Salah satu indeks ESG di bursa tumbuh cemerlang sebesar 11 persen sepanjang 2023, melampaui kinerja semua saham di IHSG.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saham perusahaan yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG dapat menjadi pilihan bagus bagi investor untuk mendulang keuntungan lebih. Perusahaan, khususnya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, dipastikan memiliki fundamen keuangan dan bisnis yang berkualitas.
Prinsip ESG (environmental, social, and governance) yang diterapkan suatu perusahaan tercatat di bursa atau emiten tidak hanya mementingkan keuntungan finansial, tetapi juga keuntungan dari tata kelola baik dari menjaga lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk menahan laju perubahan iklim dan mengimpelementasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Retail Research Analyst CGS International Sekuritas Indonesia Andrian A Saputra mengatakan, ESG harus menjadi faktor non-finansial yang dipertimbangkan investor dalam menilai aktivitas bisnis suatu perusahaan. Sejauh ini, ESG telah menjadi matriks utama investasi dan referensi emiten melaporkan dampak bisnis mereka yang akan membantu menjaga reputasi perusahaan.
”Ketika berinvestasi, selama ini kita banyak mempertimbangkan faktor kinerja keuangan, seperti perhatikan net income, liabilitas, dan aspek keuangan lainnya. Aspek nonfinansial seperti ESG ini dapat jadi indikator juga untuk pilih perusahaan selain yang bisa kasih potensi cuan oke, tetapi juga secara bisnis mampu merawat lingkungan,” ujarnya dalam seminar daring, Senin (19/2/2024).
Investor dalam negeri bisa dengan mudah mengenali perusahaan lokal yang telah berorientasi ESG dengan membaca daftar emiten di empat Indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI). Empat indeks itu adalah Indeks ESG Leaders (IDXESGL), ESG Sector Leaders IDX Kehati, SRI-Kehati, ESG Quality 45 IDX Kehati.
Indeks tersebut mengumpulkan puluhan saham yang memiliki kinerja keuangan dan likuiditas transaksi baik, termasuk yang bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
Cara lain mencari emiten berorientasi ESG, Andrian menyarankan investor untuk membaca nilai ESG masing-masing emiten yang terlaporkan di laman IDX. Bursa melakukan penilaian tersebut melalui kerja sama dengan Sustainalytics yang menggunakan konsep penguraian risiko bedasarkan eksposur dan manajemen perusahaan.
Penilaian risiko dibagi dalam lima kategori dengan perhitungan nol sampai dengan lebih dari 40. Rinciannya, 0-10 artinya risiko ESG dapat diabaikan, 10-20 risiko ESG rendah, 20-30 risiko ESG sedang, 30-40 risiko ESG tinggi, lebih dari 40 risiko ESG berat. ”Dari analisis risiko ESG ini, investor disarankan pilih saham yang risikonya di bawah 20 persen,” kata Andrian.
Penilaian risiko ESG mungkin berubah dengan evaluasi yang dilakukan berkala. Demikian juga dengan jumlah emiten berorientasi ESG kemungkinan akan terus bertambah.
Adapun, kinerja perusahaan dengan risiko ESG rendah dipastikan baik fundamen keuangannya. Kondisi ini juga berpengaruh pada kinerja saham dalam indeks ESG.
Salah satu indeks seperti IDXESGL menorehkan kinerja cemerlang lewat pertumbuhan 11 persen sepanjang 2023 dari level 140 ke 155. Ini melebihi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya meningkat 6,16 persen sampai akhir 2023 dibandingkan di akhir 2022. Performa serupa juga terjadi dalam 10 tahun terakhir.
Tren ini tidak terlepas dari dominasi emiten perbankan dan sejumlah saham berkapitalisasi besar lainnya. Sebanyak 30 emiten yang tergabung dalam IDXESGL dalam periode 20 Desember 2023 hingga 19 Maret 2024, misalnya, saat ini memiliki total kapitalisasi pasar sekitar Rp 4.500 triliun. Angka itu mencakup sekitar 39 persen dari total kapitalisasi pasar BEI sebesar Rp 11.590 triliun.
