Berlomba-lomba Mengembangkan Bahan Bakar Hidrogen
Sebagai pembawa (”carrier”) energi, hidrogen dinilai menjanjikan untuk masa depan. Namun, perlu strategi yang matang.
Perusahaan energi badan usaha milik negara, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero), seakan berlomba memulai pengembangan hidrogen. Sementara pemerintah berpandangan, hidrogen sebagai energi rendah karbon baru bakal tumbuh setelah tahun 2030. Kalangan pengamat menilai hidrogen menjanjikan untuk masa depan, tetapi perlu perencanaan matang untuk mengembangkannya.
Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), anak usaha Pertamina, bersama Toyota, mulai membangun stasiun pengisian bahan bakar hidrogen (hydrogen refueling station/HRS) di SPBU Daan Mogot, Jakarta. Peletakan batu pertama proyek dalam rangka mendukung ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan itu dilaksanakan pada Rabu (17/1/2024).
Hadirnya hidrogen sebagai bahan bakar transportasi disebut bakal memperkaya pilihan bahan bakar kendaraan bagi masyarakat, selain bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Nantinya, SPBU Daan Mogot akan menjadi stasiun pengisian pertama di Indonesia yang menyediakan tiga jenis bahan bakar sekaligus, yakni BBM, gas, dan hidrogen.
Baca juga: Pengembangan Hidrogen Hijau dan Amonia Hijau di Indonesia Dimulai
Direktur Utama Pertamina NRE Dannif Danusaputro menuturkan, pembangunan HRS di SPBU Daan Mogot menjadi langkah penting dalam membangun ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar. ”Tidak saja di sisi hulu tapi di sisi hilir. Kami bekerja sama dengan Toyota yang telah memproduksi fuel cell electric vehicle (motor listrik bertenaga hidrogen), yakni Toyota Mirai,” ujar Dannif melalui siaran pers.
Sekira tiga bulan sebelumnya, pada Senin (9/10/2023), PLN meresmikan green hydrogen plant (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Jakarta. GHP 100 persen bersumber dari energi baru terbarukan dan mampu memproduksi 51 ton hidrogen per tahun.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, GHP ialah inovasi untuk menjawab tantangan transisi energi. Menurutnya, ke depan, transportasi tak hanya bergerak ke arah listrik, tetapi juga hidrogen. PLN pun terus memacu penyediaan energi bersih.
Adapun GHP yang dimiliki PLN Nusantara Power diproduksi dengan menggunakan sumber pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang ada di sekitar PLTGU Muara Karang. Selain itu, hidrogen hijau ini juga berasal dari pembelian renewable energy certificate (REC) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.
Dari total produksi hidrogen 51 ton per tahun, sebanyak 43 ton di antaranya dapat dimanfaatkan untuk 147 mobil yang mampu menempuh jarak 100 kilometer (km) per hari. ”Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan BBM sebesar 2,4 kg CO2, menggunakan green hydrogen yang emisinya nol bisa menghindarkan emisi sebesar 1.920 ton CO2e per tahun,” ujar Darmawan.
Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jayan Sentanuhady, menuturkan, hidrogen untuk kendaraan, yang telah diproduksi sejauh ini, ialah yang menggunakan prinsip fuel cell (sel tunam), salah satunya Toyota Mirai. Adapun hidrogen yang dibakar dalam ruang bakar untuk transportasi belum ada.
”Fuel cell di sini fungsinya sama dengan fungsi baterai, yakni menyediakan energi listrik. Efisiensi fuel cell-nya sendiri berkisar 50-60 persen. Lalu, energi listrik dari fuel cell dipakai untuk menggerakkan motor listrik. Tingkat efisiensi motor listriknya saja 80-90 persen,” ujarnya. Ia menilai, dalam waktu dekat, pengembangan hidrogen untuk transportasi masih berat karena infrastrukturnya belum tersedia.
Butuh strategi
Pakar energi yang juga dosen pada Fakultas Teknik UGM, Tumiran, berpendapat, hidrogen menjanjikan di masa depan. Oleh karena itu, perlu perencanaan dan strategi dalam pengembangan hidrogen, termasuk pasar penyerapnya, baik di dalam negeri maupun potensi ekspor, termasuk jika memang akan diarahkan untuk sektor transportasi.
