Pemerintah Siapkan Skema Bagi Hasil hingga Hibah untuk Promotor
Pemerintah akan segera mengoperasikan Indonesia Tourism Fund. Seperti apa bentuk dan mekanismenya?
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan, pemerintah menyiapkan sejumlah skema pembiayaan konkret untuk mendukung ekonomi kreatif, termasuk promotor musik dan penyelenggara event lainnya. Skemanya bervariasi, dari bagi hasil sampai hibah.
”Polanya bisa hibah atau dana bergulir. Bisa juga co-investment, tidak dipinjamkan tapi bagi keuntungan. Bisa pula dana pendampingan yang dikaitkan dengan dampak ekonomi yang terjadi. Saya melihat kreativitas ini tidak ada batasnya untuk menghadirkan pendanaan-pendanaan inovatif,” kata Sandiaga dalam wawancara eksklusif dengan Kompas di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Baca juga: Industri Kreatif Indonesia, Bukan Singapura dan Gemerlap Taylor Swift
Soal skema mana yang ditetapkan pemerintah untuk suatu proyek, menurut Sandiaga, bergantung pada sejumlah variabel, antara lain karakter proyek. Untuk perhelatan konser musik, misalnya, pertimbangannya antara lain merujuk pada kebutuhan penyelenggara, permintaan artis, dan keperluan manajer.
”Negara harus hadir, harus bisa mendampingi dalam konsep PPP (public-private partnership). Dan, kita harus mencapai kesepakatan yang konsepnya dunia usaha memimpin, negara hadir memfasilitasi. Jadi di sinilah sinergi dengan konsep Indonesia incorporated,” katanya.
Dasar hukum
Dasar hukum fasilitas pembiayaan ekonomi kreatif dari pemerintah ke swasta yang dimaksud Sandiaga itu adalah peraturan presiden (perpres) yang mengatur Indonesia Tourism Fund (ITF). Peraturan ini sedianya diterbitkan Maret 2023.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh Sandiaga pada beberapa waktu sebelumnya, perpres itu rencananya akan efektif berlaku mulai triwulan II-2024. ”Sedang disusun perpres-nya,” katanya.
Baca juga: Ekonomi Kreatif, Sektor Menjanjikan dengan Ragam Batu Sandungan
Sebagai dana awal, pemerintah mengalokasikan dana senilai Rp 2 triliun ke ITF. Pengelolanya, menurut Sandiaga, kemungkinan akan diserahkan ke badan negara yang sudah ada.
Sejumlah usulan di kalangan kementerian misalnya adalah Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan atau Injourney, badan usaha milik negara di bidang aviasi dan pariwisata.
Pemerintah daerah, lanjut Sandiaga, adalah pihak yang akan diajak berkolaborasi untuk mendukung pembiayaan ekonomi kreatif. Sebab, pajak hiburan diterima pemerintah daerah.
Mekanisme usulan
Soal mekanisme usulan proyek, Sandiaga menjelaskan, bisa datang dari bawah ataupun dari atas. Usulan dari bawah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Salah satu kategori dalam menentukan proyek adalah dampak positif pada ekonomi lokal dan nasional. Sekaligus, event itu bisa mendatangkan wisatawan mancanegara dalam jumlah yang banyak.
Jangan semua event dikerjakan, pilih 1-3 event yang betul-betul kelas dunia. Kita punya daya saing yang tinggi.
”Menurut saya, ITF bisa cepat (bergulir), sebelum pemerintahan (Presiden Jokowi) berakhir. Tapi, dana ini harus dikelola dengan tata kelola yang baik. Harus ada kehati-hatian dalam memilih event yang berkualitas. Jangan semua event dikerjakan, pilih 1-3 event yang betul-betul kelas dunia. Kita punya daya saing yang tinggi. Susun kebijakan bersama stakeholder,” kata Sandiaga.
Tata kelola yang baik itu merujuk pada beberapa hal. Pertama, dana harus dikelola secara transparan. Kedua, konsultasi dan partisipasi publik harus dilakukan sejak awal. Ketiga, wajib ada proses monitor dan evaluasi dari sisi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keempat, ada mekanisme akuntabilitas dan pertanggungjawaban.
Inklusif
Saat ditanya soal cakupan pembiayaan, Sandiaga menegaskan, ITF bersifat inklusif. Artinya, skema pembiayaan berlaku untuk 17 subsektor ekonomi kreatif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dari yang kecil hingga besar.
Sebanyak 17 subsektor yang dimaksud meliputi aplikasi; arsitektur; desain komunikasi visual; desain produk; desain interior; fotografi; musik; kriya; kuliner; fashion; penerbitan; film, animasi, dan video; periklanan; permainan interaktif; seni pertunjukan; seni rupa; serta televisi dan radio.
