Menteri ESDM Akan Dalami Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal untuk Pemilu
PPATK menyebut transaksi mencurigakan menjelang Pemilu 2024 disinyalir bersumber, antara lain, dari kejahatan di bidang pertambangan, lingkungan hidup, dan judi. Info itu dinilai perlu ditelusuri.
JAKARTA, KOMPAS — Adanya transaksi mencurigakan menjelang Pemilihan Umum 2024, termasuk dari sektor pertambangan, menjadi perhatian berbagai pihak. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Arifin Tasrif menyebut hal tersebut perlu didalami serta diusut asal-usul termasuk perusahaan mana yang terlibat.
”Itu harus kita dalami lagi, ya. Nanti kami akan meminta (ke PPATK). Pasti, kan, dari teman PPATK disebut ke mana, perusahaannya apa. Nanti pasti juga ada ujungnya kan dari mana sumbernya. Itu kita tunggu,” kata Arifin di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut transaksi mencurigakan menjelang Pemilu 2024 disinyalir bersumber, antara lain, dari kejahatan di bidang pertambangan, lingkungan hidup, dan judi. Koordinator Humas PPATK M Natsir Kongah menyampaikan, aliran dana janggal itu berpotensi mengganggu proses demokrasi dan kontestasi pemilu.
Baca juga: Transaksi Mencurigakan Disinyalir dari Kejahatan di Pertambangan, Lingkungan Hidup, dan Judi
Sementara itu, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menemukan dugaan adanya dana dari aktivitas tambang ilegal mengalir kepada tim pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang nilainya mencapai Rp 400 miliar. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan, temuan itu akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Kompas.id, 21/12/2023)
Menurut dia, dari hasil penelusuran MAKI, sedikitnya terdapat Rp 3,7 triliun perputaran uang dari tambang ilegal tersebut, tetapi yang mengalir ke tim kampanye sekitar Rp 400 miliar. ”Biasa di Sulawesi dan Kalimantan disebut 'dokumen terbang atau dokter'. Jadi, ya, seakan-akan karena tadi diizinkan, kemudian dipakai untuk menjadikan legal tambang-tambang yang ilegal,” ujarnya.
Menurut data Kementerian ESDM, dari hasil pemetaan terdapat pertambangan tanpa izin (PETI) di 2.741 Lokasi. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.215 lokasi telah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Pelaku kegiatan PETI umumnya merupakan masyarakat yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan di bidang formal.
Telusuri dan buka
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim berpendapat, informasi tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut dan dibuka dengan gamblang. Apabila sudah semakin terbuka dan terbukti, perlu ada tindakan tegas. Sebab, jika tidak, akan fatal dan berbahaya bagi pemerintahan ataupun sektor pertambangan ke depan.
”Jika memang benar seperti itu, akan berbahaya ke depan. Aliran dana tersebut bisa menjadi alat backing (melindungi) sehingga mereka yang bermain nantinya tidak mudah ditindak. Sebab, mereka menganggap sudah menyetor untuk keperluan kampanye pasangan calon yang dimaksud. Ini akan sangat buruk,” ujar Akmaluddin.
Baca juga: Kejaksaan Siap Tindak Lanjuti Temuan Transaksi Mencurigakan Jelang Pemilu
Dalam mendukung tata kelola pertambangan yang baik, imbuh Akmaluddin, PPATK perlu didorong untuk mengungkap aliran dana yang berasal dari PETI. Penegakan hukum PETI, terlebih yang mendapat backing, diyakini menjadi salah satu upaya untuk membenahi tata kelola sehingga sektor pertambangan lebih optimal mendukung perekonomian.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya menyampaikan hasil analisis atau hasil pemeriksaan kepada lembaga tertentu sesuai dugaan tindak pidananya. Terkait dengan pemilu, pihaknya hanya menyampaikan laporan tersebut kepada Bawaslu dan KPU.
Apabila nantinya ada dugaan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lainnya, PPATK akan menyerahkannya kepada aparat penegak hukum terkait. ”Terlepas apakah subyek hukum atau profil pihak-pihak di dalamnya terkait kontestasi politik atau tidak, penekanannya adalah terhadap tindak pidananya,” kata Ivan. (Kompas.id, 21/12)