Heboh Pajak THR dan Uang yang ”Kembali” di Akhir Tahun
Kelebihan pembayaran pajak yang bakal dikembalikan di akhir tahun memberi angin segar sekaligus kekhawatiran baru.
Perubahan sistem yang berlangsung cepat dan tiba-tiba pasti membuat heboh. Itulah yang belakangan ini dirasakan kalangan pekerja ketika menerima slip gaji dan tunjangan hari raya di bulan Maret. Rasa bahagia menyambut penghasilan yang naik berkali-kali lipat langsung buyar saat melihat potongan pajak penghasilan (PPh 21) ternyata ikut membengkak.
Sebenarnya, potongan pajak yang lebih besar di bulan THR itu bukan hal baru. Selama ini, pembayaran THR memang selalu diiringi dengan potongan PPh 21 yang lebih besar daripada bulan-bulan biasanya. Hal yang wajar, karena total penghasilan yang diterima pekerja memang lebih tinggi.
Namun, dengan adanya skema baru penghitungan dan pemungutan PPh 21 alias skema Tarif Efektif Rata-rata (TER), pajak yang dipotong saat pekerja menerima THR menjadi lebih besar dari sebelumnya. Perbedaannya pun cukup signifikan.
Sebagai contoh, sebelum skema TER berlaku, seseorang dengan gaji Rp 10 juta per bulan biasanya dipotong pajak Rp 1,13 juta saat menerima THR yang besarannya satu kali gaji. Kini, dengan skema TER, potongan pajaknya saat mendapat THR ”membengkak” jadi Rp 1,8 juta.
Perubahan skema penghitungan dan pemungutan pajak ini memang terkesan cepat dan tiba-tiba. Skema TER mulai berlaku 1 Januari 2024, sementara regulasi dasar yang menjadi acuan penerapannya baru terbit pada 29 Desember 2023.
Artinya, hanya ada jeda beberapa hari sebelum regulasi itu diimplementasikan secara nasional. Tidak cukup waktu untuk sosialisasi besar-besaran ke perusahaan selaku pemotong pajak ataupun kepada pekerja yang dipotong pajak. Tidak heran kalau banyak yang terkejut.
Kebetulan pula, THR tahun ini masuk di bulan Maret, bertepatan dengan tenggat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pekerja sedang getol-getolnya menaruh perhatian pada urusan pajak. Keluhan, protes, dan cacian pun berseliweran di media sosial.
Baca juga: Pajak Bengkak karena THR, Pemberi Kerja Wajib Kembalikan ”Lebih Bayar” ke Karyawan
Akan dikembalikan
Menanggapi keluhan warga, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan kalau besaran potongan PPh 21 terhadap pekerja jumlahnya masih tetap sama dengan yang dulu. Besarannya hanya berubah secara bulanan, tetapi jika ditotal, skema TER tidak mengubah pajak penghasilan yang harus dibayarkan seseorang dalam satu tahun pajak.
Bahkan, menurut simulasi DJP, potongan PPh 21 yang lebih besar di awal-tengah tahun akibat adanya THR, bonus, dan uang lembur itu berpotensi menyebabkan ”lebih bayar pajak” di akhir tahun pada Desember 2024. Lebih bayar terjadi ketika jumlah pajak yang sudah dibayarkan ternyata lebih besar daripada pajak terutang yang semestinya.
Kelebihan pembayaran pajak itu tentu akan dikembalikan ke wajib pajak. Biasanya, proses pengembalian pajak (restitusi) itu diajukan secara langsung ke DJP saat mengisi laporan SPT dengan status ”lebih bayar”. Dalam beberapa kasus, wajib pajak pun perlu melalui serangkaian pemeriksaan sebelum kelebihan pajaknya dikembalikan.
Namun, DJP menjamin, pekerja yang mengalami lebih bayar akibat penerapan skema TER tidak perlu mengajukan restitusi dan diperiksa untuk mendapat pengembalian pajak. Lebih bayar mereka otomatis akan dikembalikan oleh perusahaan di akhir tahun bersamaan dengan gaji Desember atau selambat-lambatnya pada bulan Januari.
Meski sekarang potongannya besar, nanti saat Desember gaji pekerja bisa jadi utuh, tidak dipotong pajak, bahkan harus ditambah karena ada kelebihan bayar.
