Kendati sudah punya kontribusi signifikan, industri sawit bisa dipacu lebih cepat lagi. Bagaimana caranya?
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Dengan masif dan luasnya perkebunan sawit di Indonesia, industri sawit punya peluang besar untuk terus bertumbuh dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kendati sudah berontribusi signifikan terhadap perekonomian, industri ini bisa dipicu lebih cepat lagi untuk terus berkembang.
Riset Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memperkirakan kinerja valuasi nilai seluruh industri sawit dari hulu hingga turunannya bisa dipacu lebih cepat untuk tumbuh hingga 70 persen pada lima tahun mendatang dibandingdengan kinerja 2023. Namun, untuk mencapai itu, perlu pembenahan serius di hulu maupun hilir industi sawit. Jika hanya mengandalkan bisnis seperti biasa, kinerja industri sawit akan stagnan.
Berdasarkan perhitungan dan analisis DMSI, valuasi nilai industri sawit secara keseluruhan dari hulu hingga hilir bisa dipacu lebih cepat lagi hingga bertumbuh 70 persen pada 2028 dibandingkan valuasi nilai tahun 2023. Data DMSI menunjukkan, pada 2023, total nilai valuasi industri sawit dari hulu hingga hilir mencapai 62,9 miliar dollar AS. Perhitungan ini terdiri dari kontribusi pasar domestik 21,4 miliar dollar AS, kinerja ekspor 38,4 miliar dollar AS, dan penjualan biomassa 3,1 miliar dollar AS.
Sementara pada 2028, valuasi nilai industri sawit diperkirakan mampu mencapai 107,2 miliar dollar AS. Rinciannya terdiri dari kontribusi pasar domestik 30,92 miliar dollar AS, kinerja ekspor 55,81 miliar dollar AS, dan penjualan biomassa 20,29 miliar dollar AS.
Kenaikan valuasi pada 2028 itu akan ditopang dengan meningkatnya volume dan kenaikan harga jual. Pada 2023, volume penjualan domestik produk sawit mencapai 22,9 juta ton dengan harga jual rata-rata 935 dollar AS per ton. Adapun pada 2028 diperkirakan volume penjualan domestik bisa meningkat 29,23 juta ton dengan harga jual rata-rata 1.058 dollar AS per ton.
Volume ekspor produk sawit 2023 yang sebesar 33,3 juta ton dengan harga jual rata-rata 1.152 dollar AS per ton bisa meningkat pada 2029 menjadi 42,60 juta ton dengan harga jual rata-rata 1.310 dollar AS per ton. Volume penjualan biomassa juga diperkirakan meningkat dari tahun 2023 yang sebesar 140,9 juta ton dengan harga jual rata-rata 21,7 dollar AS per ton, dan bisa meningkat pada 2028 menjadi 161 juta ton dengan harga jual rata-rata sebesar 126 dollar AS per ton.
Pelaksana Tugas Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga menjelaskan, potensi pertumbuhan itu berasal dari dua faktor, yakni meningkatnya volume penjualan dan harga jual produk sawit. Untuk mencapai potensi itu ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama adalah membenahi industri hulu sawit, seperti peremejaaan perkebunan dan peningkatan produktivitas panen sawit. Mengganti usia tanam menjadi lebih muda dan pembinaan penanaman bisa meningkatkan volume jual produk sawit. Hasil panen yang melimpah bisa mempermudah industri hilir tidak kesulitan mencari bahan baku sawit untuk diolah sehingga bisa bernilai lebih.
Pembenahan kedua yang perlu dilakukan adalah terus melakukan riset dan pengembangan untuk menghasilkan lebih banyak inovasi dan produk hilirisasi sawit. Pada 2007 tercatat ada 54 produk hasil hilirisasi sawit. Adapun pada 2023 jumlah produk hilirisasi mencapai 180 produk. Kendati jumlah produknya terus bertambah, jumlah produk hilirisasi sawit Indonesia masih kalah jauh dengan Malaysia yang mencapai 260 produk.
”Jadi hilirisasi kelapa sawit ini bukan hanya minyak goreng, tetapi juga ke banyak produk mulai dari bahan pangan, bahan kosmetik, bahan bakar kendaraan, hingga bahan baku industri kimia dasar. Banyak sekali produk yang bisa dihasilkan dari hilirisasi kelapa sawit,” ujar Sahat dalam lokakarya wartawan tentang industri hilir sawit di Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/2/2024).
Namun, apabila tidak ada pembenahan serius, lanjut Sahat, pertumbuhan industri kelapa sawit akan stagnan pada 2028 atau hanya sekitar 5 persen dibandingkan tahun 2023. Sebab, tanaman sawit tanpa peremajaan akan banyak diserang penyakit sehingga volume penjualan menurun. Selain itu, tanpa inovasi produk baru hilirisasi, harga jual produk sawit juga sulit untuk naik.
Hilirisasi
Hilirisasi bisa memberikan nilai tambah produk sawit. Misalnya, harga jual minyak kelapa sawit dijual pada kisaran 800-1.000 dollar AS per ton. Melalui pengolahan untuk jadi produk hilir yang digunakan konsumen (end user) menjadi kosmetik, misalnya, bisa bernilai 3.000-4.000 dollar AS per ton.
”Inilah emas hijau yang dimiliki Indonesia yang perlu terus dikembangan potensinya,” ujar Ketua Kompartemen Relasi Media Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fenny Sofyan.
Sementara itu, Ketua Bidang Sustainability Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia Rapolo Hutabarat mengatakan, tak hanya memberikan nilai tambah, hilirisasi berbagai produk sawit juga bisa menjaga harga jual. Salah satunya dengan penyerapan produk sawit untuk biodiesel. Pada 2019-2020, kisaran harganya 500-800 dollar AS per ton. Adapun pada 2023 kisaran harganya 900 dollar AS per ton.
”Kepastian adanya pembeli atau off taker untuk produk hilir sawit menjaga harga sawit ini tetap tinggi di pasaran,” ujar Rapolo.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Achmad Maulizal menambahkan, hilirisasi produk sawit menjadi salah satu fokus yang ingin terus ditingkatkan. Pihaknya mendorong inovasi produk hilirisasi sawit dengan pendanaan berbagai program riset dan pengembangan.
Dari sisi industrialisasi, menurut Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Setia Diarta, hilirisasi industri sawit masih bisa terus dikembangkan menjadi beragam produk. Dukungan riset dan pengembangan bisa melahirkan inovasi produk baru hilirisasi. Pihaknya memang lebih fokus pada pengembangan hilir industri ini sehingga barang mentah bisa diolah menjadi lebih bernilai tinggi.