Tahan Bunga Acuan, BI Optimistis Kredit Perbankan Tumbuh Dua Digit
Meski tetap mempertahankan suku bunga 6 persen, BI optimistis penyaluran kredit perbankan capai 10-12 persen pada 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia atau BI kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuannya sebesar 6 persen. Seiring dengan prakiraan pemangkasan suku bunga pada semester II-2024, BI optimistis perbankan mampu menyalurkan kredit sebesar 10-12 persen ditopang oleh terjaganya likuiditas, prospek dunia usaha, dan insentif likuiditas.
Keputusan tersebut disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Februari 2024, Rabu (21/2/2024). Berdasarkan hasil RDG yang dilakukan pada 20-21 Februari 2024, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 6 persen, suku bunga deposit facility 5,25 persen, dan suku bunga lending 6,75 persen.
”Meningkatnya ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah telah mengganggu mata rantai pasokan global, khususnya pangan dan energi. Itu yang kemudian menjadikan dasar kami merumuskan bauran kebijakan. BI Rate untuk sementara waktu memang akan tetap kami pertahankan,” kata Perry.
Dengan mempertahankan BI-Rate pada level 6 persen, BI tetap konsisten pada kebijakan moneter yang mendukung stabilitas (pro-stability). Kebijakan ini diambil untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sekaligus sebagai langkah preemtive dan forward looking guna memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 1,5-3,5 persen pada 2024.
Meski demikian, BI membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga acuannya pada semester II-2024 dengan mempertimbangkan sejumlah indikator, terutama stabilitas nilai tukar rupiah yang diharapkan mampu menguat. Selain itu, terkendalinya inflasi dalam negeri, pertumbuhan ekonomi, kepastian penurunan suku bunga bank sentral AS (The Fed), dan nilai dollar AS turut menjadi pertimbangan BI.
Berdasarkan penutupan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Rabu (21/2/2024), rupiah ditutup pada level Rp 15.658 per dollar AS atau melemah sekitar 1,4 persen dibanding penutupan akhir tahun 2023. Meski demikian, masuknya aliran modal asing di pasar keuangan domestik terus berlanjut seiring dengan investasi portofolio yang mencatatkan net inflows 3,1 miliar dollar AS per awal tahun hingga 19 Februari 2024.
”BI Rate tetap berfokus untuk stabilitas nilai tukar rupiah agar imported inflation tetap akan terkendali. Itu sangat penting untuk menyikapi faktor risiko global berupa gangguan mata rantai yang berisiko menaikkan harga komoditas pangan,” imbuh Perry.
BI membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga acuannya pada semester II-2024.
Di sisi lain, BI turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth) melalui kebijakan makroprudensial longgar guna mendorong kredit bagi dunia usaha dan rumah tangga, serta digitalisasi sistem pembayaran. Menurut Perry, pembiayaan oleh perbankan pada 2024 mampu tumbuh 10-12 persen atau lebih tinggi dari perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni sebesar 9-11 persen.
Baca juga: Presiden Minta Bank Tingkatkan Kredit UMKM
Pertumbuhan kredit perbankan yang tercatat sebesar 11,83 persen secara tahunan pada Januari 2024 terutama didorong oleh kuatnya permintaan dan penawaran kredit perbankan. Dari sisi penawaran, likuiditas perbankan masih memadai yang tecermin dari rasio alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) per Januari 2024 sebesar 27,79 persen dan penerapan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).
Insentif tersebut diberikan apabila perbankan menyalurkan pembiayaan ke sektor hilirisasi mineral dan batubara (minerba), hilirisasi selain minerba, sektor perumahan sektor pariwisata, serta sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Per Desember 2023, realisasi KLM tersebut tercatat mencapai Rp 163 triliun atau masih terdapat ruang likuiditas sebesar Rp 121,99 bagi perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas tersebut.
Dari sisi permintaan, peningkatan kredit didorong oleh terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga. Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama terjadi pada sektor pertambangan, jasa sosial, dan jasa dunia usaha. Per Januari 2024, pembiayaan syariah melanjutkan pertumbuhan sebesar 15,67 persen secara tahunan, sedangkan kredit UMKM tumbuh 8,97 persen.
