Meraba Berkah Konsumsi Ramadhan bagi Emiten Pasar Modal
Belanja makanan-minuman dan ”fashion” cenderung meningkat saat Ramadhan. Bagaimana pengaruhnya terhadap emiten ritel?
Bulan Ramadhan yang diisi kegiatan puasa umat Islam justru selalu meningkatkan gairah konsumsi masyarakat. Tren ini diharapkan mendatangkan berkah bagi para pelaku usaha, dari pedagang ritel kecil hingga perusahaan bermodal besar yang tercatat di bursa.
Survei YouGof berjudul, ”Ramadan 2024 in Indonesia: Trends in Festive Shopping, THR spending and Mudik Travel”, Januari 2024, memotret hal ini. Mayoritas dari 2.136 Muslim dewasa yang disurvei menyatakan akan mengeluarkan uang bukan hanya untuk kegiatan ibadah, seperti beramal, tetapi juga berbelanja kebutuhan konsumsi.
Sebanyak 57 persen responden berencana menambah pengeluaran selama Ramadhan untuk berdonasi. Sebanyak 48 persen responden berencana belanja makanan dan minuman. Sebanyak 33 persen responden berencana belanja pakaian.
Asosiasi ini memperkirakan akan ada peningkatan permintaan makanan dan minuman sebesar 30 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya.
Adapun mereka yang berencana menambah biaya data internet serta obat-obatan dan vitamin masing-masing sebanyak 30 persen responden. Sebanyak 23 persen responden berencana membeli produk perawatan tubuh dan kecantikan.
Besarnya pengeluaran belanja untuk produk makanan dan minuman sudah diproyeksikan Gabungan Pengusaha Makanan Minuman. Asosiasi ini memperkirakan akan ada peningkatan permintaan makanan dan minuman sebesar 30 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya.
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia berharap penjualan beragam produk di pusat perbelanjaan meningkat 20 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya (Kompas.id, 13/3/2024).
Analis pasar modal mencoba membaca fenomena musiman ini dan mengaitkannya dengan pertumbuhan harga pada saham perusahaan atau emiten sektor konsumsi terkait.
Secara tren, saham emiten produk cepat habis (fast moving consumer goods/FMCG) cenderung lebih diuntungkan sejak awal Ramadhan karena terkait makanan dan minuman. Contohnya adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), dan penyedia jejaring pasar swalayan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI).
Saham yang berkaitan dengan ritel produk fashion cenderung akan terdongkrak pada akhir Ramadhan atau menjelang Idul Fitri.
Saham dari perusahaan penyedia restoran juga berpotensi diuntungkan karena banyak masyarakat yang akan berbuka puasa bersama di luar rumah. Ini, misalnya, berpotensi dialami PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST).
Saham yang berkaitan dengan ritel produk fashion cenderung akan terdongkrak pada akhir Ramadhan atau menjelang Idul Fitri. Emiten di bidang ini, misalnya, MAPI, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).
Pengamat Pasar Modal dan Founder WH-Project, William Hartanto, memperkirakan, saham-saham di sektor yang disebutkan di atas belum banyak yang akan mengalami tren kenaikan. Ini setidaknya akan berlangsung dalam sepekan ini hingga akhir Maret 2024. Mayoritas saham cenderung tumbuh stagnan dan lambat, seperti saham MAPI dan ICBP.
Emiten MAPI diketahui mengelola banyak peritel bermerek, termasuk Starbucks, Zara, Marks & Spencer, SOGO, SEIBU, Food Hall, dan Converse. Sementara ICBP dikenal dengan produk konsumsi, antara lain, mi instan merek Indomie, produk tepung seperti Segitiga Biru, dan minyak goreng Bimoli.
Tidak semua saham ritel mendapat efek langsung dari sentimen Ramadhan.
”Tidak semua saham ritel mendapat efek langsung dari sentimen Ramadhan. Kadang ekspektasi terhadap sektor ini cuma karena perkiraan kenaikan permintaan produk, tapi respons di pasar modal enggak selalu sejalan,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis (14/3/2024).
Di sisi lain, beberapa saham ritel sudah memiliki potensi penguatan, seperti RALS, MIDI, MYOR, dan INDF.
Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, menjelaskan, secara historis dampak momen Ramadhan terhadap pergerakan harga saham emiten makanan dan pakaian pada periode tersebut tidak terlihat.
Contohnya, emiten Ramayana RALS sepanjang periode 2016-2019 penjualan di saat puasa dan Lebaran berkontribusi 32-36 persen. Hal sama juga terlihat pada emiten Matahari LPPF, penjualan triwulan dengan periode Ramadhan di dalamnya bisa berkontribusi 40 persen terhadap total penjualan.
”Jadi, meskipun kontribusi momen Ramadhan sangat signifikan terhadap penjualan, tidak serta-merta menjadi sentimen positif terhadap harga sahamnya pada periode tersebut, bahkan terjadi penurunan di periode Ramadhan pada harga saham RALS dan LPPF. Ini, yang menurut kami, karena peningkatan penjualan di momen Ramadhan sudah diprediksi sehingga bukan sesuatu hal baru lagi ketika momennya tiba,” ujarnya.
