Kreator Konten, Raja Hiburan, dan Cuan Media Sosial
Tahun 2024 ini, sebesar 44 persen pemasar berencana meningkatkan investasi mereka pada kreator konten.
Tanpa studio megah atau peralatan shooting mewah, kreator konten yang senantiasa menghibur kian digemari pengguna media sosial. Pekerjaan ini juga diramalkan semakin mendatangkan cuan pada 2024.
Kreator konten, menurut sejumlah sumber, menjadi sebutan bagi pengguna internet yang menciptakan konten digital dalam dengan tujuan menghibur dan menyebarkan informasi, semisal sketsa komedi, pendidikan, dan seni. Profesi ini berbeda dengan influencer atau pemengaruh yang cenderung bertujuan flexing atau memamerkan gaya hidup, dengan konsep umum atau khusus, seperti kecantikan, kuliner, fashion, atau perjalanan.
Baik kreator konten maupun pemengaruh kini banyak berkarya melalui video pendek di media sosial. Tren ini juga diikuti media sosial yang menyediakan fitur video singkat beberapa tahun terakhir. Setelah ketenaran TikTok yang mampu mengumpulkan lebih dari 2,7 miliar unduhan secara global selama tiga tahun terakhir, Instagram mengeluarkan Reels, Youtube dengan Youtube Shorts, sampai Pin Video dari Pinterest.
Dibandingkan konten influencer, popularitas karya kreator konten diprediksi terus meningkat. Survei Hootsuite Social Trends 2024 menunjukkan, alasan masyarakat menggunakan media sosial adalah untuk mendapatkan hiburan, selain mengetahui apa yang dilakukan teman dan keluarganya lewat apa yang mereka unggah.
Baca juga: Penghasilan ”Influencer” di China Bisa sampai Rp 7 Triliun
Survei pada sekitar 4.500-an responden global itu juga menemukan bahwa masyarakat malas menonton konten yang terlalu mempromosikan diri (34 persen), termasuk untuk konten iklan pemilik merek yang sering muncul di media sosial.
Direktur ekonomi digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda tidak heran, perilaku tersebut membuat preferensi masyarakat bergeser dari pemengaruh ke konten kreator. Kejenuhan warganet atau netizen pada konten influencer yang sporadis menggaet penonton tanpa memikirkan kualitas konten menjadi salah satu faktornya.
”Pada titik tertentu pasti netizenmerasa jenuh dengan influencer karena kontennya tidak menjurus pada kualitas konten. Netizen mungkin akan lebih suka kreator konten yang memang datang dengan konten original dan berkualitas,” katanya, Selasa (30/1/2024).
Baca juga: Warganet Putuskan Beli karena Ikuti ”Influencer”
Ekonomi kreator
Karya kreator konten yang semakin dinanti dan diapresiasi pengguna media sosial pun menjadi peluang pemasar untuk beriklan. Tren ini pun menciptakan fenomena baru yang disebut ekonomi kreator.
Mengutip laporan ”The Creator Economy Opportunity: Where Authenticity Meets Impact" oleh IAB dan TalkShoppe, warganet kini lebih mengapresiasi iklan kreator konten daripada iklan buatan studio, seperti konten video bernaskah di siaran televisi.
Berdasarkan laporan tersebut, iklan kreator memiliki dampak 1,4 kali lebih besar dalam membangun loyalitas merek dan 1,3 kali lebih besar dalam mendukung advokasi merek yang menginspirasi.
Tahun 2024 ini, sebesar 44 persen pemasar berencana meningkatkan investasi mereka pada kreator konten dengan meningkatkan pengeluaran rata-rata sebesar 25 persen. Perkiraan perusahaan investasi Goldman Sachs, investasi itu diperkirakan akan tumbuh hingga 480 miliar dollar AS pada tahun 2027 dari posisi saat ini di kisaran 250 miliar dollar AS.
Investasi itu dinilai tidak hanya akan menguntungkan para kreator, tetapi juga mengembangkan kreativitas kreator dalam membungkus iklan dalam konten utama mereka.
Investasi itu diperkirakan akan tumbuh hingga 480 miliar dollar AS pada tahun 2027 dari posisi saat ini di kisaran 250 miliar dollar AS.
Gejala ini bisa dengan mudah kita saksikan pada pencipta konten yang wara-wiri di platform media sosial kita. Mereka yang rajin membuat video kreatif berdasarkan karakter mereka kerap menyelipkan iklan komersial di dalam karya mereka.
Kreator video di Instagram, seperti Kelvin Stevianos, beberapa tahun terakhir ini populer karena konten drama-humor keseharian dengan sejumlah karakter lintas usia dan jender yang ia perankan sendiri. Video yang ia unggah hampir setiap hari itu sesekali berisi pesanan sponsor.
Sebagai contoh, ia pernah membuat cerita berjudul ”Mamaku Ojek” berdurasi sekitar 1,5 menit yang menceritakan seorang anak yang malu karena ibunya mengantarnya ke sekolah seperti tukang ojek. Sepulang sekolah, anak itu mengungkapkan kekesalannya hingga sang ibu tersinggung, lantas kabur dengan motornya. Kecelakaan sempat terjadi di jalan, tetapi sang ibu tidak jadi meninggal karena teringat jadwal promo belanja di sebuah e-dagang.
Narasi cerita dengan iklan yang tidak masuk akal dan konyol itu tetap bisa dinikmati penonton, dilihat dari komentar-komentar mereka. Trik komunikasi cerita dan iklan itu tidak jarang dipakai kreator lain yang tetap perlu menghibur pengikutnya.
Bagaimanapun, tidak dimungkiri iklan pun bisa gagal diterima warganet dan mengganggu citra kreator. Analis merek Morning Consult, Ellyn Briggs, mengatakan, risiko itu memang bukan hal baru.
Meski demikian, saat ini, ia justru melihat, penonton atau pengikut setia bisa tetap menaruh kepercayaan besar pada pembuat konten setelah iklan yang mereka dibawakan direspons negatif. ”Kreator hanya perlu kembali berkreasi untuk menjangkau pemirsanya lagi,” kata Briggs.
Tak tergantung pengikut
Kreativitas pada kreator konten dinilai akan terus dicari dan dinanti pengguna media sosial. Briggs melihat, apresiasi warganet terhadap kreator konten muncul karena pengguna media sosial semakin sedikit mengunggah konten mereka sendiri di akun pribadi.
Keterikatan warganet terhadap akun atau kreator konten juga dinilai tidak melulu dilihat dari jumlah pengikut. Dari kacamata pengiklan, baik kreator yang memiliki sedikit pengikut maupun banyak pengikut mempunyai peluang baik untuk menarik perhatian dengan hasilnya berbeda.
Akun dengan jumlah pengikut menengah cenderung lebih kuat ikatannya dengan kreator. Sementara akun dengan pengikut besar bisa memberi jangkauan pasar yang luas.
”Saya rasa, kita bisa secara resmi mengatakan bahwa pada tahun 2024 penggunaan jumlah pengikut untuk menentukan potensi kesuksesan seorang pemengaruh atau kreator konten sudah tidak berlaku,” ujar Wakil Presiden Manajemen Pemasaran Kreator Grin, Ali Fazal, dilansir dari Marketing Dive.
Hikmahnya, kreator konten dapat terus membuat karya orisinil tanpa perlu mengejar target jumlah pengikut, karena itu termasuk jumlah keuntungan atau cuan akan indah pada waktunya.