Tren jual-beli barang secara daring tengah bergeser ke arah ”content commerce”.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Praktik berjualan melalui siaran langsung yang dipandu oleh pembawa acara atau pemengaruh di platform daring atau live shoppingtelah menjadi tren di pasar digital. Di balik ramainya kisah sukses live shopping, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM masih banyak yang gagal karena menganggap remeh live shopping hanya sebatas menyalakan tombol live dan cuap-cuap barang dagangan.
Edho Zell, pendiri Social Bread, perusahaan yang menghubungkan kreator konten dan UMKM untuk mengelola online engagement terhadap pelanggan, mengungkapkan pandangan itu saat ditemui di sela-sela peresmian Ruang Kreasi by OCBC di Pasar Modern Intermoda Cisauk, BSD, Tangerang, Banten, Jumat (1/3/2024).
”Kesalahan utama adalah meremehkan live shopping. Mereka, pebisnis yang di dalamnya termasuk UMKM, berpikir bahwa live shopping itu mudah karena tinggal pencet tombol. Padahal, live shopping sebenarnya kompleks,” ujar Edho.
Ia mengibaratkan semua orang bisa dan jago memasak, tetapi tidak semua masakan bisa dijual begitu saja, kemudian lalu laku keras di pasaran. Edho yang juga berprofesi sebagai pemengaruh itu lantas memberikan setidaknya delapan saran agar live shopping yang dijalankan UMKM dapat optimal.
Saran pertama, UMKM harus membangun dulu pengikut (followers) di media sosial sejak awal membuka bisnis dengan cara rajin membuat konten. Pembuatan konten bisa berangkat dari cerita di balik jenama sembari mengikuti tren konten yang beredar di media sosial. Sebab, tanpa ada followers, percuma saja menjalankan live shopping.
Dia menganjurkan agar jumlah followers di atas 1.000 supaya live shopping bisa dimulai. Anjuran ini berlaku bagi UMKM yang mau menjalankan live shopping secara organik alias tanpa pasang iklan.
Saran kedua, setelah mulai live shopping, pemandu acara dari perwakilan UMKM harus memperhatikan hal-hal teknis yang mendukung suasana berjualan, seperti teknik pencahayaan dan sinyal internet yang kencang.
Ketiga, produk yang dijual harus diutamakan muncul di depan dibandingkan pemandu acara. Keempat, utamakan rutin melihat komentar penonton yang muncul di layar.
”Kedekatan dengan konsumen itu kunci sebab live shopping membawa pengalaman belanja luring, yang ada interaksi dua arah konsumen-penjual, ke ranah daring,” katanya.
Sejalan dengan saran keempat, saran kelima yang dia berikan adalah pemandu acara harus banyak menyapa penonton, bahkan sejak memulai siaran. Jika ada penonton baru bergabung, pemandu acara sebaiknya menyapa mereka.
Saran keenam adalah menjelaskan produk, dimulai dari bahan baku ataupun kandungan dalam produk. Selanjutnya, saran ketujuh, menambahkan pemaparan manfaat produk. Sebagai contoh, jika berjualan madu, maka pemandu acara harus menyampaikan apa saja khasiat madu tersebut.
Saran terakhir yang Edho sampaikan, pemandu acara harus tahan berbicara dalam waktu lama. Pasalnya, platform media sosial seperti Tiktok akan memberi peringatan jika pemandu acara tengah jeda bicara dan ini berpengaruh kepada reputasi jenama yang bersangkutan. Oleh karena itu, penting untuk memilih pemandu acara yang jago cuap-cuap marketing di depan layar.
”Minimal dua jam durasi live shopping dilakukan setiap harinya untuk membangun kehadiran jenama secara daring,” kata Edho.
Lebih jauh, Edho mengakui bahwa kini platform lokapasar menyediakan pula fasilitas live shopping bagi UMKM. Bagi UMKM yang sudah matang, fasilitas itu cocok karena dipastikan mendatangkan pembeli yang benar-benar mau membeli. Sementara bagi UMKM baru, platform media sosial, terutama Tiktok, dapat dipakai secara optimal untuk menggaet calon pelanggan.
Edho menambahkan, tren jual-beli barang secara daring tengah mengalami pergeseran yang mengarah ke content commerce, seperti live shopping. Tren ini berkembang secara global. Di China, misalnya, sudah ada salah satu pusat perbelanjaan beralih fungsi menjadi tempat berlangsungnya live shopping dan mengemas barang hasil transaksi.
Apabila UMKM pemilik produk kerepotan untuk menjalankan live shopping, mereka bisa menyerahkan aktivitas itu kepada kreator konten dan pemengaruh yang sekarang juga sudah mulai menjadi fenomena di Indonesia.
Mengutip laporan Ipsos bertajuk SEA Ahead Wave 5 (2022), sebanyak 78 persen konsumen Indonesia pernah mendengar dan mengetahui alternatif berbelanja melalui live shopping. Sebanyak 71 persen konsumen di antaranya pernah mengakses live shopping, dan 56 persen konsumen mengaku pernah membeli produk melalui live shopping selama pandemi Covid-19.
Dalam laporan yang sama, sebagian besar konsumen di Asia Tenggara mengakses live shopping melalui platform media sosial (83 persen), platform lokapasar (64 persen), dan platform lain (11 persen).
Melihat fenomena tersebut, Marketing & Lifestyle Business Division Head OCBC Amir Widjaja mengatakan, pihaknya membangun Ruang Kreasi by OCBC untuk mendukung nasabah usaha kecil dan menengah (UKM) yang mau belajar pemasaran digital lebih efektif. Pasar Modern Intermoda Cisauk, BSD, sengaja dipilih karena kawasan itu sedang bertumbuh secara ekonomi. Selain itu, akses transportasi publik telah terintegrasi sehingga memudahkan UMKM yang tidak membawa kendaraan pribadi untuk berkunjung.
Ruang Kreasi by OCBC terdiri atas tiga lantai. Di lantai satu terdapat ruang untuk siaran podcast, foto, video, dan make up. Di lantai dua terdapat ruang kontrol dan ruang untuk rapat ide. Adapun di lantai paling atas terdapat fasilitas dapur bersih dan pojok untuk melakukan live shopping. Nasabah UKM bisa menggunakan fasilitas tersebut secara gratis.
”Kami juga memfungsikan Ruang Kreasi by OCBC sebagai rumah produksi konten bagi tim internal. Jadi, nasabah UKM bisa sekaligus didampingi oleh tim kami,” ucapnya.
SME Proposition Division Head OCBD Sari Kartika menyampaikan, OCBC menawarkan solusi finansial usaha berbasis edukatif dan konsultatif. OCBC ingin menjadi perbankan yang memberikan solusi permodalan usaha sekaligus pendampingan yang menyeluruh bagi UMKM.