”Avatar The Last Airbender”, Cerita Sukses Ekspektasi dan Realitas
Ketika penggemar fanatik terpuaskan, mereka akan ikut mempromosikan film itu di media sosialnya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
Menggarap film format laga manusia atau live action yang diadaptasi dari komik, novel, ataupun anime punya tantangan tersendiri. Basis penggemar fanatiknya bakal mengeluh tatkala film tak sesuai dengan bayangan ataupun konsep format aslinya. Namun, kalau akhirnya film itu mampu memenuhi, bahkan melebihi ekspektasi penggemar, seketika film itu segera viral dan pundi-pundi keuntungan pun segera berdatangan.
Salah satu contoh nyata yang bisa ditemui saat ini adalah serial televisi Avatar The Last Airbender. Serial televisi delapan episode yang tayang di aplikasi pemutar film berbayar Netflix ini kini digandrungi dan dibicarakan banyak orang.
Mengutip data situs pencatat penonton Netflix, yakni Netflix Tudum, sejak serial televisi ini tayang 22 Februari hingga data teranyar, yakni 10 Maret, serial ini sudah ditonton 50,2 juta kali dengan durasi tayang hingga 363,3 juta jam. Hampir satu bulan tayang, serial ini pun masih bercokol di posisi kedua serial televisi paling banyak ditonton setelah selalu berada di peringkat pertama pada dua pekan pertama penayangannya.
Kesuksesan itu pun merambah ke dunia media sosial. Berbagai konten seputar Avatar diproduksi, baik dari kreator dalam maupun luar negeri. Bahkan, kata kunci ”Avatar Netflix” dan ”Avatar The Last Airbender” sempat merajai Google Trend pada dua hari pertama penayangannya, yakni 22 Februari dan 23 Februari 2024.
Film laga manusia ini sejatinya diangkat dari serial animasi yang dirilis rumah produksi Nickelodeon pada 2005. Di Tanah Air, serial televisi ini pernah mengudara di stasiun televisi Global TV pada 2005-2008.
Serial animasi ini berkisah tentang Aang, seorang pengendali elemen angin terakhir yang menjadi avatar, seorang penjaga keseimbangan elemen alam dan kedamaian dunia. Aang bisa melontarkan tinju api, melontarkan isi bumi, memanggil badai angin, hingga membekukan lawannya. Jalan cerita yang unik dan grafis karakter yang dinamis ini langsung menarik perhatian anak-anak dan remaja kala itu.
Karena besarnya animo dan basis penggemar serial animasi ini, pada 2010 juga sempat tayang di layar bioskop film laga manusia nonserial yang diadaptasi dari serial ini berjudul The Last Airbender. Namun, film ini direspons negatif oleh publik karena penggarapan yang tak sesuai dengan ekspektasi para penggemar.
Alhasil, film ini tidak sampai sukses besar. Mengutip Box Office Mojo, film ini hanya di peringkat ke-66 film terlaris tahun 2010.
Menurut Avatarnews.co, sebuah situs seputar penggila film Avatar, kegagalan film bioskop pada 2010 ini justru ikut berperan pada kesuksesan film serial televisi yang saat ini tayang di Netflix. Penggarapan serial televisi kali ini memenuhi, bahkan melebihi ekspektasi penonton. Para pemeran kali ini dinilai lebih pas dan sesuai dengan konsep format awal serial aslinya.
Selain itu, para penonton awal serial animasi ini yang pada 2005 masih anak-anak atau remaja, kini kembali menonton lagi pada saat usianya dewasa. Mereka menikmati nostalgia masa kanak-kanaknya dulu. Apalagi, kini mereka bisa menonton bersama anak-anaknya.
Sesuai ekspektasi
Kisah sukses nyaris serupa juga dicatat oleh serial televisi format laga manusia One Piece. Sama-sama tayang di Netflix serta sama-sama diangkat dari serial animasi dan komik, One Piece sukses ditonton ratusan juta kali dan ribuan juta jam.
Mengutip Netflix Tudum, selama sebulan pertama setelah tayang perdana 31 Agustus 2023, One Piece telah ditonton 57,8 juta kali dengan lama penayangan 436,14 juta jam. Serial One Piece ini juga berhasil menjadi urutan pertama serial yang paling sering ditonton selama empat pekan berturut-turut sejak tayangan perdananya.
Seperti halnya Avatar The Last Airbender, One Piece diadaptasi dari versi serial animasi dan komik dengan judul yang sama. Versi awal komik ciptaan Eiichiro Oda ini pertama rilis pada 1997. Lantas, cerita Luffy si bajak laut yang bisa memelarkan tangan dan kakinya ini tayang menjadi serial animasi pada 1999.
Jika ditambah penggarapan yang bagus, aktor dan aktris yang hebat, film-film dengan basis massa yang kuat lebih besar kemungkinan untuk meledak di pasaran.
Mengutip Independent, rahasia kesuksesan serial televisi laga manusia One Piece di Netflix ini karena digarap dengan begitu apik. Pemilihan peran menyerupai konsep aslinya. Ini tak lain karena tangan dingin Oda yang ikut langsung dalam proses produksi serial ini.
Keberhasilan memproduksi film yang memenuhi ekspektasi penggemar fanatik bisa dengan cepat menciptakan dampak promosi secara luas di media sosial. Karena pada dasarnya, penggemar One Piece di seluruh dunia itu begitu banyak. Akhirnya, orang yang bukan penggemarnya pun jadi ikut menonton karena penasaran atau sekadar tak ingin ketinggalan tren.
Maka kembali lagi ke konsep ekonomi di mana transaksi terjadi ketika terjadi kesepahaman antara permintaan dan pasokan. Ketika penonton menginginkan adaptasi film format laga manusia yang berkualitas dan itu berhasil dipenuhi oleh produser film, maka kesuksesan hanya tinggal menunggu waktu saja. Ada peran basis penggemar fanatik yang besar yang turut ambil bagian dalam ikut mempromosikan karena bangga dengan film kesukaannya itu.
Penggemar fanatik
Resep sukses menggarap ulang karya yang telah punya basis penggemar yang besar dan fanatik juga dilakukan oleh para produser film di Indonesia.
Dosen Program Studi Film Universitas Bina Nusantara, Ekky Imanjaya, mengatakan, film-film yang sukses itu pun biasanya sudah punya basis massa yang kuat. Biasanya, film-film yang diangkat dari novel bisa berujung kesuksesan. Sebab, biasanya penonton film juga merupakan pembaca novel itu.
Contohnya, Dilan 1990 dan Dilan 1991 yang sukses besar di pasaran. Sebelumnya, ada Laskar Pelangi 2008 yang juga meledak di pasaran, yang lebih dulu dikenal melalui novel dengan judul yang sama.
Selain mengangkat cerita dari novel, produser film juga kerap mengangkat kembali tokoh-tokoh yang sudah punya nama untuk difilmkan.
Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss! Part 1 yang sempat bertengger jadi film terlaris sepanjang masa menunjukkan hal itu. Menurut Ekky, film ini sukses besar lantaran memanfaatkan kerinduan masyarakat akan trio pelawak legendaris Warkop yang digemari oleh segala kalangan usia dan lapisan masyarakat.
”Jika ditambah penggarapan yang bagus, aktor dan aktris yang hebat, film-film dengan basis massa yang kuat lebih besar kemungkinan untuk meledak di pasaran,” ujar Ekky.
Kesuksesan tidak lahir dari faktor tunggal, aneka elemen turut memengaruhi. Layanan utamanya tentu untuk memenuhi kepuasan penggemar/pelanggan.