Makin banyak orang tertarik mengeluarkan uang untuk mendapat pengalaman langsung dibandingkan kepemilikan barang mewah.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Singapura mengadakan konser Coldplay selama enam hari. Mereka juga mengundang Taylor Swift untuk berkonser dengan jumlah hari yang sama. Bruno Mars bakal tampil tiga hari di negara itu. Ekonomi konser dan acara lain tumbuh luar biasa pascapandemi. Tak hanya itu, fenomena ini ternyata mempunyai cerita lebih menarik lagi. Singapura paham mengelola ekonomi baru ini, namun ada yang perlu diwaspadai.
Pemerintahan di sejumlah negara berupaya menggerakkan ekonomi yang stagnan pascapandemi. Berbagai cara dilakukan, namun tak juga terangkat. Bisnis konser, olahraga, nonton film, dan lain-lain menggerakkan ekonomi baru ini. Kini, ekonomi tak lagi digerakkan dengan kepemilikan barang. Di satu sisi, semakin banyak orang yang tertarik mengeluarkan uang untuk mendapatkan pengalaman langsung dibandingkan kepemilikan barang-barang mewah.
Sejumlah perusahaan ritel mulai merasakan dampaknya. Penjualan beberapa produk tak lagi melonjak karena rasa memiliki barang sudah mulai berkurang di kalangan konsumen usia muda. Akan tetapi, kita akan menemukan banyak orang mendatangi tempat konser dan juga acara-acara olahraga. Mereka mulai menggeser pengeluaran ke acara yang bisa dinikmati sebagai pengalaman langsung.
Anak-anak muda memilih menabung, menunda membeli barang kebutuhan, dan tak sedikit meminjam uang untuk menonton berbagai pertunjukan. Sebagai catatan, cara berutang ini belum tentu baik karena memunculkan persoalan keuangan setelah menonton acara itu. Mereka tak hanya dari keluarga kaya, tetapi juga dari keluarga kebanyakan yang ketika mengetahui ada acara yang diincar, mereka berusaha untuk mendapatkan uang dengan berbagai cara agar bisa mendatangi acara itu.
Kalangan ekonom menyebutnya sebagai funflation. Kenaikan harga akibat permintaan aktivitas untuk bersenang-senang yang meningkat. Istilah ekonomi terbaru yang beredar ini mengacu pada tren konsumen lebih cenderung mengeluarkan uang untuk pengalaman yang menyenangkan dibandingkan produk yang biasanya dibeli untuk digunakan di rumah, seperti televisi dan komputer. Kita juga bisa melihat fenomena ini di Indonesia. Acara lari maraton laris manis. Penjualan tiket bisa ludes hanya dalam waktu kurang dari satu jam.
Kalangan ekonom menyebutnya sebagai ’funflation’. Kenaikan harga akibat permintaan aktivitas untuk bersenang-senang yang meningkat.
Berbagai perusahaan telah merasakan dampak ekonomi dari acara-acara yang diadakan. Mereka juga melakukan riset untuk memastikan besaran dampak ekonomi dari berbagai acara itu. Perusahaan seperti Uber, Bank of America, dan Mastercard adalah beberapa perusahaan yang telah melihat kenaikan perputaran uang karena acara-acara hiburan.
Laporan Business Insider menyebutkan, Bank of America baru-baru ini merilis laporan penelitian yang menunjukkan bahwa Eras Tour milik Taylor Swift memiliki dampak ekonomi yang serupa dengan kompetisi sepak bola Amerika Serikat, Super Bowl, di kota-kota yang dikunjungi. Laporan tersebut menyoroti kota-kota seperti Pittsburgh, di mana rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk makan di restoran meningkat sebesar 77 dollar AS selama bulan konser Taylor Swift. Di Philadelphia, pendapatan hotel di kota tersebut mencapai angka tertinggi sejak pandemi pada Mei 2023, ketika dia tampil dalam tiga pertunjukan.
Mastercard juga merilis laporan serupa, dengan menggunakan frasa ”The Swift Lift” yang menggambarkan peningkatan penjualan ke bisnis lokal yang dibawakan Taylor Swift dengan penampilan tour miliknya. Studi tersebut menunjukkan bahwa dalam radius 2,5 mil (sekitar 4 kilometer) dari stadion di kota-kota yang dikunjungi Taylor Swift, pertumbuhan belanja di restoran meningkat 68 persen per hari dan pertumbuhan belanja di akomodasi meningkat 47 persen.
Beberapa yang paham dengan perkembangan ini mulai berinovasi dalam mengelola berbagai acara. Salah satunya adalah Singapura yang disebut di atas. Tidak mengherankan, mereka memborong berbagai acara karena dengan acara seperti itu, orang akan berbondong-bondong datang. Mereka akan membeli tiket pesawat, menginap di hotel, membeli makanan, dan tentu membeli berbagai oleh-oleh. Orang dari sejumlah negara Asia dan tentu dari benua lain akan datang di negara itu. Sebuah ledakan bisnis pascapandemi.
Untuk menjadi bahagia bakal menjadi mahal. Permintaan yang naik drastis akan diikuti dengan kenaikan harga yang gila-gilaan.
Meski demikian, sejumlah kalangan berpendapat fenomena ini mulai perlu diwaspadai. Untuk menjadi bahagia bakal menjadi mahal. Permintaan yang naik drastis akan diikuti dengan kenaikan harga yang gila-gilaan. Kita sudah bisa merasakan harga-harga baru untuk konser dan acara olahraga di Indonesia. Di Amerika Serikat juga telah terjadi. Harga tiket olahraga melonjak 25,1 persen berdasarkan harga tiket pada Oktober 2022 dibandingkan pada bulan yang sama tahun 2023. Seorang penonton acara olahraga yang diwawancarai CNBC mengatakan, jika dua tahun lalu bisa menonton lima acara, sekarang ia hanya bisa menonton dua acara olahraga. Fenomena ini telah mendorong inflasi nasional menjadi tinggi.
Orang kembali menonton dan tentu memiliki pengalaman di berbagai acara yang tertunda saat pandemi. Lebih dari itu, sebenarnya ada peran platform atau aplikasi yang mudah menangkap perubahan ini. Platform berbasis algoritma bisa menaikkan dan menurunkan harga karena menggunakan model penetapan harga dinamis. Salah satu pengamat menyebut, struktur ini memungkinkan pengelola platform mengambil lebih atau kurang dari harga per tiket, bergantung pada permintaan acara pada saat tertentu.