Perilaku petugas penagihan menjadi aduan yang paling sering diterima dan ada di semua sektor jasa keuangan.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan memberikan sanksi tegas bagi para pelaku usaha jasa keuangan yang tidak mematuhi ketentuan mekanisme penagihan kredit. Selain itu, masyarakat juga dapat mengadukan berbagai permasalahan yang dialami terkait pelayanan dari pelaku usaha jasa keuangan melalui beberapa mekanisme.
Selama 2022-2023, data layanan konsumen yang tercatat dalam Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) mencapai 665.809 layanan dan 39.866 pengaduan. Dari total pengaduan tersebut, lebih dari separuhnya berasal dari sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), diikuti oleh perbankan dan pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, terjadi peningkatan pengaduan masyarakat dalam beberapa tahun terkahir. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan peningkatan transaksi masyarakat serta kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya sebagai konsumen.
”Pengaduan yang sering diterima dan yang sering muncul dari semua sektor jasa keuangan adalah perilaku petugas penagihan. Terkait dengan hal itu, kami sudah mengaturnya (mekanisme penagihan) dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan,” katanya dalam media briefing di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Perilaku petugas penagihan yang dimaksud sering kali memiliki modus tindakan penagihan yang disertai dengan kekerasan, baik fisik maupun verbal. Selain itu, petugas penagihan juga mengancam akan menyebarkan data pribadi konsumen serta turut menghubungi nomor telepon di luar kontak darurat.
Padahal, POJK No 22/2023 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (P2SK) telah mengamanatkan, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) wajib memiliki dan menerapkan kode etik pelindungan konsumen dan masyarakat.
Secara lebih rinci, ketentuan mekanisme penagihan telah diatur dalam Pasal 62 POJK No 22/2023. Di sana disebutkan, PUJK wajib memastikan penagihan dengan ketentuan tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen dan tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal. Selanjutnya, PUJK juga wajib melakukan penagihan hanya konsumen.
Masyarakat bisa memantau aduannya dengan ketentuan wajib diproses dalam 10 hari kerja dan apabila merasa belum puas, bisa mengajukan kembali 10 hari kerja. Setelah itu, jika masih belum puas, masyarakat bisa melanjutkannya ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yang jelas, kami (OJK) tidak hanya memantau, tetapi juga melihat adakah unsur pelanggaran di sana.
Selain itu, penagihan dilakukan dengan tidak secara terus-menerus yang bersifat mengganggu dan hanya dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen. Lebih lanjut, penagihan dilakukan hanya pada hari Senin-Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00–20.00 waktu setempat, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila PUJK melanggar ketentuan tersebut, akan dikenai sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha. Adapun sanksi berupa denda juga dapat dikenakan paling banyak Rp 15 miliar.
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menemukan, selama 2023, pengaduan mengenai pinjaman daring menempati posisi pertama sebanyak 128 aduan. Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo mengatakan, lima permasalahan utama pindar yang diterima YLKI berturut-turut, yakni cara penagihan utang, diikuti permohonan keringanan pembayaran yang susah, pembobolan/penipuan, penawaran produk terus-menerus, dan tidak pernah meminjam, tetapi ditagih (Kompas.id, 23/1/2024).
Friderica menambahkan, masyarakat dapat mengadukan permasalahan terkait dengan layanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah diatur dalam POJK No 22/2023. Pengaduan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni internal dispute resolution (IDR) ke setiap PUJK atau melalui portal APPK milik OJK.
”Melalui APPK ini, masyarakat bisa memantau aduannya dengan ketentuan wajib diproses dalam 10 hari kerja dan apabila merasa belum puas, bisa mengajukan kembali 10 hari kerja. Setelah itu, jika masih belum puas, masyarakat bisa melanjutkannya ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yang jelas, kami (OJK) tidak hanya memantau, melainkan juga melihat adakah unsur pelanggaran di sana,” ujarnya.
Beberapa syarat pengajuan aduan tersebut, antara lain data identitas pribadi, data kronologi, serta pernyataan di atas meterai yang menyatakan bahwa sengketa tidak sedang dalam proses pengadilan. Seluruh persyaratan tersebut dapat diajukan, baik secara digital maupun secara fisik dengan bersurat.
Konsumen nakal
Dalam menerapkan aspek pelindungan konsumen tersebut, OJK berupaya untuk tetap berada di tengah-tengah antara konsumen dengan PUJK. Artinya, beberapa ketentuan yang dibuat tidak dimaksudkan untuk melindungi konsumen yang ”nakal”.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Sarjito menjelaskan, konsumen nakal yang dimaksud adalah mereka yang tidak kooperatif atau tidak menunjukkan itikad baik dalam hal membayar cicilan.
”POJK 22/2023 tidak untuk konsumen yang nakal karena akan menimbulkan ketimpangan. Memang tadinya tidak ada aturannya, sekarang ada pengaturannya, dan kita hendak mencari keseimbangan antara kewajiban konsumen dan kewajiban PUJK,” ujarnya.
Sejumlah grafik yang menunjukkan data kondisi terkini terkait Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PPEK). Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Menurut Sarjito, keberadaan regulasi tersebut tidak akan meningkatkan risiko kredit macet (nonperformingloan/NPL) lembaga keuangan. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan tetap akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Direktur Pengembangan dan Pengaturan Edukasi Pelindungan Konsumen (EPK) Rela Ginting menambahkan, PUJK berhak memastikan adaya iktikad baik dari calon konsumen dan konsumen. Selain itu, PUJK juga wajib memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan calon konsumen terkait dengan produk atau layanan yang hendak ditawarkan.