Penjualan Mobil dan Motor Lesu, Industri Komponen Otomotif Ikut Kendur
Industri komponen adalah hulu industri otomotif yang kinerjanya bergantung pada kinerja penjualan industri hilirnya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjualan mobil dan motor dalam dua bulan pertama tahun ini yang menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu turut membuat industri komponen otomotif ikut lesu. Berbagai upaya dilakukan industri ini, mulai dari mendorong penjualan barang purnajual sampai melakukan langkah efisiensi.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada Januari-Februari 2024, total produksi mobil mencapai 204.921 unit, menurun 20 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 256.158 unit.
Penurunan juga tercatat di industri sepeda motor. Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), produksi sepeda motor dua bulan pertama tahun ini mencapai 1,22 juta unit, menurun 4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdani Dzulkarnaen Salim mengatakan, permintaan akan mobil dan motor tahun ini menurun sehingga membuat produksinya juga ikut turun. Dampaknya, kinerja produksi dan penjualan industri komponen otomotif pun ikut lesu.
”Penjualan otomotif yang cenderung turun dibandingkan dengan tahun lalu tentunya berdampak pada industri komponen,” ujar Hamdani yang dihubungi pada Senin (1/4/2024).
Ia menjelaskan, penurunan yang dirasakan tiap perusahaan komponen berbeda-beda. Sebab, ada perusahaan komponen otomotif yang memasok ke pabrikan roda dua saja atau roda empat saja, tetapi juga ada yang memasok ke keduanya sekaligus. Selain itu, juga tergantung bagaimana kinerja pabrikan mobil atau motor tersebut, apakah mengalami penurunan yang besar atau tidak.
Menghadapi penurunan ini, perusahaan komponen otomotif mencoba menambah pemasukannya dari penjualan pada pasar purnajual atau aftermarket. Misalkan konsumen perlu mengganti baru rem motor atau mobilnya, maka mereka bisa membeli barang komponen otomotif itu di pada pasar aftermarket atau setelah kendaraan itu dibeli konsumen. Adapun barang-barang aftermarket , antara lain rem, peredam kejut, dan baterai atau aki.
Hanya saja, lanjut Hamdani, memang tidak semua komponen otomotif bisa masuk pasar aftermarket. Biasanya hanya barang-barang yang laku cepat karena permintaannya tinggi saja(fast moving goods) yang bisa menjadi pasar aftermarket. Selain itu, tidak semua industri komponen otomotif memiliki kemampuan memproduksi barang aftermarket.
Hamdani menambahkan, mencoba pasar ekspor pun belum bisa jadi solusi pasti. Sebab, permintaan ekspor juga masih lesu. Selain itu, untuk menembus pasar ekspor juga perlu waktu untuk membangun jaringan dan pasar di negara tujuan.
Merespons penurunan kinerja, Hamdani mengatakan, perusahaan komponen otomotif mengencangkan sabuk dengan terus melakukan efisiensi produksi. Hanya saja, dia enggan merinci lebih detail, seperti apa upaya efisiensi yang dilakukan industri ini.
”Dalam situasi ini, pasti kita melakukan efisiensi dan cost reduction program,” ujarnya.
Pihaknya berharap perekonomian bisa segera terus membaik sehingga permintaan mobil dan motor bisa kembali pulih sehingga industri komponen juga bisa kembali bertumbuh.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) Rosalina Faried mengatakan, industri komponen ini merupakan hulu industri otomotif yang kinerjanya juga bergantung pada kinerja penjualan industri hilirnya. Maka, menurunnya penjualan kendaraan di bagian hilir juga memengaruhi kinerja di hulunya.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita mengatakan, pihaknya terus mendorong pengembangan komponen kendaraan listrik. Salah satu strateginya adalah mendorong pelaku industri kecil dan menengah (IKM) agar berperan mengisi potensi pasar kendaraan listrik, termasuk kendaraan beroda dua.
Dalam situasi ini, pasti kita melakukan efisiensi dan ’cost reduction’program.
Pemerintah gencar memacu pengembangan kendaraan listrik seiring tren global dalam penggunaan energi ramah lingkungan atau pengurangan gas emisi karbon. Tekad ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan.
”Regulasi tersebut menjadi peluang dan tantangan bagi IKM alat angkut, termasuk IKM knalpot, untuk dapat melakukan diversifikasi produk ke arah motor listrik. Oleh karena itu, kami telah melakukan pembinaan pada IKM alat angkut agar dapat masuk ke dalam ekosistem KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai,” ujarnya.
Namun, Reni menjelaskan, Ditjen IKMA tetap aktif membina industri kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil untuk bisa lebih berdaya saing.
”Walaupun kami telah memulai pengembangan motor listrik, kami tidak akan meninggalkan industri kendaraan bermotor konvensional dengan bahan bakar fosil,” ucapnya.
Salah satu upayanya adalah melakukan pembinaan kepada IKM knalpot aftermarket atau knalpot yang diproduksi bukan oleh buatan pabrikan kendaraan asli. Hingga saat ini, para IKM tersebut masih menghadapi tantangan untuk dapat masuk dalam ekosistem KBLBB, utamanya di sisi kompetensi SDM dan kualitas produknya.