Emiten perbankan tercatat mendominasi daftar saham berkapitalisasi terbesar dalam indeks ini sebesar 45 persen. Sektor emiten ESG lainnya seperti infrastruktur 14 persen, teknologi 14 persen, kebutuhan dasar 10 persen, siklikal 6,5 persen, properti 5 persen, nonsiklikal 4 persen, dan kesehatan 1,5 persen.
Inovasi
Sebagai bentuk komitmen penerapan prinsip ESG, emiten perlu terus berinovasi dalam aksi korporasi mereka. Salah satu emiten bursa, PT Bank BTPN Tbk (BTPN), misalnya, belum lama ini menyediakan inovasi produk ESG Deposit bagi para nasabah korporasinya.
Nathan Christianto, Head of Wholesale Commercial and Transaction Banking Bank BTPN, mengatakan, produk tersebut memungkinkan para nasabah korporasi untuk bertransisi menuju ekonomi hijau.
ESG Deposit dialokasikan secara strategis pada inisiatif, proyek, dan kegiatan-kegiatan yang berkontribusi dalam mendukung kegiatan pembangunan berkelanjutan dalam koridor ESG. Hal itu menjadi kelebihan selain karena imbal hasilnya yang optimal bagi para nasabah korporasi.
”Untuk bergabung dalam ESG Deposit ini, para mitra dan nasabah korporasi dapat menginvestasikan dana dimulai dari 1 juta dollar AS atau setara dengan sekitar Rp 15,5 miliar, dengan jangka waktu yang fleksibel yaitu dari 20 hari hingga 1 tahun. ESG Deposit ini berbasis setoran tetap dengan pilihan mata uang IDR dan USD,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/2/2024).
Solusi keuangan ini, lanjut Nathan, merupakan bagian dari program perusahaan dalam mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi karbon sebesar 31,89 persen pada tahun 2030. Selain itu, program tersebut juga bertujuan mendanai program berdampak sosial yang diukur dengan beberapa indikator.
”Terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi, seperti penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, dan sistem pangan berkelanjutan, infrastruktur dasar yang terjangkau, dan lain-lain,” tambah Nathan.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik, saat ditemui di kantornya di Jakarta, Senin, mengungkapkan, BEI terus mendorong perusahaan tercatat lainnya untuk memperhatikan aspek ESG. Mereka diharapkan mampu menyusun Peta JalanNet Zero Emissions (NZE) dalam rangka penerapan ESG. Peta jalan itu, antara lain, dapat bermanfaat untuk menarik investasi asing.
”Investor, utamanya investor asing saat ini, tidak hanya memperhatikan faktor financial performance dalam keputusan investasi mereka. Faktor ESG itu juga menjadi perhatian yang sangat penting dari para investor,” kata Jeffrey.
Salah satu fasilitas yang ditawarkan BEI bagi perusahaah yang ingin mewujudkan hal tersebut adalah Bursa Karbon atau IDX Carbon. Bursa yang diluncurkan pada 26 September 2023 itu dapat menjadi strategi pendanaan pengurangan emisi karbon lewat mekanisme investasi proyek berorientasi lingkungan sebagai alternatif kewajiban pengurangan emisi.
Jeffrey menyebut, selama 2024, Bursa Karbon menargetkan sebanyak 96 pengguna jasa. Sampai saat ini, baru 48 pengguna jasa terdaftar dengan nilai perdagangan sampai Januari 2024 sebesar Rp 31 triliun dan volume hampir 500.000 ton ekuivalen CO2.
”Target tahun ini kita akan menambah 50 pengguna jasa. Di akhir tahun itu kita punya 96 pengguna jasa,” ujarnya.