”Maka, perlu ada grand scenario pemanfaatan hidrogen, termasuk juga untuk pembangkit listrik, hingga mencapai skala ekonomi. Itu juga berkait dengan dampak ikutan (multiplier effect) dan rantai pasoknya yang saling mendukung serta terintegrasi. Jadi, segalanya harus dipikirkan, tidak sekadar latah. Yang penting, tahu pasarnya dan bisa diciptakan,” kata Tumiran.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, hal menarik dari pengembangan sektor transportasi kini ialah posisi Jepang, yang menguasai 90 persen pangsa pasar otomotif di Indonesia, belum masuk ke kendaraan listrik (EV). Jepang justru melirik ke sumber energi lain, seperti hidrogen.
Ia menduga, spesifikasi mesin bertenaga hidrogen lebih dekat dengan BBM ketimbang kendaraan listrik sehingga nantinya tidak perlu banyak modifikasi. Itu bisa jadi menjadi pilihan ketimbang beralih ke bisnis yang sepenuhnya baru. ”Apalagi, jika nanti mereka nanti memiliki triple bahan bakar sekaligus, yakni BBM, gas, dan hidrogen. Mobil listrik bisa selesai (kalah bersaing),” ujar Komaidi.
Melihat keseriusan Jepang dalam pengembangan hidrogen untuk kendaraan, ia berharap hal itu bakal berdampak positif bagi Indonesia. Komaidi pun menilai PLN dan Pertamina sama-sama memiliki kompetensi untuk mengembangkan energi alternatif untuk transportasi.
Menurut data International Renewable Energy Agency (Irena), pada akhir 2021 hampir 47 persen produksi hidrogen global berasal dari gas alam, 27 persen dari batubara, 22 persen dari minyak (sebagai produk sampingan), dan hanya 4 persen yang dihasilkan dari elektrolisis (dari energi terbarukan). Penggunaan hidrogen sebagai pembawa (carrier) energi masih terbatas, utamanya pada kendaraan jalan.
Per Juni 2021 terdapat lebih dari 40.000 fuel cell electric vehicle di seluruh dunia. Hampir sebesar 90 persen ada di empat negara, yakni Korea Selatan, Amerika Serikat, China, dan Jepang.
Hidrogen di Indonesia
Mengutip laman Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, hidrogen ialah unsur energi baru rendah karbon yang berlimpah di Indonesia. Saat ini, konsumsi hidrogen di Indonesia mencapai lebih dari 1,75 juta ton per tahun. Namun, penggunaannya masih sebatas pada bahan baku pupuk, amonia, dan kilang minyak.
Adapun arah pengembangan dan pemanfaatan hidrogen di Indonesia salah satunya untuk mendukung upaya dekarbonisasi dan komitmen Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim global. Akan tetapi, pengembangan hidrogen dalam mendukung energi bersih di Indonesia kini masih pada tahap penelitian dan proyek percontohan. Hidrogen diproyeksikan akan mulai tumbuh setelah tahun 2030.
Ke depan, perluasan pemanfaatan hidrogen mencakup kendaraan hidrogen (fuel cell atau bahan bakar sintetis), pembangkitan listrik, dan sebagai penyimpanan energi. Juga untuk dekarbonisasi sektor-sektor yang sulit didekarbonisasi baik secara teknologi maupun finansial (hard to abate sectors), seperti pengapalan (shipping), aviasi, produksi baja, manufaktur, dan transportasi jarak jauh.
Baca juga: Pertama di Indonesia, PLN Produksi Hidrogen Hijau 100 Persen dari EBT Kapasitas 51 Ton per Tahun
Berdasarkan Strategi Hidrogen Nasional Kementerian ESDM, terdapat 17 lokasi yang teridentifikasi memiliki akses sumber energi baru terbarukan untuk memproduksi hidrogen (H2), terdiri dari suplai hijau (menggunakan energi terbarukan) dan suplai biru (dari gas alam). Sumber hidrogen hijau, antara lain, lewat panas bumi, PLTS, PLTS terapung, PLTA, dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Pelaksana Tugas Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu mengatakan, pengembangan hidrogen ke arah dekarbonisasi saat ini baru sebatas ekses dari pendinginan pembangkit listrik PLN. Kementerian ESDM pun akan mengkaji terkait perizinan, terutama terkait dengan keamanan (safety).
”H2, kan, barang yang mudah meledak. Maka, untuk sampai kepada masyarakat, harus diteliti dan dikaji betul. Termasuk transportasinya lewat apa, apakah pipa atau tangki-tangki pengangkut. Ini harus aman. Sedang kami siapkan perizinannya karena ini baru mulai dan sejauh ini baru dihasilkan dari ekses pendinginan di pembangkit PLN,” ucapnya.