logo Kompas.id
EkonomiProblem Dasar dan Gagasan soal...
Iklan

Problem Dasar dan Gagasan soal Energi Tidak Terulas

Pesan besar terkait energi cenderung melompat langsung ke transisi energi dan tidak menyentuh problem-problem dasar.

Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
· 3 menit baca
Pengecer membeli eliji 3 kilogram bersubsidi di agen penjualan elpiji di kawasan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta, Senin (15/5/2023).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pengecer membeli eliji 3 kilogram bersubsidi di agen penjualan elpiji di kawasan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta, Senin (15/5/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pengamat kecewa isu energi tidak diulas secara mendalam oleh tiga calon wakil presiden dalam debat keempat kandidat Pemilihan Presiden 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam. Di tengah keterbatasan waktu, kesempatan yang ada tak dimanfaatkan optimal untuk menyentuh substansi masalah. Bahkan, isu-isu energi yang populis juga terlewatkan.

Dalam debat itu, energi menjadi salah satu tema di samping pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Lantaran harus berbagi dengan isu-isu lain, perihal energi hanya beberapa kali disebut, tetapi problem nyata di masyarakat tak terulas. Begitu juga solusi konkret apa yang hendak ditawarkan oleh para cawapres.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, beberapa kali menyinggung energi terbarukan yang perlu digenjot, bukan targetnya diturunkan. Menurut dia, pemerintah tak serius dalam upaya memacu transisi energi.

Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN), sejatinya target energi terbarukan dalam bauran energi primer ialah 23 persen pada 2025 (saat ini baru 13,1 persen). Namun, Dewan Energi Nasional tengah menyiapkan pembaruan KEN, yang salah satu isinya berupa penurunan target energi terbarukan menjadi 17-19 persen pada 2025. Itu atas dasar tak tercapainya asumsi pertumbuhan ekonomi 7-8 persen dalam KEN.

Baca juga: Di Debat Keempat Pilpres, Tingkat Kematangan Sikap Cawapres Terlihat

https://cdn-assetd.kompas.id/ZzFNpdRFk44Sax_w7mfmRPG7sp4=/1024x1034/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F18%2F2153b511-cd4c-468f-be01-0c3c6478d0a5_png.png

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyinggung bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel dalam transisi energi, termasuk mandatory biodiesel (campuran minyak sawit mentah/CPO dengan solar), yang sudah sampai 35 persen (B35). Selain menekan impor, Gibran menyebut hal itu akan terus meningkatkan produksi sawit serta menjaga kelestarian lingkungan.

Gibran juga menyebut proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, hasil kerja sama dengan Masdar dari Uni Emirat Arab. Proyek itu disebutnya memanfaatkan insentif berupa tax holiday dan tax allowance di tengah kebutuhan investasi energi terbarukan yang mahal. Ia juga mengatakan bauran (energi terbarukan) listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) perlu ditingkatkan.

Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, menuturkan, waktu lima tahun tidak cukup karena target emisi nol bersih (NZE) ialah pada 2060 sehingga masih panjang. Ia justru menyoroti pengelolaan berkelanjutan yang saat ini belum dilakukan. Mahfud juga menekankan keterbukaan atau transparansi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan energi.

Iklan
Teknisi memantau suhu serapan di atas permukaan panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya Cirata yang dikelola PT Pembangkitan Jawa Bali yang berada di kawasan Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).
Kompas

Teknisi memantau suhu serapan di atas permukaan panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya Cirata yang dikelola PT Pembangkitan Jawa Bali yang berada di kawasan Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).

Problem dasar terlewat

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, Senin (22/1/2024), mengatakan, dengan keterbatasan waktu dan banyaknya tema, serta latar belakang cawapres yang berbeda, isu energi tak terangkat optimal dalam debat. Pesan besar terkait energi pun cenderung melompat langsung ke transisi energi.

Menurut dia, betul bahwa transisi energi sedang berjalan dan menjadi tren di tingkat global. ”Namun, saya menyayangkan problem-problem dasar di sektor energi terlewatkan dan seolah-olah sudah siap langsung ke transisi. Misalkan tentang neraca elpiji, harga gas bumi tertentu, dan pembelian elpiji pakai KTP. Memang Pak Muhaimin sempat menyinggung subsidi BBM di penutup, tapi elpiji tidak,” katanya.

Baca juga: Punya Gas Alam Banyak, Kenapa Indonesia Impor Elpiji Besar-besaran?

Ia menambahkan,gimik lebih dominan dalam debat antarcawapres pada Minggu (21/1/2024) malam itu ketimbang memunculkan gagasan-gagasan. Berkisar 60-70 persen bobot lebih pada keperluan untuk meraih suara. Padahal, gagasan yang baik dari paslon yang kalah nantinya juga dapat diadopsi oleh paslon yang terpilih dalam Pemilihan Umum 2024.

Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga juga menilai ada keterbatasan waktu serta terlalu luasnya topik yang dibahas. Namun, itu seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan satu topik dengan yang lain, misalnya berkaitan dengan kerangka pembangunan berkelanjutan.

”Penghubungan pengelolaan sumber daya alam, pangan, energi, masyarakat adat, dan desa sebenarnya bisa membuat debat lebih menarik. Namun, semalam, dari pertanyaan satu ke pertanyaan lain seperti terputus. Tak dibahas apa masalahnya, tantangannya, dan mau diselesaikan dengan progam apa saja. Tak menyentuh solusi, tetapi permukaan-permukaan saja. Mengecewakan,” ujar Daymas.

Bahkan, lanjut Daymas, kebijakan-kebijakan populis juga tak dimanfaatkan untuk meraup suara. ”Misalnya, bagaimana kebijakan subsidi, tarif listrik, dan elpiji 3 kg. Juga bagaimana transisi energi di tengah kondisi kelebihan pasokan PLN saat ini. Hal-hal seperti itu, serta yang dekat dan lebih banyak relevansinya dengan masyarakat, yang semestinya dibahas,” katanya.

Hamparan areal tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Selasa (20/6/2023).
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Hamparan areal tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Selasa (20/6/2023).

Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, menilai, para cawapres seharusnya menggali lebih jauh mengenai isu-isu terkait energi terbarukan juga bencana ekologis. Bagaimana mewujudkan satu regulasi yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Gagasan-gagasan konkret dari ketiga cawapres juga minim.

Ia mencontohkan, seharusnya muncul bagaimana strategi para paslon untuk mencapai target emisi nol bersih (NZE) pada 2060 selain menyebutkan program-program yang sedang berjalan. ”Juga bagaimana dalam prosesnya untuk tidak meninggalkan masyarakat terdampak. Energi terbarukan disinggung sebagai potensi, tetapi bagaimana implementasinya?” ujar Akmaluddin.

Sementara mengenai isu pertambangan dan hilirisasi mineral, ujar Akmaluddin, sebenarnya muncul sejumlah persoalaan seperti jumlah tambang ilegal serta hilirisasi yang ugal-ugalan dengan melibatkan banyak tenaga kerja asing. Juga dorongan keterbukaan informasi dalam tata keloa. Namun, tawaran solusi konkretnya masih amat minim.

Editor:
MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000