Perlu melibatkan sebanyak-banyaknya profesional dan cendekiawan dalam pengembangan sumber gas.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua sumber gas besar atau giant discovery, yakni di laut Kalimantan Timur dan bagian utara Sumatera, ditemukan oleh kontraktor kontrak kerja sama di setiap wilayah kerja pada 2023. Kendati dinilai sebagai hal positif, tahapan menuju komersialisasi masih panjang, termasuk perlu sertifikasi dalam memastikan cadangan gas yang tersedia.
Pada Selasa (19/12/2023), perusahaan energi asal Uni Emirat Arab, Mubadala Energy, mengumumkan penemuan gas secara signifikan di sumur eksplorasi Layaran-1, Kontrak Kerja Sama (KKS) South Andaman, sekitar 100 kilometer lepas pantai Sumatera bagian utara. Dari temuan tersebut, diketahui terdapat potensi 6 triliun kaki kubik (TCF) gas.
Temuan itu hanya berselang sekitar dua bulan dari ditemukannya sumber gas bumi di laut lepas Kalimantan Timur oleh perusahaan minyak dan gas bumi asal Italia, Eni. Perkiraan awal gas di Wilayah Kerja North Ganal (Geng North) itu sebesar 5 TCF.
Praktisi sekaligus pemerhati migas Hadi Ismoyo, dihubungi di Jakarta, Selasa (9/1/2024), mengatakan, dua giant discovery itu menjadi hal positif bagi Indonesia. Namun, hal tersebut diketahui dari satu sumur. Sementara dalam kaidah engineering, perlu menambah 2-4 sumur deliniasi atau sumur-sumur yang dibor untuk mencari batas-batas sebaran migas.
”Itu untuk mengetahui batasan reservoir dan gas-water contact-nya di mana, serta menghampar sampai berapa kilometer dari titik awal ditemukannya gas tersebut. Setelah yakin, lalu disertifikasi oleh lembaga independen yang akan menghitung resources (sumber daya) ataupun cadangan dari reservoir itu. Setelah disertifikasi, baru ketahuan, benar tidak 5 TCF. Bisa lebih, bisa kurang,” kata Hadi.
Setelah disertifikasi, imbuh Hadi, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) membuat rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD), untuk kemudian mendapat persetujuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Proses tahapan hingga mulai menyusun POD itu bisa memakan waktu 1-2 tahun.
Hadi menambahkan, setelah tersertifikasi memang akan keluar angka sebagai cadangan gas. ”Namun, cadangan pasti pada gas itu syaratnya harus ada market. Jadi, cadangan yang betul-betul komersial itu setelah ada market. Misal di Geng North, nantinya akan ke mana dialirkan? Apakah (LNG) Bontang akan sepenuhnya menyerap? Kalau benar, berarti sudah jadi cadangan,” katanya.
Sementara untuk gas jumbo di South Andaman bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga di Aceh. Konsepnya ialah dengan melibatkan sebanyak-banyaknya profesional, cendekiawan untuk dilibatkan dalam pengembangan ini. Namun, harus tetap berbasis kompetensi. Tidak bisa jika asal ikut, tetapi tanpa kompetensi.
”Oleh karena itu, karena masih jauh, teman-teman di Aceh agar dipersiapkan untuk meningkatkan kompetensi. Misalnya anak-anak muda yang lulus SMA selanjutnya akan sekolah di mana? (Diarahkan) misal teknik perminyakan, teknik geologi, teknik kimia, teknik industri, teknik mesin, dan sebagainya. Itu agar mereka bisa terlibat dalam proyek, sesuai dengan kompetensi,” kata Hadi.
LNG
Hadi berpendapat, gas-gas yang bisa dihasilkan dari Andaman ataupun Geng North lebih baik dijadikan gas alam cair (LNG) untuk kemudian dipasarkan, 50 persen di luar negeri dan 50 persen di dalam negeri. Pasalnya, pembangunan kilang LNG membutuhkan modal besar dan harga LNG di luar negeri relatif lebih baik dari dalam negeri sehingga bakal membantu keekonomian.
Khusus pengembangan gas bumi dalam negeri, Hadi menilai, pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat karena belum terbangunnya infrastruktur energi, seperti pipanisasi gas, yang sejatinya dibutuhkan industri. ”Untuk menumbuhkan demand, koneksikan antara barat dan timur, kemudian bangun kawasan-kawasan industri dengan pipa transmisi dan distribusi,” katanya.
Adapun transmisi gas Cirebon-Semarang, yang 17 tahun mangkrak, akhirnya kini teraliri gas dari Semarang ke Kawasan Industri Kendal, sebagai bagian dari tahap I (Semarang-Batang). Pembangunan dengan APBN itu akan berlanjut ke tahap II, yakni Batang-Cirebon. Selain itu, pemerintah juga akan membangun pipa gas Sei Mangkei (Sumatera Utara)-Dumai (Riau).
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D Suryodipuro menuturkan, saat ini penemuan gas jumbo di South Andaman masih tahap awal eksplorasi. Mubadala Energy tengah melakukan serangkaian tes, antara lain core analysis, fluid analysis, dan post-drill analysis. Setelah itu, baru akan disusun Penentuan Status Eksplorasi (PSE) sebagai dasar POD, sesuai hasil kajian teknis, ekonomis, skenario pengembangan, dan komersialisasi.
Sementara itu, terkait dengan pengembangan infrastruktur, termasuk pembangunan kilang LNG baru, akan terjawab setelah POD selesai. ”Secara umum, betul penemuan gas ini akan butuh infrastruktur agar bisa dikomersialkan,” kata Hudi melalui siaran pers, Senin (8/1/2024).
Hudi mengemukakan, SKK Migas akan fokus memvalidasi potensi giant discovery di Blok Andaman guna mengonfirmasi besar cadangan gas dan kondensat di wilayah kerja tersebut sehingga tak memunculkan spekulasi di masyarakat. Proses pembuktian dan validasi itu sangat dibutuhkan sebaga dasar pengambilan langkah-langkah untuk percepatan onstream (operasi).
Sebelumnya, CEO Mubadala Energy Mansoor Mohamed al-Hamed dalam keterangannya, Selasa (19/12/2023), menyebutkan, penemuan potensi sumber gas di South Andaman seiring strategi perluasan portofolio gas dalam mendukung transisi energi. ”Ini juga tonggak sejarah besar bagi ketahanan energi Indonesia dan Asia Tenggara,” katanya.