Menanti Swasembada Energi ala Prabowo-Gibran
Kemandirian energi masuk dalam delapan misi Prabowo-Gibran atau Asta Cita. Gas bumi akan didorong dalam transisi.
Kemandirian energi menjadi salah satu jargon yang didengungkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024. Tercakup di dalamnya ialah peningkatan penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) yang diharapkan dapat menekan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Seiring itu juga memasifkan penggunaan gas dalam transisi energi.
Kemandirian energi masuk dalam delapan misi Prabowo-Gibran atau Asta Cita, tepatnya pada misi nomor 2, yakni memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Kemudian, diturunkan kembali dalam program prioritas Prabowo-Gibran.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam dokumen Visi, Misi, dan Program Prabowo-Gibran, ada delapan poin dalam program kerja swasembada energi. Program-program itu ialah percepatan transisi energi, mengembalikan tata kelola migas dan pertambangan nasional, memperbaiki skema insentif untuk mendorong aktivitas cadangan sumber energi baru, dan merevisi tata aturan yang menghambat investasi energi terbarukan.
Di samping itu, mendirikan kilang minyak bumi, pabrik etanol, serta infrastruktur gas, dan memperluas konversi BBM ke gas dan listrik untuk kendaraan bermotor. Juga menjamin ketersediaan energi untuk mendukung kawasan ekonomi khusus dan merevitalisasi serta membangun sebagian besar hutan rusak untuk dimanfaatkan menjadi lahan pengembangan bioetanol.
Baca juga: “Mimpi” Mendorong Ekonomi Mandiri, Prabowo-Gibran Pacu Tiga Mesin Pertumbuhan
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, mengatakan, dalam sejumlah kesempatan Prabowo menyampaikan transisi energi ialah bagian dari program kemandirian energi. Ke depan, penggunaan BBM dikurangi dengan meningkatkan peran biofuel. Program campuran biodiesel 35 persen (minyak sawit mentah) dengan solar (B35) bakal dilanjutkan.
”(Penggunaan biodiesel) itu mengurangi impor BBM hingga 13 persen. Selain itu, juga (BBN) dengan menggunakan bahan lainnya, seperti singkong dan (tetes) tebu, akan kami kembangkan lebih lanjut. Selain akan memproduksi BBM ramah lingkungan, juga akan mengurangi ketergantungan BBM yang kita impor,” kata Eddy saat dihubungi Minggu (24/3/2024).
Di samping penggunaan bahan bakar transportasi, lanjut Eddy, pihaknya juga akan mengakselerasi sumber-sumber energi terbarukan yang ada di Indonesia. Mulai dari energi surya yang berpotensi dimasifkan, hingga angin, air, dan panas bumi. Menurut Eddy, seiring ditingkatkannya pemanfaatan energi terbarukan, kebutuhan energi fosil bakal berkurang.
Selain itu, pengembangan kendaraan listrik juga akan diteruskan Prabowo-Gibran. ”Pak Prabowo menyampaikan akan melakukan elektrifikasi kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua. Akan ada dorongan agar kita bisa memperluas ekosistem untuk kendaraan listrik sehingga secara bertahap akan beralih (dari BBM ke listrik),” tutur Eddy.
Prabowo-Gibran akan menggunakan gas sebagai energi transisi yang bakal mendukung kebutuhan industri dalam hilirisasi.
Tak dimungkiri, program hilirisasi hingga industrialisasi akan membutuhkan energi dalam jumlah besar. Sementara itu, kata Eddy, dalam membangun pembangkit listrik energi terbarukan yang dapat diandalkan bisa mencapai 6-8 tahun. Jauh lebih panjang ketimbang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara, misalnya, yang membutuhkan waktu sekitar dua tahun saja.
Oleh karena itu, Prabowo-Gibran akan menggunakan gas sebagai energi transisi yang bakal mendukung kebutuhan industri dalam hilirisasi. Kendati masih merupakan energi fosil, emisi yang dihasilkan gas lebih rendah ketimbang batubara dan minyak bumi. Energi antara tersebut, kata Eddy, penting agar hilirisasi ataupun industrialisasi dapat terus berjalan.
Tepat sasaran
Eddy menambahkan, penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran juga menjadi bagian dari Prabowo-Gibran. ”Kami ingin subsidi energi betul-betul diterima dan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat yang membutuhkan. Misalnya, kelompok masyarakat prasejahtera dan yang berada di kawasan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” katanya.
