Debat Kedua Cawapres Belum Dalami Permasalahan Dasar Sawit
Sawit ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena telah menyumbang devisa yang sangat besar.
JAKARTA, KOMPAS — Tiga calon wakil presiden belum mengungkapkan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh industri kelapa sawit Indonesia dalam debat kedua bagi calon wakil presiden di Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam. Padahal, kelapa sawit menjadi salah satu komoditas yang berkontribusi besar terhadap perekonomian domestik.
Debat calon wakil presiden (cawapres) kedua tersebut mengusung tema besar pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Analisis Litbang Kompas menunjukkan, dari total 7.793 kata yang diucapkan, ketiga cawapres hanya menyebutkan kata ”sawit” sebanyak empat kali selama debat berlangsung.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dari jumlah tersebut, tiga kata kunci yang kerap diungkapkan oleh cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, dari total sejumlah 2.686 kata selama 24 menit 27 detik adalah ”petani”, ”desa”, dan ”pembangunan”. Kemudian, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menuturkan, 2.539 kata dalam durasi 24 menit 12 detik dengan tiga kata dominan ”tanah”, ”energi”, dan ”masyarakat”.
Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, tercatat melontarkan 2.568 kata dalam durasi 25 menit 36 detik. Tiga kata yang paling sering muncul adalah ”ekonomi”, ”hukum”, ”adat”, dan ”masyarakat”.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, dihubungi pada Senin (22/1/2024), mengatakan, permasalahan mendasar kelapa sawit belum dibahas secara mendalam pada debat cawapres kedua. Padahal, kelapa sawit berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional dengan menyumbang devisa dan menciptakan lapangan pekerjaan atau termasuk dalam topik pembangunan berkelanjutan.
”Kami tidak melihat itu (kelapa sawit) saat debat cawapres kemarin. Padahal, sawit ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena telah menyumbang devisa yang sangat besar yang bahkan, kalau dicabut, neraca perdagangan kita minus dan sawit juga telah menyerap 17 juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tapi, kenapa kok tidak disinggung secara khusus?” katanya.
Nilai ekspor komoditas minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) mencapai puncaknya pada tahun 2022, yakni senilai 39,07 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 600 triliun. Adapun ekspor CPO tersebut telah menjangkau lebih dari 160 negara tujuan.
”Sawit merupakan tanaman tahunan yang ketika berfotosintesis menyerap CO2 sekaligus mengeluarkan O2 dan dia sebenarnya, dari Afrika, tempat asalnya, tergolong sebagai tanaman hutan,” imbuhnya.
Saat ini, kita tengah berjuang atas tuduhan-tuduhan dari Uni Eropa mengenai deforestasi oleh sawit. Jangan sampai narasi seperti itu malah justru menghantam komoditas andalan kita sehingga mesti bijak.
Namun, pada debat cawapres kedua, narasi yang muncul justru mengenai deforestasi. Hal ini disampaikan oleh cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, yang menyatakan, selama 10 tahun terakhir telah terjadi deforestasi sebesar 12,5 juta hektar (ha).
Sebaliknya, data Badan Pusat Statistik menunjukkan, deforestasi selama 2013-2022 tercatat sekitar 3,8 juta hektar. Data deforestasi tersebut tidak hanya terkait dengan aktivitas lahan kelapa sawit, tetapi juga untuk semua kegiatan, seperti pengembangan provinsi baru, kabupaten/kota baru, permukiman, persawahan, tambang, perkebunan semua komoditas, dan perumahan.
Baca juga: Jalan Berliku Kelapa Sawit dari Loyang Menjadi Emas
Selain itu, muncul pula narasi yang mengungkapkan bisnis sawit hanya dikuasai segelintir orang. Menurut Eddy, kedua narasi tersebut justru memperburuk citra komoditas kelapa sawit di tengah upaya mengatasi kampanye negatif dari Barat mengenai produk sawit domestik yang merusak lingkungan.
”Saat ini, kita tengah berjuang atas tuduhan-tuduhan dari Uni Eropa mengenai deforestasi oleh sawit. Jangan sampai narasi seperti itu malah justru menghantam komoditas andalan kita sehingga mesti bijak,” tuturnya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menilai, debat cawapres yang baru saja berlangsung merupakan debat lintas generasi. Setiap generasi terwakili. Generasi senior terwakili oleh Mahfud MD, generasi menengah oleh Muhaimin, sedangkan generasi milenial oleh Gibran.
”Secara khusus, kami, petani sawit, sangat menyayangkan karena pembahasan tentang sawit sangat minim. Padahal, kelapa sawit adalah lokomotif ekonomi sosial Indonesia,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Gulat, para petani kelapa sawit tengah menghadapi permasalahan utama berupa produktivitas yang belum optimal, hanya 25-35 persen dari yang seharusnya. Padahal, para petani menguasai 42 persen lahan atau 6,87 juta ha dari total 16,38 juta ha lahan kelapa sawit di Indonesia.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan intensifikasi agar produktivitas kelapa sawit meningkat. Intensifikasi tersebut, antara lain, dilakukan dengan penanaman kembali (replanting), pemupukan, serta hilirisasi hingga tingkat usaha kecil menengah (UKM).
Gulat menilai, ketiga cawapres memiliki kekhasan. Gibran, misalnya, mengungkapkan tentang ekstensifikasi dengan mengoptimalkan lahan-lahan telantar dan terdegradasi. Sementara itu, Mahfud MD cenderung menyoroti pemberian hak ulayat kepada masyarakat adat.
Di sisi lain, Muhaimin dinilai kurang memiliki pemahaman mengenai kelapa sawit sehingga hanya sebatas mengulas dari aspek reforma agraria.
Baca juga: Sawit Diandalkan untuk Perekonomian