Pedagang kue khas Imlek mengatakan, banyak yang tak beli kue imlek karena berjaga-jaga menanti hasil pemilu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
Saban tahun, perayaan hari raya Tahun Baru Imlek rutin dinanti pelaku industri makanan dan minuman. Sebab, biasanya ada rezeki lonjakan permintaan. Namun tahun ini, omzetnya tak sebaik tahun lalu lantaran hari raya ini jatuh pada 10 Februari hanya berselang 4 hari dari penyelenggaraan pemilu. Konsumen sepertinya cenderung menahan belanja karena khawatir adanya ketidakpastiaan kondisi sosial ekonomi.
Pia (38), penjual kue manis secara daring, mengatakan, permintaan kue manis pada Tahun Baru Imlek kali ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, sekitar dua pekan hingga sepekan sebelum Imlek, ia sudah sibuk meladeni pesanan kue. Namun kali ini, bahkan tinggal beberapa hari sebelum Imlek saja, pesanan masih minim.
”Tahun lalu 2023 dan 2022 itu, pesanannya total 250-300 potong kue. Sekarang ini, baru 100-150 potong kue saja,” ujarnya dihubungi pada Selasa (6/2/2024).
Permintaan kue manis pada Tahun Baru Imlek kali ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa pelanggan yang tahun lalu membeli kue, tapi saat ini tidak lagi memesan. Pia pun bertanya kenapa mereka tak lagi memesan kue untuk Imlek. ”Kata mereka ini, ya, mau simpan tabungan dulu. Lagi mengurangi belanja yang kurang perlu. Berjaga-jaga buat pemilu,” ujar Pia menirukan konsumennya.
Ia menjual berbagai macam kue manis seperti kue keranjang, dodol, hingga kue kering. Kue keranjang yang dikemas dalam bungkusan untuk jadi hamper ini dijual Rp 35.000 per kemasan. Adapun dodol dalam kemasan dijual Rp 45.000 per kemasan. Lalu kue kering dijual Rp 50.000 per kemasan.
Pia, yang sehari-hari merupakan karyawan bank swasta, memasarkan produknya di lokapasar seperti Tokopedia dan Shopee. Dia juga berjualan lewat grup Whatsapp teman kerja, kuliah, dan sekolahnya dulu.
Dengan sisa waktu tinggal empat hari lagi jelang Imlek, Pia berharap ada lonjakan permintaan. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya, permintaan melonjak beberapa hari jelang Imlek.
Imlek kali ini jatuh padalong weekend, beda dengan tahun lalu.
Apalagi Imlek kali ini berdekatan dengan tanggal merah lainnya, yakni Isra Miraj yang jatuh pada Kamis 8 Februari. Pemerintah pun juga sudah menetapkan Jumat, 9 Februari, sebagai cuti bersama. Dengan Imlek yang jatuh pada Sabtu 10 Februari, ada hari libur yang cukup panjang di akhir pekan ini.
”Imlek kali ini jatuh pada long weekend, beda dengan tahun lalu. Ya harapannya, karena ada libur cukup panjang, ada saja yang pesan kue lagi buat mengisi liburan sambil merayakan Imlek,” ujarnya.
Menurunnya omzet penjualan kue manis untuk Imlek juga dialami Rina (59). Wirausaha camilan dan kue skala rumahan ini mengeluhkan maraknya impor camilan, permen, cokelat, dan kue kering untuk Imlek. Barang-barang impor itu dijual di banyak pusat perbelanjaan dan toko-toko ritel.
Menurut Rina, impor berbagai jenis kue itu begitu memikat karena sudah dikemas dengan cantik dan rapi sehingga lebih disukai konsumen. Barang impor itu diproduksi di China dan Taiwan. ”Saya lihat itu di mal banyak yang jual. Ternyata impor, ya,” ujar Rina dihubungi Selasa.
Barang impor itu diproduksi di China dan Taiwan.
Dia juga membenarkan, adanya penurunan omzet karena adanya pemilu. ”Ada yang mau merayakan Tahun Baru Imlek dengan sederhana. Karena ingin berjaga-jaga saja dengan tabungannya,” ujarnya.
Rina memiliki lokasi produksi di rumahnya di Serpong, Tangerang Selatan. Dia memproduksi kue untuk imlek hanya sesuai pesanan. Hari-hari biasa, dia memproduksi kue camilan seperti risoles, kroket, dan lumpia.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, secara umum belum terjadi lonjakan signifikan kenaikan produksi maupun omzet dari perayaan Imlek tahun ini.
”Saya lihat belum ada pergerakan signifikan. Masih kelihatan normal-normal saja seperti hari-hari biasa,” ujarnya.
Adhi mengatakan, pelaku usaha ritel makanan dan minuman pun tidak sampai membuat stok khusus untuk mengantisipasi lonjakan omzet dipicu Imlek. Situasi ini berbeda dengan tahun lalu yang lebih ramai. Apalagi pada masa sebelum pandemi. Saat itu, perayaan Imlek cukup memberikan kenaikan penjualan 2-5 persen dibandingkan hari biasa.
Adhi mengungkapkan, banyak pelaku usaha ritel makanan dan minuman yang memilih berhati-hati dengan tidak menyimpan banyak stok dan ekspansi karena alasan pemilu. Mereka menanti adanya kepastian sosial dan ekonomi sebelum memutuskan untuk ekspansi lagi usahanya.