait tingkat suku bunga dunia, ada potensi kenaikan suku bunga dalam waktu lebih lama (higher for longer). Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, belum menunjukkan tanda-tanda akan memangkas tingkat suku bunganya karena kondisi perekonomian AS yang belum sesuai harapan.
Kebijakan pengetatan moneter itu berpotensi mendorong terjadinya aliran modal keluar dari Indonesia (capital outflow) yang bisa semakin melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Per 16 April 2024, berdasarkan data Jisdor, kurs rupiah sudah mencapai Rp 16.176 per dollar AS.
”Hal-hal ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama dalam 1-2 bulan ke depan, karena ini jadi kunci di tahun terakhir pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Kita harus bekerja lebih keras karena dunia juga sedang tidak baik-baik saja,” ucap Airlangga.
Ia meyakinkan investor untuk tetap tenang. Secara umum, fundamental ekonomi Indonesia masih dalam posisi stabil. Pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga di atas 5 persen, neraca perdagangan masih mencatat surplus, demikian pula cadangan devisa masih tercatat kuat.
”Di pasar keuangan kita melihat dollar index mengalami penguatan terhadap berbagai negara. Namun, posisi kita relatif lebih baik dibandingkan negara ASEAN lain karena fundamental ekonomi kita yang relatif baik,” ujarnya.
Ekonom senior dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu mengatakan, apabila terjadi eskalasi konflik di Timur Tengah, harga minyak pasti akan meningkat. Bahkan, sebelum serangan Iran ke Israel pun, harga minyak sudah sempat naik akibat mengantisipasi serangan Iran.
”Sekarang dengan kejadian sudah ada serangan, diperkirakan memang harga minyak akan naik. Apalagi jika sampai AS memberikan sanksi untuk minyak dari Iran dan terjadi gangguan dari rute jalur minyak di Selat Hormuz,” kata Mari.
Kondisi itu pun akan berdampak pada kapasitas fiskal negara. ”Kalau harga naik, tentu subsidi BBM juga akan naik. Kecuali harga BBM-nya yang mau dinaikkan. Ini jadi dilema kembali mengenai subsidi BBM,” ujarnya.