Kinerja Ekspor 2024 Bakal Terkontraksi 1,5 Persen
Penurunan kinerja ekspor terjadi karena lemahnya permintaan yang dibarengi dengan menurunnya harga komoditas.
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja ekspor tahun 2024 diperkirakan akan terkontraksi. Ini dipicu oleh perlambatan ekonomi dunia yang membuat permintaan ekspor menurun. Selain itu, harga sejumlah komoditas juga akan menurun.
Tim ekonom Bank Mandiri memperkirakan kinerja ekspor tahun 2024 akan terkontraksi 1,50 persen dibandingkan 2023. Adapun kinerja ekspor 2023 pun diperkirakan akan terkontraksi 0,52 persen dibandingkan tahun 2022.
Kinerja negatif ekspor ini sudah tampak pada data teranyar. Mengutip data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Januari-November 2023 mencapai 236,41 miliar dollar AS, menurun 11,83 persen secara tahunan. Kendati demikian, Indonesia masih mencatat surplus neraca perdagangan yang telah berlangsung selama 43 bulan terakhir.
Dihubungi Selasa (26/12/2023), Head of Industry Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani mengatakan, kinerja ekspor pada tahun 2024 diperkirakan akan mengalami penurunan karena dua hal. Yang pertama adalah ekonomi global yang masih lambat berdampak pada permintaan ekspor yang lesu.
Mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 diperkirakan 4,0 persen, sama seperti 2023. Namun, negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China dan Amerika Serikat, mengalami perlambatan ekonomi.
Pada 2024, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan 4,2 persen, melambat dibandingkan 2023 yang 5,0 persen. Begitu juga AS yang pada 2024 diperkirakan bertumbuh 1,5 persen menurun dibandingkan 2023 yang sebesar 2,1 persen. Padahal, ekspor Indonesia ke China mencapai 25,49 persen dari total ekspor, sementara ekspor ke AS mencapai 9,54 persen dari total ekspor.
Faktor kedua yang diperkirakan menurunkan kinerja ekspor adalah menurunnya sejumlah harga komoditas. Harga yang menurun ini merupakan normalisasi keadaan setelah sebelumnya harga ini melonjak akibat disrupsi pasokan dan permintaan yang dipicu pandemi dan dilanjutkan ketegangan geopolitik Rusia lawan Ukraina. Namun, kini aktivitas produksi dan distribusi sudah berangsur pulih dan hasilnya pasokan kembali lancar sehingga harga komoditas pun kembali normal.
Komoditas batubara, misalnya, pada 2023 rata-rata harganya 175,6 dollar AS per metrik ton. Namun, pada 2024, harganya diperkirakan menjadi rata-rata 117,3 dollar AS per metrik ton. Begitu pula dengan harga minyak sawit yang pada 2023 rata-rata harganya 839,3 dollar AS per metrik ton, tetapi pada 2024 diperkirakan turun menjadi 761,8 dollar AS per metrik ton.
”Jadi, penurunan kinerja ekspor ini karena adanya permintaan yang lemah yang dibarengi oleh harga komoditasnya yang turun,” ujar Dendi.
Proses administratif
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agraria, Tata Ruang, dan Kawasan Sanny Iskandar mengatakan, ketidakpastian global menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan kinerja ekspor. Sebab, ekspor ini terkait dengan permintaan dari negara tujuan yang sangat dipengaruhi kondisi perekonomian di sana.
Namun, menurut Sanny, terlepas dari persoalan global, Indonesia juga masih mempunyai masalah birokrasi dan administrasi yang rumit sehingga menghambat kegiatan ekspor. Aturan itu antara lain perizinan tata ruang, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), hingga berbagai pengurusan dokumen lainnya. Belum lagi kerap ditemui penafsiran aturan yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah. Pengurusan ini membutuhkan waktu dan biaya sehingga menghambat aktivitas ekspor.
”Terlepas dari masalah global, dukungan dari dalam negeri diperlukan untuk mendorong kinerja ekspor lebih cepat lagi,” ujar Sanny.
Hal senada juga dikemukakan oleh Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. Ia mengatakan, jika pemerintah bisa mempermudah proses perizinan dan administrasi dalam kegiatan ekspor, tentu bisa meningkatkan kecepatan, efisiensi dalam proses ini.
”Harapannya, ekspor jadi lebih gesit dan berdaya saing,” ujar Benny.
Optimalisasi pasar
Selain dukungan untuk pembenahan perizinan, Benny juga mengatakan, untuk mendongkrak kinerja ekspor tahun depan, pihaknya mengusulkan untuk melihat lebih detail satu per satu komoditas dalam perjanjian perdagangaan baik bilateral maupun multilateral.
”Cek baik-baik dan lihat komoditas apa yang belum teroptimalkan sehingga bisa didorong,” ujar Benny.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024, Jumat pekan lalu, mengatakan, pihaknya akan membuka peluang pasar ekspor yang lebih luas. Langkah ini antara lain dilakukan dengan melihat lebih detail perjanjian perdagangan dan investasi dengan kawasan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).
Selain itu, pihaknya juga akan membuka peluang pasar di kawasan Amerika Latin dan Amerika bagian utara. Salah satunya dalam kerja sama Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). ”Melalui kerja sama ini bisa membuka pasar Amerika Latin, seperti Meksiko, Chile, dan Peru. Selain itu, juga kawasan di utara, seperti Kanada,” ujar Airlangga.
Baca juga: Ekspor RI Bakal Melambat di Tengah Stagnasi Diversifikasi Pasar