Kenaikan Omzet di Bulan Ramadhan Disiapkan sejak Februari
Bulan Ramadhan diharapkan meningkatkan penjualan sebesar 20 persen untuk ritel dan 30 persen untuk makanan-minuman.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia usaha siap mengantisipasi dan menyambut lonjakan omzet yang terjadi pada periode bulan puasa Ramadhan. Persiapan sudah dilakukan sejak sebulan sebelumnya, mengingat momentum ini secara historis menaikkan permintaan. Konsumsi ditopang oleh belanja musiman dan pencairan tunjangan hari raya yang merangsang belanja masyarakat.
Wakil Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Fetty Kwartati mengatakan, periode bulan Ramadhan selalu diharapkan bisa meningkatkan penjualan sebesar 20 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya. Kenaikan ini diharapkan bisa dirasakan berbagai sektor ekonomi ritel, mulai dari makanan-minuman, busana, gerai toko kebutuhan sehari-hari, hingga usaha lainnya, seperti parsel dan hamper.
”Bulan Ramadhan selalu jadi bulan musiman istimewa yang dinanti masyarakat. Selain itu, juga ada pencairan gaji ke-13 atau tunjangan hari raya. Hal ini mendorong kenaikan permintaan konsumsi masyarakat,” ujar Fetty, dihubungi Senin (11/3/2024).
Fetty mengatakan, kenaikan omzet pada bulan Ramadhan yang terjadi mulai pertengahan Maret hingga April ini diharapkan bisa menutupi perlambatan penjualan dunia usaha pada Januari dan Februari. Dua bulan awal tahun ini, lanjut Fetty, penjualan masih lambat. Tahun ini, pemerintah menetapkan Ramadhan mulai Selasa, (12/3/2024).
Hal ini disebabkan masyarakat dan dunia usaha masih menahan belanja menanti kepastian penyelenggaraan pemilu. Dengan pemilu yang sudah berjalan dengan lancar dan dibarengi oleh bulan Ramadhan, harapannya konsumsi masyarakat bisa meningkat.
Fetty menambahkan, kenaikan permintaan itu sudah dihitung dan diantisipasi sejak sekitar 6 bulan lalu. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan karena pelaku usaha sudah mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, peningkatan permintaan makanan dan minuman pada periode Lebaran biasanya mencapai 30 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya. Lonjakan terjadi di berbagai jenis produk, mulai dari makanan-minuman dalam kemasan sampai gerai rumah makan.
”Secara historis, memang periode ini selalu meningkatkan kinerja dan penjualan industri makanan dan minuman karena ditopang kenaikan permintaan dari masyarakat,” ujar Adhi dihubungi Senin.
Untuk mengantipasi lonjakan ini, pelaku industri pun sudah berupaya memastikan ketersediaan bahan baku untuk menunjang produksi terpenuhi. Jumlah pelaku industri makanan dan minuman pun sudah ditingkatkan untuk memenuhi dan mengantisipasi permintaan hingga satu bulan ke depan.
Sejak Februari
Kenaikan produksi dan penjualan dunia usaha menyambut dan mengantisipasi periode bulan puasa sebenarnya sudah terjadi bahkan sejak Februari 2024. Hal ini juga tecermin dari Indeks Keyakinan Industri (IKI) pada Februari 2024 yang berada pada level 52,56. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Januari 2024 yang berada pada level 52,35.
Angka indeks di atas 50 menunjukkan bahwa industri berada dalam posisi ekspansi, sementara di bawah itu menunjukkan sebaliknya.
Secara historis, memang periode ini selalu meningkatkan kinerja dan penjualan industri makanan dan minuman karena ditopang kenaikan permintaan dari masyarakat.
IKI adalah indikator kondisi sektor industri pengolahan atau manufaktur yang dirilis setiap akhir bulan oleh Kementerian Perindustrian sejak November 2022. Setiap perusahaan dari berbagai subsektor industri wajib mengirim data kondisi perusahaannya lalu kemudian diolah menjadi IKI. Adapun variabel indikator yang diukur adalah pesanan baru, produksi, dan persediaan produk.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, kenaikan IKI pada Februari ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor musiman bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang akan datang.
”Faktor musiman bulan Ramadan ini meningkatkan permintaan masyarakat. Ini tentu diantisipasi oleh pelaku industri sejak Februari. Ini yang membuat kinerja IKI juga meningkat,” ujar Febri.
Prediksi kenaikan omzet dunia usaha ritel juga diramalkan oleh Bank Indonesia (BI). Menurut Survei Penjualan Eceran (SPE) Desember 2023 yang dirilis BI Februari lalu, penjualan ritel diperkirakan akan meningkat pada 3 bulan yang akan datang dari survei atau pada Maret 2023.
Hal ini tecermin dari Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) Maret 2024 yang berada pada level 132,2 meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang berada pada level 115,1. Artinya, responden menilai ada ekspektasi penjualan pada Maret 2024.
Namun, kenaikan penjualan itu diperkirakan juga akan dibarengi dengan lonjakan inflasi. Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) pada Maret 2024 berada pada level 137,2, meningkat dari Februari 2024 yang ada pada level 129,3. Kenaikan IEH Maret 2024 didorong oleh ekspektasi kenaikan harga pada bulan Ramadhan.
IEP dan IEH merupakan bagian dari SPE. Adapun SPE adalah survei bulanan terhadap kurang lebih 700 pengecer di 10 kota yang bertujuan memperoleh informasi dini mengenai arah pergerakan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi konsumsi.