Harga beras mulai stabil, tetapi masih relatif tinggi karena produksi yang menurun.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program bantuan pangan beras yang disalurkan pemerintah sepanjang tahun 2023 belum mampu menurunkan harga beras di pasaran meski berhasil mengontrol gejolak inflasi beras. Ada beberapa faktor yang membuat harga beras tetap tinggi sampai awal tahun, seperti turunnya produksi di dalam negeri serta dampak ketidakpastian ekonomi dunia.
Berdasarkan catatan Badan Urusan Logistik (Bulog), sejak bantuan pangan beras tahap pertama digulirkan pada Januari-Maret 2023, inflasi beras turun dari 2,63 persen pada Februari 2023 menjadi 0,70 persen pada Maret 2023, 0,50 persen pada April 2023, dan 0,02 persen pada Mei 2023.
Demikian pula, penyaluran bantuan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tahap kedua pada September-Desember 2023 mampu menjaga laju kenaikan harga beras di akhir tahun yang biasanya naik tinggi. Inflasi beras saat itu turun cukup signifikan dari 5,61 persen pada September 2023 menjadi 0,43 persen pada Desember 2023.
Sebagai informasi, bantuan pangan beras pada 2023 diberikan sebanyak 10 kilogram kepada 21 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama tiga bulan berturut-turut. Pada 2024, bantuan tersebut dilanjutkan dengan jumlah penerima manfaat bertambah menjadi 22 juta keluarga.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, bantuan pangan yang pada 2023 telah disalurkan hingga 1,72 juta ton mampu menahan gejolak dan menahan harga beras agar tetap terkendali. Meski demikian, bantuan pangan itu belum berhasil menurunkan harga beras.
”Harga beras memang mulai stabil, tetapi masih relatif tinggi. Harga beras belum berhasil turun karena kondisi produksi dan situasi yang masih berat di tahun 2023 dan kemungkinan berlanjut tahun ini,” kata Bayu dalam konferensi pers yang digelar di kantor Bulog, Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Menurut dia, sesuai perkiraan, produksi beras sepanjang tahun 2023 turun drastis. Sebelumnya, pada periode 2021-2022, produksi beras masih surplus 1,8 juta-1,9 juta ton. Namun, besaran surplus terus berkurang. Pada 2022-2023, surplus masih terjadi meski turun menjadi 700.000 ton.
Produksi yang turun itu membuat suplai terganggu sehingga membuat harga beras di pasaran masih tinggi meski secara umum inflasi beras mulai terkendali. Menurut Bayu, harga beras yang relatif tinggi itu kemungkinan masih akan bertahan sampai awal tahun 2024.
Setidaknya per awal tahun ini, belum ada tanda-tanda menggembirakan.
Faktor fundamental
Ada tiga faktor yang memengaruhi tingkat harga beras di pasaran. Pertama, produksi beras belum pulih dan masih turun. Kedua, biaya input tetap tinggi karena harga pupuk dunia yang masih bergejolak. Ketiga, kondisi ekonomi global dan kebijakan sejumlah negara yang membuat pasar dunia belum tenang.
Apalagi, mengacu pada perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), defisit produksi beras pada Januari-Februari 2024 masih akan terjadi dalam jumlah cukup besar akibat masa tanam di sebagian wilayah Jawa yang mundur sehingga berpengaruh pada panen yang juga mundur.
BPS memperkirakan, defisit beras pada Januari 2024 diperkirakan sebesar 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 mencapai 1,22 juta ton. Suplai yang terganggu di pasaran itu pun berdampak pada harga beras di pasaran awal tahun ini.
Berdasarkan panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per 3 Januari 2023, harga rata-rata nasional beras medium adalah Rp 13.240 per kilogram, naik 0,38 persen dibandingkan harga 31 Desember 2023 sebesar Rp 13.190 per kilogram. Sementara, per 11 Januari 2023, harga rata-rata nasional beras medium masih naik hingga mencapai Rp 13.310 per kilogram.
Sebelumnya, Bulog sempat menargetkan bantuan pangan beras 10 kilogram dapat menurunkan harga beras kualitas medium hingga di bawah Rp 11.000 per kilogram. ”Memang setidaknya per awal tahun ini, belum ada tanda-tanda menggembirakan. Pasar dunia masih naik turun, di dalam negeri juga suplai kita masih akan sulit. Jadi, ini kondisinya memang lagi berat,” tutur Bayu.
Pemerintah pun tidak memasang target muluk-muluk untuk menurunkan harga beras dan inflasi pada awal tahun ini. ”Kami akan jalankan dulu program bantuan pangan ini agar 22 juta KPM itu tenang dan tidak perlu panik mencari beras. Yang penting, kita usahakan harga sestabil mungkin. Sebab, yang lebih berbahaya dari harga yang tinggi adalah harga yang berfluktuasi,” katanya.
Dengan harga beras yang masih tinggi hingga awal tahun ini, Bulog juga tidak akan merevisi harga eceran tertinggi (HET). ”Karena ini penyebabnya faktor fundamental, yaitu masalah produksi dan pasokan. Mengubah HET tidak akan terlalu berdampak karena sekarang pun HET sudah terlanggar. Nanti, kalau kita naikkan HET, jadi seperti pembenaran saja untuk kenaikan harga,” ujarnya.
Minim salah sasaran
Dari segi penyaluran, realisasi program bantuan pangan relatif minim salah sasaran karena sistem baru yang diterapkan oleh perusahaan logistik penyalur bantuan.
Direktur Utama PT Pos Indonesia Faizal Rochmad Djoemadi mengatakan, para transporter bantuan menggunakan sistem yang ketat dalam menyalurkan bantuan. Setiap penerima beserta kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) wajib difoto saat bantuan disalurkan sebagai bukti penyaluran.
”Dengan demikian, tidak terjadi salah salur. Bantuan juga tidak bisa disalurkan atau diambil dua kali. Misalnya, ayahnya ambil lalu anaknya juga mau ambil, itu tidak bisaa lagi karena ada foto KK yang sudah terekam,” kata Faizal.
Untuk tahun ini, pihaknya juga akan mengembangkan sistem baru perekaman di jalur distribusi atau jalur tengah (middle man). ”Kalau sebelumnya sistem yang berlaku untuk merekam di ujung di penerima, sekarang ada sistem e-filing untuk merekam sejak bantuan mulai diambil di gudang Bulog sampai ke titik distribusi. Jadi, seluruh proses terdokumentasi dengan baik,” kata Faizal.