Baca juga: Menanti Keajaiban Ekonomi di Balik Tradisi Ramadhan
Saham seperti INDF dan ICBP pada periode 2022-2023 berada pada tren penguatan di periode puasa dan Lebaran. Dari semua pengamatan ini, Alfred menekankan, sentimen momen Ramadhan tidak bisa serta-merta dimanfaatkan untuk mencari gain atau pendapatan.
”Jika penjualan di momen Ramadhan ternyata di atas target atau ekspektasi barulah menurut kami akan memberikan sentimen bagi harga sahamnya, dan ini akan bisa dilihat di masa rilis laporan keuangan pasca-Ramadhan, seperti pada triwulan kedua yang akan dirilis pada Agustus,” katanya.
Praktisi pasar modal Lucky Bayu Purnomo juga menilai, harga saham-saham ritel, khususnya sektor siklikal, umumnya tumbuh 3-6 persen sebulan sebelum Lebaran. Namun, kali ini, sejumlah emiten terkait tidak menunjukkan potensi kenaikan tersebut.
”Kenaikan tidak seperti sebelumnya karena ada spending masyarakat yang dibatasi atau pengeluaran yang sebenarnya dikelola terbatas oleh masyarakat,” ucapnya saat dihubungi terpisah.
Para analis menangkap, dinamika ini terjadi karena kenaikan inflasi pangan yang di luar kebiasaan. Hal ini, antara lain, merujuk kenaikan harga beras pada beberapa bulan terakhir yang bahkan stoknya sempat langka.
Kenaikan tidak seperti sebelumnya karena ada spending masyarakat yang dibatasi atau pengeluaran yang sebenarnya dikelola terbatas oleh masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat inflasi beras pada Februari 2024 sebesar 5,32 persen. Angka itu meningkat dari inflasi beras pada Januari 2024 yang sebesar 0,64 persen. Ini memicu tingkat inflasi pada Februari mencapai 2,75 persen secara tahunan atau meningkat dari inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,57 persen.
Mengutip Kompas, 4 Maret 2024, pada 2020-2023, rerata tingkat inflasi komponen harga pangan bergejolak sebesar 5 persen sudah di atas rerata kenaikan UMR pada 2020-2024 yang sebesar 4,9 persen. Angka rerata tersebut juga mulai mendekati rata-rata kenaikan gaji ASN pada 2019-2024 yang sebesar 6,5 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto menilai, tren konsumsi masyarakat dalam beberapa bulan terakhir ini mengalami penurunan sebagaimana dilaporkan Bank Indonesia (BI) melalui survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terakhir.
Survei pada Februari 2024 menunjukkan, IKK berada di level 123,1 dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 125. Penurunan terjadi karena keyakinan konsumen terpantau tetap optimistis pada seluruh kategori pengeluaran masyarakat.
Baca juga: Masyarakat Buru Potongan Harga, Pengusaha Kejar Kenaikan Omzet
”Penurunan ini tentunya bisa berdampak pada besaran nilai investasi saham yang dilakukan masyarakat terutama masyarakat dari kelompok pembeli ritel menengah kecil. Memang nilai transaksi mereka tidak besar, tetapi jumlah investor kelompok ini cukup banyak dan mendominasi sehingga bisa memberikan efek terhadap perdagangan saham emiten ritel tadi,” tuturnya.
Agus memperkirakan efek Ramadhan tahun ini tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya karena penurunan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, momentum Ramadhan tetap diharapkan emiten sektor ritel untuk mendapatkan keuntungan sehingga memperbaiki kinerja perusahaan dan saham mereka di tahun ini.
SOGO Indonesia, yang menjadi bagian dari MAPI, misalnya, menargetkan kenaikan penjualan dua kali lipat pada momen Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Direktur SOGO Indonesia Handaka Santosa berharap, kenaikan penjualan pada Maret hingga April bisa mendatangkan kenaikan penjualan secara tahunan hingga 10 persen.
”Kita mengharapkan penjualan dibanding bulan biasa itu bisa dua kali lipat. Antara Lebaran tahun lalu ke Lebaran tahun ini kenaikannya kita mengharap 10 persen,” ungkap Handaka di Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Pada musim Ramadhan dan Lebaran, emiten RALS, pemilik gerai perdagangan Ramayana, juga menggencarkan promosi dengan menawarkan beragam potongan harga hingga undian paket umrah untuk menarik pembeli. Perusahaan itu mengharapkan kenaikan penjualan sebesar 10 persen tahun ini dibandingkan 2023.
Mengutip laporan yang disarikan CGS International Sekuritas, Ramayana akan fokus melanjutkan strategi transformasi bisnis dengan melakukan peremajaan gerai-gerai yang dianggap kurang menarik atau outdated dan melanjutkan konsep mal gaya hidup yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan kendati Ramayana belum memiliki rencana untuk menambah gerai baru sepanjang 2024.
Baca juga: Ramadhan Tiba, Pembiayaan Kendaraan Bermotor Diperkirakan Kembali Moncer
Menurut Survei Penjualan Eceran (SPE) Desember 2023 yang dirilis BI per Februari 2024, penjualan ritel diperkirakan meningkat pada tiga bulan yang akan datang dari survei atau pada Maret 2023.
Ini tecermin dari Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) Maret 2024 yang berada pada level 132,2, meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang berada pada level 115,1. Artinya, pelaku usaha tetap mengharapkan berkah di Ramadhan kali ini.