Awas, Inflasi Pangan Bisa Gerus Daya Ungkit Lebaran bagi Pertumbuhan Ekonomi!
Perputaran uang selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024 diperkirakan mencapai Rp 157,3 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah mobilitas manusia pada Lebaran 2024 yang diproyeksikan meningkat dibandingkan dengan tahun lalu memberikan optimisme terhadap perekonomian Indonesia yang sedang melambat. Situasi ini diharapkan mendongkrak daya beli masyarakat. Tantangannya terletak pada inflasi pangan yang bisa menggerusnya.
Kementerian Perhubungan memperkirakan mobilitas manusia pada Lebaran 2024 mencapai 193,6 juta orang atau 71,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini naik dari 123,8 juta orang pada 2023.
Kriteria pergerakan dalam hal ini dibatasi pada perjalanan antarkota dalam provinsi dan perjalanan antarkota antarprovinsi. Masyarakat yang melakukan pergerakan di dalam satu kota atau satu kabupaten saja tidak digolongkan sebagai mobilitas Lebaran.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan Lebaran kali ini akan memicu perputaran uang hingga senilai Rp 157,3 triliun.
Animo masyarakat untuk melakukan perjalanan, terutama mudik, terus naik setelah dicabutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada akhir 2022. Pada 2022, survei kementerian sama mendapat data, momen Lebaran menggerakkan 85 juta orang untuk mudik.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan Lebaran kali ini akan memicu perputaran uang hingga senilai Rp 157,3 triliun. Ini lebih besar daripada Lebaran 2023 sebesar Rp 92,3 triliun dan Lebaran 2022 sebesar Rp 28 triliun hingga Rp 42 triliun.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang saat dihubungi Kompas menjelaskan, proyeksi nilai perputaran uang itu didapat dari data proyeksi jumlah pemudik yang diperkirakan mewakili 48,4 juta keluarga dengan rata-rata empat anggota. Setiap keluarga diasumsikan secara moderat membawa uang Rp 3.250.000.
”Jadi, uang itu yang mereka bawa ke kampung halaman, yang dibelanjakan dalam perjalanan selama mudik, kemudian untuk berkunjung ke tempat wisata, kulineran, sewa hotel, atau makan di restoran dan kafe, hingga beli oleh-oleh khas daerah. Itu yang mereka akan habiskan berbagi pada keluarga,” kata Sarman, Jumat (5/4/2024).
Baca juga: Heboh Pajak THR dan Uang yang ”Kembali” di Akhir Tahun
Perputaran uang ini, menurut Sarman, akan menyebar di seluruh pelosok Tanah Air, terutama daerah yang menjadi tujuan utama mudik, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Banten, dan Jabodetabek yang menjadi lokasi pergerakan 62 persen jumlah penduduk Indonesia. Sisanya, uang akan menyebar di Sumatera, Kalimantan, Bali dan NTB, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Papua.
Selain dari pemudik, beberapa daerah juga akan mendapatkan perputaran uang tambahan dari kiriman pekerja migran Indonesia di luar negeri atau remitansi. Remitansi selama Ramadhan dan Lebaran 2024 diperkirakan juga tumbuh 25-30 persen. Tahun ini diperkirakan uang sebanyak Rp 1,5 triliun dari 274.965 pekerja migran akan masuk ke banyak daerah.
Kontribusi positif
Proyeksi perputaran uang tersebut diharapkan akan memberi kontribusi positif bagi perekonomian di daerah. Sejauh ini, Sarman yang juga menjabat Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menilai ekonomi di desa masih terjaga. Konsentrasi perekonomian masih didominasi Sumatera dan Jawa.
”Perekonomian di daerah masih dalam posisi normal. Apalagi di daerah pertanian, perkebunan, kelautan, pada umumnya mereka tidak begitu berpengaruh masalah pasokan pangan walaupun ada daerah yang bergantung pada daerah lain. Pemerintah selalu memonitor inflasi di daerah agar harga-harga barang pokok terjangkau dan sesuai daya beli masyarakat,” ujarnya.
Proyeksi perputaran uang tersebut diharapkan akan memberi kontribusi positif bagi perekonomian di daerah.
Guna memaksimalkan efek mobilitas penduduk pada Lebaran terhadap pertumbuhan ekonomi, Sarman mengingatkan semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan pelaku usaha, agar membuat suasana libur Lebaran kondusif. Targetnya, daya beli pemudik bergairah.
”Harapan kita ke pemerintah daerah adalah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada pelaku usaha di daerah masing-masing supaya tidak menaikkan harga barang konsumsi sampai retribusi untuk wisata. Setiap pelaku usaha dan pedagang juga perlu menyambut pemudik dengan layanan yang nyaman dan berkesan sehingga pemudik tidak ragu membelanjakan uang mereka,” katanya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang dihubungi secara terpisah menjelaskan, sejalan dengan adanya mudik, perputaran uang di daerah akan cenderung lebih cepat. Aktivitas transaksi perdagangan barang dan jasa akan meningkat di beberapa sektor ekonomi yang berpotensi memiliki dampak positif. Sektor yang dimaksud seperti perdagangan, jasa penyediaan akomodasi dan makanan-minuman, serta transportasi.
”Hitungan kami secara umum, dampak Ramadhan dan Lebaran ke ekonomi adalah dapat mendorong pertumbuhan sebesar 0,14-0,25 persen poin. Jadi, kami masih lihat pada triwulan I-2024, ekonomi Indonesia cukup berpeluang untuk tumbuh di kisaran 5-5,1 persen,” kata Josua.
Selain mobilitas penduduk, faktor lain yang diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi 2024 adalah meningkatnya belanja pemerintah, Ini terutama terkait bantuan sosial dan pelaksanaan pemilu. Sampai dengan Maret 2024, belanja negara naik 18,1 persen secara tahunan.
Di sisi lain, inflasi yang cenderung meningkat karena kenaikan harga pangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024. Kenaikan inflasi dapat menggerus daya beli masyarakat.
Josua melihat tantangan ekonomi pada periode Ramadhan adalah pengendalian inflasi pangan di tengah gangguan ketersediaan karena fenomena El Nino, cuaca ekstrem, dan terganggunya jalur distribusi. Di sisi lain, permintaan meningkat secara musiman.
”Faktor THR (tunjangan hari raya), bonus, serta kenaikan gaji dapat menahan penurunan daya beli akibat inflasi, terutama bagi golongan masyarakat ekonomi menengah,” ujarnya.
Baca juga: Melambat Seusai Pandemi, Investasi Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah Baru
Selain insentif tersebut, Josua meminta pemerintah mulai mendesain kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah dan segera dapat menurunkan inflasi pangan. ”Jika tidak, kemungkinan momentum Ramadhan dan Lebaran di mana tidak hanya primer, tetapi juga konsumsi sekunder dan tersier akan naik, bisa menjadi terganggu karena faktor inflasi pangan,” pungkas Josua.