Konsepnya, lokomotif adalah para EO ( event organizer) besar. Tapi, mereka punya kewajiban untuk melibatkan yang kecil-kecil baik sebagai penyedia layanan, kuliner, katering, dan lain-lain.
Terkait inklusivitas pada pelaku ekonomi kreatif, konsepnya adalah pelaku besar melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Yang kecil-kecil harus ikut. Konsepnya, lokomotif adalah para EO (event organizer) besar. Tapi, mereka punya kewajiban untuk melibatkan yang kecil-kecil baik sebagai penyedia layanan, kuliner, katering, dan lain-lain. Kita harus bisa menyelenggarakan event besar, tapi jangan tinggalkan yang kecil. No one’s left behind,” katanya.
Jika skema ini sukses, Sandiaga menambahkan, pemerintah akan terus menginjeksikan dana tambahan ke ITF. ”Polanya akan revolving fund (dana bergulir) berbasis endowment (sumbangan). Harapannya begitu kita bisa memperluas ekosistem dan kita lihat dampaknya terhadap peningkatan peneriman negara, ini harus bisa kita dorong sebagai dana abadi,” katanya.
Ditunggu-tunggu
Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia Dino Hamid menyambut positif rencana skema pembiayaan bagi para pelaku ekonomi kreatif. Keterlibatan pemerintah telah dinanti sejak lama.
”Ini hal yang kami tunggu-tunggu, keterlibatan pemerintah secara maksimal. Selama ini, kan, kondisi kami, (ketika) menyelenggarakan festival musik konser itu, saya rasa belum ada dukungan konkret dari pemerintah,” ujarnya.
Model paling ideal berupa skema hibah atau sponsorship. Dalam konteks pemberian sponsor, ada dampak kembali untuk negara, entah berupa devisa negara, lapangan kerja, serta peluang usaha mikro, kecil, dan menengah.
ITF ini, Dino melanjutkan, akan mampu mendukung industri ekonomi kreatif dan akan sangat membantu para promotor musik. Berkaca pada konser musisi dunia, Taylor Swift di Singapura, pemerintah negara itu berani memberikan insentif hingga sekitar 3 juta dollar AS per konser. Angka itu setara dengan Rp 47,2 miliar dengan kurs Rp 15.723 per dollar AS.
”Semisal, rate Swift sekitar 6 juta dollar AS (per performa), berarti 50 persen bebannya (promotor) sudah agak berkurang, risiko akan berkurang. Dengan demikian, rasio bagi promotor semakin baik. Karena kembali lagi, promotor itu high risk, high return ya,” kata Dino.
Jangan sampai anggaran tersedia, tetapi penyalurannya tak tepat. Dampaknya pun tak maksimal.
Jika mengambil sampel 10 promotor, Dino meyakini, mayoritas promotor lebih banyak merugi ketimbang untung. Bagi Dino, model paling ideal berupa skema hibah atau sponsorship. Dalam konteks pemberian sponsor, ada dampak kembali untuk negara, entah berupa devisa negara, lapangan kerja, serta peluang usaha mikro, kecil, dan menengah. Tetap ada timbal balik yang akan didapatkan pemerintah.
Ia berharap, beragam skema pendanaan ini bisa terlaksana dan tersalurkan dengan baik dan tepat. Jangan sampai anggaran tersedia, tetapi penyalurannya tak tepat. Dampaknya pun tak maksimal. ”Saya yakin program ini sangat luar biasa, benar-benar bisa menghidupkan pariwisata kita, makroekonomi kita, dan ekosistem kita,” ujarnya.
Jadi angin segar
Sebelumnya, promotor Prambanan Jazz Festival, Anas Alimi, juga menyambut positif skema dukungan pembiayaan dari pemerintah tersebut. Ia menilai, ITF akan menjadi angin segar bagi para promotor Indonesia untuk mendapat dukungan lebih optimal, termasuk pendanaan dalam industri ekonomi kreatif.
”Kurasinya harus betul-betul ketat. Jangan sampai jadi ajang promotor-promotor ’petualang’. Artis (terpilih) juga harus benar-benar disaring, difilter yang memang layak dibayai,” katanya.
Kurasinya harus betul-betul ketat. Jangan sampai jadi ajang promotor-promotor ’petualang’.
ITF perlu dipikirkan dan dikelola secara matang karena dana investasi yang diberikan pemerintah diharapkan bisa kembali. Bentuk pertanggungjawaban juga harus jelas. Sebab, penyelenggaraan acara musik butuh improvisasi yang tinggi dengan tingkat kepastian rendah.
”Ketika kami harus melakukan bidding artis dengan angka sangat tinggi yang tak mungkin dilakukan promotor, bisa dilakukan dengan lembaga ini,” ujar Anas.