Perusahaan juga tidak perlu khawatir seolah-olah ada biaya besar yang harus ditutupi di akhir tahun. Sebab, biaya kelebihan bayar pajak itu bisa dimintakan ke kantor pajak melalui restitusi saat perusahaan melaporkan SPT Masa PPh 21, paling lambat tanggal 20 setiap bulan.
”Jadi, meski sekarang potongannya besar, nanti saat Desember gaji si pekerja bisa jadi utuh, tidak dipotong pajak, bahkan harus ditambah karena ada kelebihan bayar. SPT pekerja itu sendiri statusnya tetap ‘nihil’ karena kelebihan itu akan langsung dikembalikan oleh perusahaan,” kata Direktur Peraturan Perpajakan DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, Senin (1/4/2024), di Jakarta.
Apa jaminannya?
Sekilas, peluang pengembalian uang pajak di akhir tahun itu memberi angin segar. Namun, kekhawatiran lain muncul karena itu berarti pekerja harus berhadapan langsung dengan pihak manajemen perusahaan untuk menagih hak pengembalian pajaknya.
Muncul pula keraguan, apakah perusahaan pasti amanah dan beritikad baik mengembalikan uang itu ke pekerja? Bagaimana jika tidak? Apakah ini tidak malah menambah potensi konflik antara pekerja dan perusahaan?
Baca juga: Formula Baru Tarif PPh 21 Tidak Menambah Beban Pajak Pekerja
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, Rabu (3/4/2024), mengatakan, skema baru TER dalam PPh 21 itu berpotensi menambah birokrasi baru bagi pekerja dan perusahaan. Apalagi, belum semua manajemen perusahaan dan pekerja mendapat sosialisasi soal prosedur pengembalian kelebihan pajak itu.
”Proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh perusahaan ini harus dimulai dengan edukasi yang kuat, supaya perusahaan dan pekerja benar-benar paham. Sekarang ini masih banyak perusahaan dan pekerja yang belum tahu soal aturan baru PPh 21 ini,” kata Timboel.
Ia berharap sosialisasi dan edukasi terkait ketentuan baru ini digencarkan kepada pihak perusahaan dan pekerja agar tidak membuka potensi konflik baru ke depan. Pekerja perlu tahu hak-haknya, sementara perusahaan perlu tahu bahwa mereka tidak akan merugi jika mesti mengembalikan kelebihan pembayaran pajak ke karyawannya.
Kerja sama antara Kemenkeu dengan Kementerian Ketenagakerjaan juga dibutuhkan untuk memastikan perusahaan menjalankan kewajibannya untuk mengembalikan kelebihan pajak karyawan.
Perlu ada ruang pengaduan bagi pekerja bila perusahaannya ternyata tidak mau membayarkan kembali kelebihan pajak.
Menurut dia, urusan pengembalian lebih bayar pajak ini tidak bisa hanya diserahkan kepada pekerja versus perusahaan. Pemerintah tetap perlu memberi pendampingan dan intervensi.
”Perusahaan harus terbuka dan jujur soal masalah kelebihan pembayaran pajak ini ke pekerja. Perlu ada juga ruang pengaduan bagi pekerja yang ingin mengadu bila perusahaannya ternyata tidak mau membayarkan kembali kelebihan pajak itu,” ujarnya.
Peneliti pajak di Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan, untuk menghindari potensi perusahaan tidak patuh mengembalikan kelebihan pajak, ada dua hal yang bisa dibenahi.
Pertama, karyawan harus jeli memonitor besaran pajak yang disetor perusahaan dengan pajak terutang melalui aktif meminta bukti potong PPh 21 ke perusahaan. Kedua, DJP dapat menambah format kolom penjelasan di formulir Bukti Pemotongan PPh 21 Bulanan (Formulir 1721-VIII).
Dengan demikian, ketika karyawan mengalami lebih bayar, secara otomatis di aplikasi e-Bupot akan muncul kalimat di kolom penjelasan formulir bukti pemotongan mengenai hak pengembalian pajak yang harus ia terima dan berapa detail besarannya.
“Harus ada penjelasan bahwa angka lebih bayar yang tercantum pada form bukti pemotongan adalah hak yang harus diterima karyawan dari perusahaan. Dengan fitur itu, karyawan secara mudah memahami bahwa mereka memiliki hak atas lebih bayar PPh 21 di masa pajak terakhir," kata Fajry.