Baca juga: Pemangkasan Suku Bunga Pacu Penyaluran KPR 2024
Sebelumnya, Direktur Utama PT Super Bank Indonesia Tigor M Siahaan menilai, optimisme industri perbankan yang mulai kembali pulih tecermin dari pertumbuhan kredit selama 2023 yang tercatat sebesar 10,38 persen. Pertumbuhan kredit pada 2024 diharapkan dapat lebih baik lagi mengingat terbukanya ruang pemangkasan suku bunga acuan, baik oleh bank sentra negara maju maupun domestik.
”Dari berbagai indikator, kondisi perekonomian domestik masih sangat baik. Permodalan perbankan juga akan menjadi modal bagi pertumbuhan kredit ke depan. Kami optimistis ke depan mudah-mudahan akan lebih baik,” kata Tigor yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), saat ditemui di Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Permodalan industri perbankan per Desember 2023 tercatat berada pada level yang relatif tinggi dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 27,66 persen. Selain itu, kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross sebesar 2,19 persen dan NPL neto sebesar 0,71 persen.
Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Taswin Zakaria menambahkan, pihaknya akan tetap menerapkan kebijakan kredit pada sektor-sektor tertentu, seperti UMKM. Selain menyasar sektor perdagangan dan manufaktur, sektor konsumen akan tetap menjadi target bagi pertumbuhan segmen ritel.
”Pengaruh pemilu (pemilihan umum) akan dirasakan selama kuartal I-2024 ini. Akan tetapi, kalau pemilu berjalan dengan lancar, kami perkirakan laju kredit akan lebih kencang ke depannya,” ujarnya.
Keputusan tepat
Terkait dengan hasil RDG Februari 2024, sejumlah pihak menilai keputusan BI sudah tepat. Keputusan untuk menahan BI Rate pada level 6 persen tersebut dinilai telah mengakomodasi situasi yang tengah terjadi, baik dari global maupun domestik.
Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Ryan Kiryanto menjelaskan, situasi dan kondisi global secara umum belum mendukung untuk penurunan BI Rate. Tensi geopolitik di Jalur Gaza dan Laut Merah, misalnya, berpotensi mengganggu distribusi pasokan minyak global sehingga memicu lonjakan harga.
Inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadhan.
Potensi tersebut dapat menimbulkan inflasi global yang pada gilirannya akan mendorong bank-bank sentral di negara maju menahan suku bunga acuan. Di sisi lain, pergerakan rupiah terhadap dollar AS masih memiliki volatilitas yang cukup tinggi.
”Pilihan prioritas kebijakan moneter BI untuk tetap pro stability sudah on the track untuk jangka pendek ke depan ini seraya BI juga tetap mempertahankan kebijakan makroprudensial yang pro growth sehingga stance kebijakan yang stability over growth terlihat nyata untuk dipedomani seluruh pelaku ekonomi, keuangan, bisnis, dan investasi. Setidaknya, sektor perbankan masih akan status quo dalam bersikap terkait penetapan suku bunga,” kata Ryan.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky berpendapat, BI sebaiknya memang mempertahankan BI Rate. Hal ini mengingat ketahanan perekonomian domestik dan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed yang lebih rendah dalam waktu dekat.
”Inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadhan,” katanya secara tertulis.
Tingkat inflasi umum pada Januari 2024 tercatat 2,57 persen secara tahunan. Pada periode yang sama, tingkat inflasi inti melambat 1,68 persen dibandingkan periode Desember 2023 yang sebesar 1,80 persen.
Baca juga: BI Proyeksikan Suku Bunga Acuan Turun pada Semester II-2024
Inflasi inti tahunan yang secara konsisten menurun sejak Desember 2022 menunjukkan permintaan yang moderat. Meski demikian, pengeluaran masyarakat dalam beberapa bulan mendatang akan meningkat seiring dengan beberapa libur panjang pada Februari 2024 dan lonjakan harga pangan menjelang musim lebaran.
Selain itu, permintaan masyarakat juga diperkirakan akan meningkat, terutama pada kelompok pengeluaran untuk pakaian dan mobilitas masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Oleh sebab itu, kata Riefky, peran Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan lebih krusial dalam mengendalikan inflasi, terlebih tekanan dari komoditas pangan lantaran saat ini komoditas pangan memiliki porsi yang lebih besar dari total konsumsi.