Hati-hati, Penipuan Keuangan Marak Terjadi Selama Ramadhan
Berbagai modus penipuan itu mulai dari iming-iming penghasilan tetap dengan mengerjakan tugas hingga ”money game”.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah kasus penipuan terkait aktivitas keuangan ilegal cenderung meningkat selama Ramadhan. Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang memperoleh tunjangan hari raya atau THR, perkembangan teknologi, serta belum meratanya tingkat literasi masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, pengaduan terkait aktivitas keuangan ilegal selama Maret 2024 mencapai 1.914 pengaduan. Jumlah ini naik dibandingkan dengan Februari 2024 yang sebanyak 1.530 pengaduan.
”Secara umum, penipuan selama Ramadhan meningkat karena (para pelaku) memanfaatkan peluang adanya peningkatan pendapatan masyarakat, seperti mendapat THR, bonus, dan sebagainya. Pada saat seperti ini, terbuka potensi masyarakat menjadi lengah dan kurang berhati-hati dalam menggunakan dananya. Apalagi dengan iming-iming imbal hasil yang sangat besar,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Sebelumnya, Friderica memaparkan berbagai modus penipuan yang marak terjadi selama Ramadhan berdasarkan aduan masyarakat. Modus-modus tersebut antara lain penawaran investasi melalui aplikasi periklanan yang menawarkan imbal hasil tetap dengan mengerjakan tugas-tugas tertentu.
Kemudian, promosi yang menawarkan keuntungan tertentu apabila peserta mampu mengundang anggota lain untuk bergabung (member get member). Selanjutnya, penawaran investasi berimbal hasil tetap dengan menggunakan logo serta nama perusahaan berizin atau impersonifikasi, terutama melalui media sosial, seperti Telegram. Selain itu, ada pula penawaran investasi berimbal hasil tetap dengan menyetorkan uang sejumlah tertentu (money game).
”Supaya tidak masuk skema penipuan tersebut, selalu ingat prinsip 2L, yakni legal dan logis. Pastikan legalitasnya, bisa dengan menghubungi 157. Kemudian logis, artinya kalau ditawari sesuatu yang berlebihan bagusnya, atau to good to be true, harus berhati-hati,” ujar Friderica dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Maret 2024 secara daring, Selasa (2/4/2024).
Menurut Friderica atau yang akrab dipanggil Kiky, perkembangan teknologi digital turut memudahkan pelaku menawarkan skema penipuan melalui platform media sosial, seperti Instagram, Telegram, dan Facebook. Salah satu bentuk penipuan (smishing) yang kerap dilakukan adalah menyusupkan malware atau program berbahaya yang dapat mencuri data pribadi, merusak data, bahkan mengambil alih perangkat korban, ke dalam pesan.
Kalau ditawari sesuatu yang berlebihan bagusnya, atau to good to be true, harus berhati-hati.
Di sisi lain, belum meratanya tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat turut menjadi faktor lain yang menyebabkan kasus penipuan marak terjadi. Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2022 menunjukkan, indeks literasi tercatat 49,68 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan 85,10 persen.
Berdasarkan wilayahnya, terdapat ketimpangan tingkat literasi antara masyarakat perkotaan dan perdesaan, yakni 50,52 persen untuk wilayah perkotaan dibandingkan dengan 48,43 persen untuk wilayah perdesaan. Sementara itu, indeks literasi digital nasional pada 2022 tercatat 3,54 poin atau tergolong sedang.
”Penipu sering kali menggunakan isu faktual untuk mendorong masyarakat mengunduh malware tersebut, antara lain undangan pernikahan atau undangan sebagai pemilih di pemilu. Oleh karena itu, masyarakat terus berhati-hati akan penipuan digital yang marak terjadi,” tutur Kiky.
Oleh sebab itu, OJK terus berupaya menggencarkan berbagai kegiatan edukasi kepada masyarakat guna meminimalkan terjadinya kasus penipuan terkait aktivitas keuangan ilegal. Sejak awal tahun hingga 28 Maret 2024, OJK telah melaksanakan 336 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 47.829 peserta secara nasional.
Adapun OJK bersama dengan seluruh anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) terus berupaya memberantas berbagai entitas keuangan ilegal. Selama awal tahun sampai 28 Maret 2024, Satgas PASTI telah menghentikan 2.601 entitas ilegal, meliputi 42 investasi ilegal dan 2.559 pinjaman daring ilegal.
Secara terpisah, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies Nailul Huda menegaskan, perlindungan data pribadi menjadi hal yang paling utama. Hal ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku penipuan yang mengincar korban melalui pengiriman pesan, baik pesan singkat (SMS) maupun pesan langsung di media sosial (instant messaging).
”Banyak yang terjebak oleh kiriman iklan tersebut dan klik tautannya, kemudian tergabung dalam grup Telegram. Nah, kita harus menghambat dari hulu penyebarannya dengan perlindungan data pribadi. Informasi mengenai nomor handphone, nama, dan sebagainya harus dilindungi dari orang yang tidak bertanggung jawab yang menjual data kita,” ungkapnya saat dihubungi.
Kedua, lanjut Nailul, melacak transaksi keuangan dengan sinkronisasi data telekomunikasi dan data keuangan. Data tersebut, antara lain, meliputi daftar pemilik rekening perbankan dan dompet digital milik pelaku penipuan. Dengan metode tersebut, kiranya aliran dana dapat dihambat untuk sementara waktu, sekaligus untuk mengetahui siapa aktor di balik penipuan tersebut.
Menurut Nailul, upaya pencegahan dan keamanan digital masyarakat merupakan tanggung jawab semua pihak, mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, OJK, kepolisian, Bank Indonesia, hingga pemerintah daerah. Terlebih, hal itu juga menjadi tanggung jawab Satgas Waspada Investasi (SWI) atau kini dikenal dengan Satgas PASTI.