PT Vale Indonesia Tbk Segera Jalani Tahap Penuntasan Divestasi April-Juli
Sebagai perusahaan induk pertambangan BUMN, Mind.id ke depan seharusnya dapat menyinergikan PTVI dengan BUMN-BUMN lain.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Vale Indonesia Tbk akan melalui sejumlah tahapan strategis terkait penuntasan divestasi saham selama April-Juli 2024. Dimulai antara lain dengan rapat umum pemegang saham luar biasa pada 19 April, tahapan akan berlanjut ke penawaran umum terbatas untuk saham pada 21-27 Juni sampai akhirnya divestasi ditargetkan tuntas pada Juli.
”Proses divestasi ini ditargetkan selesai pada Juli 2024, dengan beberapa milestone (tahapan penting). Pada 19 April 2024 akan dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa, kemudian 5 Juni 2024 adanya konfirmasi right issue oleh Otoritas Jasa Keuangan, lalu 21-27 Juni 2024 periode right issue, dan 1 Juli 2024 penjatahan atau allotment distribusi saham,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Kesepakatan divestasi PT Vale Indonesia Tbk (PTVI) berlangsung di Jakarta, Senin (26/2/2024). Lewat kesepakatan ini, Mind Id menguasai 34 persen saham atau terbesar. Sisanya dipegang oleh Vale Canada Limited sebesar 33,88 persen, Sumitomo Metal Mining sebesar 11,48 persen, dan publik sebesar 20 persen.
Prasyarat
Bagian dari kesepakatan itu ialah pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk menggantikan Kontrak Karya (KK) PTVI yang akan berakhir pada 2025. Menurut Arifin, IUPK akan terbit lebih dulu sebelum terjadi transaksi divestasi saham.
Hal ini menjadi bagian dalam conditional sales an purchase agreement yang mengikat antara Mind Id dan PTVI. Tahap ini sekaligus menjadi persetujuan anti trust dari beberapa negara untuk melihat keseriusan pemerintah dalam penerbitan IUPK PTVI.
Selain itu, jika tidak dilakukan penerbitan IUPK, akan sulit mendapat persetujuan OJK . Sebab, persoalan itu akan dianggap sebagai ketidakpastian tinggi.
IUPK akan terbit lebih dulu sebelum terjadi transaksi divestasi saham.
”(IUPK) Sudah di-issue ke Kementeiran Investasi karena izin lewat satu pintu. Kami mengurus mengenai masalah teknis pertambangan KK menjadi IUPK. Juga dimasukkan klausul kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilakan PT Vale, antara lain investasi,” kata Arifin.
Sementara dalam hal perubahan susunan komisaris dan direktur, Arifin melanjutkan, Mind Id akan memiliki hak untuk menominasikan komisaris utama, dua orang komisiaris lain, presiden direktur (CEO), dan direktur sumber daya manusia.
Sementara Vale Canada (VCL) akan memiliki hak untuk menominasikan wakil komisaris utama, dua komisaris lain, direktur operasi (COO), dan direktur terkait keberlanjutan. Adapun Sumitomo akan memiliki hak untuk menominasikan satu komisaris.
Perlu pemetaan
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar, dihubungi Kamis (4/4/2024), mengatakan, secara teknis, sumber daya manusia Indonesia sudah mampu mengelola atau mengoperasikan PTVI. Ini salah satunya karena secara teknis tingkat kesulitan pertambangan nikel Vale tidak terlalu tinggi. Beda misalnya dengan pertambangan tembaga.
”Indonesia memiliki kemampuan. Pertama karena Vale sudah beroperasi cukup lama di Indonesia. Kedua, operasi penambangannya tidak begitu rumit. Namun, dalam investasi tertentu, dalam hal pembiayaan, Indonesia membutuhkan kemitraan dan dukungan berbagai pihak. Dalam program hilirisasi, tentu akan dibutuhkan investasi besar dan teknologi yang terus berkembang,” kata Bisman.
Sebagai perusahaan induk pertambangan BUMN, Bisman menambahkan, Mind Id ke depan harus dapat menyinergikan PTVI dengan perusahaan-perusahaan tambang BUMN lain, seperti PT Antam Tbk. Dengan demikian, apa yang diharapkan dalam program hilirisasi dapat dilaksanakan lebih optimal.
Indonesia juga perlu melakukan pemetaan terkait prospek PTVI, termasuk dari aspek keekonomian. ”Misalnya, untuk menjadi pemegang saham mayoritas dan pengendali mutlak ke depan. Namun, harus juga dihitung secara keekonomian, tidak asal divestasi. Sebab, membeli saham ini tidak gratis dan ada risiko bisnis. Bisa untung, bisa juga rugi,” katanya.
Perkembangan bisnis nikel di masa datang juga perlu menjadi perhatian. ”Publik juga sudah paham, (komoditas) nikel saat ini sudah tak sehebat tahun-tahun sebelumnya. Itu perlu jadi pertimbangan. Saat ini kan, divestasi disebut bagus karena menjadi milik Indonesia. Tapi dalam melakukan itu kan harus bayar, lalu nantinya ada untung dan rugi,” kata Bisman.
Komisi VII kecewa
Dalam rapat dengar pendapat di parlemen, sejumlah anggota Komisi VII DPR menyoroti pemerintah yang hanya menguasai 34 persen saham PTVI, bukan 51 persen untuk menjadi pengendali mutlak. Kekayaan sumber daya alam milik negara harus dikuasai oleh negara.
”Semangat itu yang terbangun di Komisi VII, tetapi tidak dibawa keluar. Ini kekecewaan anggota komisi,” kata anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Nasril Bahar.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Sartono, berpendapat, Indonesia sejatinya harus bersikeras memperoleh saham lebih besar di PTVI. Alasannya, penguasaan 51 persen saham merupakan perintah undang-undang.
Karena 51 persen saham yang utuh itu perintah undang-undang. Selain itu, perlu juga dibuka 20 persen sahamgo publicitu dimiliki siapa saja.
”Selain itu, perlu juga dibuka 20 persen saham go public itu dimiliki siapa saja. Disampaikan kepada publik,” katanya. Karena 51 persen saham yang utuh itu perintah undang-undang. Selain itu, perlu juga dibuka 20 persen saham go public itu dimiliki siapa saja. Disampaikan kepada publik,” katanya.
Mengenai perdebatan tentang Pemerintah Indonesia yang hanya menguasai 34 persen saham PTVI, bukan 51 persen, Bisman menuturkan, saham publik memang tidak bisa diklaim sebagai saham Pemerintah Indonesia. Namun, dengan dapat menominasikan CEO dalam perubahan susunan direksi PTVI, Mind Id seharusnya juga dapat membuat keputusan-keputusan strategis.
”Dalam praktiknya, tentu saja harus didasarkan pada anggaran dasar perusahaan. Namun, posisi Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik (dengan bisa membuat keputusan-keputusan strategis). Tapi saat ada hal-hal penting tertentu, pasti harus dengan rapat umum pemegang saham, yang mana dalam pengambilan keputusan, pasti suara terbanyak yang akan menang,” kata Bisman.