Subsidi yang tepat sasaran didorong karena saat ini belum ada perangkat hukum yang mengatur spesifik kriteria penerima subsidi energi, khususnya pada BBM jenis pertalite (dikompensasi pemerintah) dan elpiji 3 kilogram (kg). Eddy mencatat, dari total subsidi energi tahun 2024 yang mencapai Rp 350 triliun, 80 persen untuk pertalite dan elpiji 3 kg.
Eddy, yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, mengatakan, DPR pun telah mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Revisi itu diperlukan guna mengatur kriteria penerima BBM bersubsidi/kompensasi, jenis pertalite.
”Termasuk juga sanksi bagi mereka yang tetap menjual BBM bersubsidi secara bebas, ataupun mereka yang membelinya. Sanksi diperlukan,” kata Eddy.
Baca juga: Investasi Padat Karya Jadi Prioritas Rezim Prabowo-Gibran
Sebelumnya, Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Burhannudin Abdullah, Jumat (22/3/2024), menyebut energi sebagai satu dari tiga mesin utama, di samping pangan dan manufaktur, dalam pertumbuhan ekonomi 2024-2029. Itu penting karena saat ini Indonesia masih mengimpor BBM dan elpiji dalam jumlah besar, yang menyebabkan anggaran subsidi energi terus membengkak (Kompas, 23/3/2024).
Sejumlah misi dan program kerja pemerintah periode 2024-2029, dengan tujuan kemandirian energi, terbilang menantang. Pada sektor migas, misalnya, realisasi produksi siap jual atau lifting minyak bumi hingga akhir 2023 hanya 605.500 barel per hari, masih jauh dari target 1 juta barel per hari pada 2030. Adapun konsumsi di Indonesia sekitar 1,6 juta barel minyak per hari sehingga selisihnya dipenuhi impor.
Kebijakan Prabowo-Gibran bakal mirip dengan pemerintahan saat ini mengingat tema yang diusung pasangan ini ialah keberlanjutan. Program BBN, termasuk B35 serta jenis campuran bahan nabati lainnya, bakal ditingkatkan.
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi energi terbarukan dalam bauran energi primer hingga akhir 2023 baru 13,1 persen. Capaian tersebut masih jauh dari harapan. Terlebih ada target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi primer pada 2025, dengan sisa waktu kurang dari dua tahun lagi.
Rasional
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, Senin (25/3/2024), memperkirakan, kebijakan Prabowo-Gibran bakal mirip dengan pemerintah saat ini mengingat tema yang diusung pasangan ini ialah keberlanjutan. Program bahan bakar nabati (BBN), termasuk B35 serta jenis campuran bahan nabati lainnya, bakal ditingkatkan. Sementara hilirisasi nikel serta pengembangan kendaraan listrik diyakininya masih akan memerlukan waktu untuk berakselerasi.
Mengenai transisi energi, Komaidi menilai pemerintah selanjutnya akan menyeimbangkan target, kondisi riil, dan kepentingan yang ada. Pasalnya, realisasi saat ini masih terlampau jauh dengan target-target tinggi yang dipasang. Narasi-narasi yang disampaikan bakal lebih mempertimbangkan ketersediaan energi fosil yang relatif lebih terjangkau di tengah tren pengembangan energi terbarukan.
”(Pengembangan energi terbarukan) akan tetap jalan, tetapi dengan meminimalkan risikonya. Gibran juga sempat menyampaikan greenflation (inflasi yang diakibatkan peralihan dari kegiatan ekonomi konvensional ke ramah lingkungan). Pensiun dini PLTU juga mungkin akan dikaji ulang. Sepertinya akan bertahap dan lebih rasional,” ujar Komaidi.
Mengenai penataan subsidi energi agar lebih tepat sasaran, Komaidi menilai akan dilakukan dengan hati-hati dan tak ada perubahan radikal. Menurut Komaidi, subsidi memiliki dua sisi, yakni beban negara sekaligus katalis pertumbuhan. Kalaupun ada perubahan, yang bisa dilakukan ialah dengan mengubah sistem dari berbasis barang menjadi orang. Adapun pemotongan subsidi dinilainya akan sulit.
Tak kalah penting, imbuh Komaidi, ialah figur sentral yang mampu mengoordinasikan lintas kementerian. ”Akan dibutuhkan satu figur khusus yang bisa mengoordinasikan semua menko (menteri koordinator). Sering kali ada ego sektoral antarkementerian, salah satunya karena KPI (key performance indicator)-nya sering bertolak belakang satu sama lain,” ucap Komaidi.
Baca juga: Tantangan Mewujudkan Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran