Ke Mana Angin Kredit Perbankan 2024 Berembus?
Trend positif pembiayaan perbankan di sektor manufaktur menjadi salah satu penentu tercapainya Indonesia Emas 2045.
Layaknya mengikuti arah mata angin yang berembus, prospek penyaluran kredit industri perbankan akan mengikuti tren bisnis dari sektor tertentu atau dikenal dengan istilah follow the business. Selama ini, angin itu berembus menyusuri sektor pertambangan yang dinilai mampu menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi. Lantas, ke mana arah angin berikutnya akan berembus?
Sejalan dengan program pemerintah, yakni Indonesia Emas 2045, salah satu penggerak agar Indonesia mampu menjadi negara maju sekaligus terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah adalah melalui reindustrialisasi, terutama manufaktur. Sebab, sektor manufaktur merupakan industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Di sisi lain, pengembangan bisnis industri manufaktur tidak lepas dari akses pembiayaan, yang salah satunya dapat diperoleh melalui perbankan. Meski secara keseluruhan perbankan optimistis jika sektor manufaktur masih prospektif pada 2024, penyaluran kredit tidak lepas dari faktor permintaan yang utamanya bergantung pada kondisi sektor riil.
Selama beberapa tahun terakhir, penyaluran kredit perbankan kepada sektor industri pengolahan tercatat terus bertumbuh setiap tahun. Pada 2022, penyaluran kredit terhadap sektor manufaktur tercatat Rp 1.067 triliun atau tumbuh 12,19 persen dibandingkan periode 2021 serta tumbuh 18,68 persen dibandingkan periode 2018.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai salah satu bank di bawah badan usaha milik negara (BUMN), misalnya, tercatat telah menyalurkan kredit manufaktur Rp 149,96 triliun per akhir November 2023. Jumlah tersebut setara hampir 15 persen dari total penyaluran kredit manufaktur periode 2022.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Teuku Ali Usman secara tertulis menyampaikan, pihaknya akan terus berfokus membidik penyaluran kredit manufaktur guna mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional. ”Penyaluran kredit manufaktur tersebut paling banyak kami salurkan kepada subsektor industri makanan dan minuman, industri dan perdagangan besar logam, industri pupuk dan obat hama, industri pulp and paper, serta industri kimia,” katanya, Kamis (4/1/2024).
Teuku menambahkan, pihaknya akan melakukan ekspansi kredit seusai dengan alat ukur yang digunakan, yakni loan portfolio guideline (LPG) untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang prospektif dengan risiko rendah. Selain itu, dilakukan juga penyeleksian calon debitur melalui industry acceptance criteria guna diperoleh winner player dari setiap sektor dan secara aktif menjaga eksposur kredit agar sesuai dengan batasan sektoral yang telah ditetapkan dalam industry limit.
Dengan demikian, Bank Mandiri diharapkan dapat melakukan ekspansi kredit dengan tetap menjaga kualitas kredit. Dalam melakukan ekspansi kredit, Bank Mandiri akan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dengan mengarahkan pertumbuhan kreditnya pada sektor-sektor yang tergolong prospektif sesuai LPG.
”Bank Mandiri optimistis dapat melanjutkan kinerja yang baik pada tahun 2024 dengan fokus menggarap peluang ekosistem nasabah, terutama di sektor sektor yang potensial serta didukung oleh digitalisasi secara menyeluruh,” imbuhnya.
Kami mengharapkan kondisi politik tetap kondusif agar perekonomian juga dapat tumbuh positif.
Komitmen serupa juga disampaikan oleh PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Hera F Haryn, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, dalam keterangan tertulisnya menyebut, pihaknya berkomitmen untuk mendukung pengembangan industri manufaktur di Indonesia dengan menyalurkan kredit secara prudent.
Per September 2023, penyaluran kredit BCA terhadap sektor manufaktur tercatat tumbuh positif sebesar 10,8 persen secara tahunan menjadi Rp 176 triliun. Jumlah tersebut setara 17 persen dari total penyaluran kredit manufaktur perbankan periode 2022.
”Pada prinsipnya, BCA senantiasa sejalan dengan arahan dan kebijakan pemerintah, regulator, maupun otoritas, termasuk dalam mendorong Indonesia mencapai visi Indonesia Emas 2045, termasuk dengan mendorong industri manufaktur melalui penyaluran pembiayaan,” tuturnya.
Menurut Hera, prospek penyaluran kredit manufaktur ke depan masih berada dalam tren positif mengingat prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia juga positif. Dalam menjalankan fungsi intermediasi tersebut, BCA tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan peluang serta kondisi politik-ekonomi terkini.
Selain itu, penyaluran kredit juga diberikan atas dasar perimbangan kebutuhan pembiayaan berdasarkan aktivitas usaha debitur dengan tetap mengawasi penggunaan kredit. ”Kami mengharapkan kondisi politik tetap kondusif agar perekonomian juga dapat tumbuh positif,” imbuh Hera.
Di sisi lain, penyaluran kredit pembiayaan terhadap industri manufaktur oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI per September 2023 tercatat mencapai Rp 133,8 triliun atau setara 13 persen dari total penyaluran kredit manufaktur oleh perbankan pada 2022. Adapun porsi penyaluran kredit manufaktur tersebut sebesar 20 persen dari total penyaluran kredit BNI hingga September 2023.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo secara tertulis menjelaskan, tren penyaluran kredit pembiayaan industri manufaktur oleh BNI masih terus menunjukkan pertumbuhan yang baik. Oleh sebab itu, pihaknya akan berfokus dengan pipeline yang berkualitas pada segmen korporasi blue chip yang prospektif dan resilien.
”Kami melihat ekspansi kinerja ekonomi riil hingga akhir tahun ini semakin menguat dan diharapkan dapat berlanjut di awal 2024,” katanya, Jumat (5/1/2024).
Total penyaluran kredit BNI hingga September 2023 mencapai Rp 671 triliun atau tumbuh 7,8 persen secara tahunan dengan kontribusi sektoral terbesarnya antara lain sektor manufaktur, perdagangan, serta restoran dan hotel. Penyaluran kredit tersebut terdiversifikasi ke sejumlah sektor untuk meminimalkan risiko apabila terlalu mengonsentrasikan kredit pada sektor ekonomi tertentu.
Baca juga : Perbankan Optimistis Tren Pertumbuhan Kredit Berlanjut
Okki turut optimistis, Indonesia mampu terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dengan memanfaatkan bonus demografi serta meningkatkan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan. Hal ini juga tidak lepas dari peran pemerintah dan otoritas terkait yang telah membuat bauran kebijakan guna menstimulasi pertumbuhan kredit ke sektor hilirisasi.
”Oleh sebab itu, industrialisasi menjadi esensial karena sektor manufaktur mampu menyerap tenaga kerja formal yang lebih besar, diikuti potensi transfer teknologi serta meningkatkan nilai tambah perekonomian,” kata Okki.
Tren positif
Secara keseluruhan, tren penyaluran kredit oleh industri perbankan diperkirakan masih akan melanjutkan tren positif. Berdasarkan target pertumbuhan kredit dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2024-2026 per September 2023, pertumbuhan penyaluran kredit tersebut mampu menebus angka dua digit.
Hal itu senada dengan perkiraan penyaluran kredit perbankan yang ditetapkan Bank Indonesia, yakni 10-12 persen pada 2024 dan 11-13 persen pada 2025. Capaian tersebut tidak lepas dari prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan berkisar 4,7-5,5 persen pada 2024 dan akan meningkat 4,8-5,6 persen pada 2025 dengan tingkat inflasi yang tetap terkendali dalam rentang sasaran 1,5-3,5 persen pada 2024 dan 2025.
Perbankan itu bukan ’in a driver seat’, bukan yang menyetir, tetapi sebagai ’copilot’. Sektor riil itulah yang justru akan menentukan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae menambahkan, dengan terjaganya kondisi makroekonomi domestik tersebut, penyaluran kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga perbankan mampu tumbuh dengan sehat. Selain itu, loan to deposit ratio (LDR) diperkirakan dalam rentang 84-86 persen dengan risiko kredit terjaga, yakni nonperforming loan (NPL) gross berada dalam rentang 2-2,5 persen.
”Tingkat profitabilitas melanjutkan pertumbuhan positif dengan laba bersih dapat meningkat 9-10 persen secara tahunan dengan capaian net interest margin (NIM) pada rentang 4-5 persen. Sektor-sektor yang diperkirakan akan mendorong pertumbuhan kredit antara lain sektor rumah tangga, sektor perdagangan, dan sektor industri pengolahan,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Desember 2023, Senin (9/1/2024).
Sebelumnya, Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani menjelaskan, arah kebijakan penyaluran kredit perbankan akan mengikuti perkembangan yang terjadi pada sektor riil. Sebab, perbankan bukan penggerak utama.
”Perbankan itu bukan in a driver seat, bukan yang menyetir, tetapi sebagai copilot. Sektor riil itulah yang justru akan menentukan,” katanya saat ditemui pada medio November 2023 lalu.
Oleh sebab itu, dibutuhkan arah kebijakan dari pemerintah sebagai pendorong perbankan dalam menyalurkan kredit. Apabila sektor riil telah diberi ruang untuk bertumbuh melalui mekanisme kebijakan, dengan sendirinya akan tercipta permintaan terhadap pembiayaan.
Baca juga : Pelaku Industri Optimistis Kinerja Meningkat 6 Bulan ke Depan
Sektor prioritas
Menurut Aviliani, pemerintah perlu fokus terhadap sektor tertentu yang hendak dikembangkan dalam rangka merealisasikan visi Indonesia Emas 2045, salah satunya dengan membuat peta jalan reindustrialisasi. ”Jadi, jangan bicara soal supply side (penawaran) dulu, melainkan demand side (permintaan), karena kalau sudah ada demand, otomatis supply akan terbentuk dengan sendirinya,” ujarnya.
Selain itu, dibutuhkan pula koordinasi antarkementerian atau lembaga, misalnya dengan melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan agar arah kebijakan yang dibuat antara sektor riil dan sektor jasa keuangan selaras. Dengan demikian, diharapkan arah kebijakan sektor jasa keuangan dapat sesuai dengan kebutuhan sektor riil mengingat penyaluran kredit selama ini cenderung mengarah ke sektor padat modal, bukan padat karya.
”Insentif yang akan diberikan kepada sektor riil juga sebaiknya dilakukan dalam jangka pendek, misalnya dengan insentif pajak, sehingga akan mendukung perusahaan baru dapat bertumbuh. Kalau sektornya menarik, pasti akan butuh pembiayaan dan bank tinggal mengikutinya saja,” katanya.
Ekonom senior pendiri Center of Reform on Economics (CORE), Hendri Saparini, menambahkan, hilirisasi menjadi pilihan terbaik untuk mengembangkan industri manufaktur. Namun, ke depan, diperlukan prioritas terhadap hilirisasi di sektor lain.
Menurut Hendri, para calon pemimpin yang saat ini tengah bersaing di panggung kontestasi Pemilihan Umum 2024 belum menetapkan sektor prioritas hilirisasi dan upaya-upaya untuk merealisasikannya. Padahal, ini penting karena akan menentukan penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat.
”Sektor pertanian itu sangat potensial karena luas dan banyak orang yang bekerja di sana sehingga akan menciptakan efek domino yang sangat besar. Ini (sektor pertanian) yang belum dieksplorasi lebih jauh karena para capres (calon presiden) hanya sekadar menyebut industrialisasi, revitalisasi industri, tetapi sektornya apa dan caranya bagaimana, kan, belum ada,” tuturnya saat ditemui di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Seperti disampaikan di awal, perbankan sebagai penyalur pembiayaan akan mengikuti arus perkembangan dari sektor riil. Sektor manufaktur seharusnya memang menjadi sektor prioritas pemerintah agar visi Indonesia Emas 2045 tidak berakhir sebagai mimpi semata. Namun, ke mana arah angin itu berembus?
Baca juga : Suku Bunga Tinggi, Perbankan Jaga Kualitas Kredit