Ya Liburan, Ya Cuan
Liburan menjadi ladang rezeki bagi sebagian orang. Bahkan, ada yang menjadikan liburan sebagai sumber utama pendapatan.
Bagi sebagian orang, liburan bukan sekadar melepas penat dari aktivitas harian, tetapi juga menjadi ladang rezeki saat menjalaninya. Bahkan, ada yang menjadikan aktivitas liburan sebagai sumber utama pendapatan. Di era yang serba digital, aktivitas ekonomi berkembang begitu cepat, termasuk penguangan atau monetisasi dari vakansi.
Beberapa hari lalu, Agus Efendi (31) baru saja menginap di salah satu hotel berbintang di Tangerang, Banten. Sepekan ke depan, jadwalnya sudah padat merayap, yakni menginap di sebuah vila di Bandung, yang selanjutnya dilanjutkan berlibur ke daerah Puncak, Jawa Barat. Bukan liburan atau staycation biasa, tetapi ia juga harus mengulas (review) tempat-tempat yang didatanginya.
”Seperti masa libur Lebaran, menjelang akhir tahun, permintaan kerja sama untuk review-review hotel biasanya meningkat 2-3 kali lipat dari hari biasa. Tentu tidak semua diterima, tergantung benefit-nya,” kata Efendi, pengulas (reviewer) hotel dengan akun Instagram @efendifamily, Rabu (13/12/2023).
Efendi, dengan pengikut (followers) sebanyak 29.000 akun Instagram, mengedepankan konsep keluarga (family) dalam setiap konten yang diunggahnya. Istri dan putranya hampir selalu masuk frame di setiap unggahan atau videonya di Instagram. Dalam sebulan, sedikitnya empat kali dia mendatangi hotel-hotel untuk diulas. Terkadang, ia juga mengulas tempat wisata dan restoran.
Baca juga: Menikmati Liburan Tanpa Rasa Waswas
Beraktivitas sebagai pengulas hotel membuat intensitas liburan Efendi meningkat. Ia juga jadi tahu banyak hotel, tempat wisata, dan restoran menarik yang sebelumnya tak terpikirkan untuk dikunjungi. Ia pun menjadi lebih paham dalam membandingkan tarif hotel-hotel. Menurut dia, harga mahal bukan jaminan sebuah hotel bagus dan harga murah tak menjamin hotel itu jelek.
Namun, diakuinya, sejak menjadikan reviewer hotel sebagai pekerjaan utama, suasana liburan terasa berbeda dari sebelumnya. ”Bisa dibilang makin ke sini, lebih banyak waktu ngonten dan ngedit video ketimbang menikmati liburannya. Namun, anak saya sudah terbiasa sejak lama sehingga enggak masalah. Ia mengerti kalau ini pekerjaan,” ujar laki-laki asal Bogor itu. Adapun istrinya ialah seorang guru.
Sejak menjadikan reviewer hotel sebagai pekerjaan utama, suasana liburan terasa berbeda dari sebelumnya.
Pengalaman belasan tahun bekerja sebagai tenaga pemasaran (marketing) di perusahaan properti membuatnya nyaman menjadi reviewer hotel. Kini, pendapatannya per bulan tak bisa dipastikan karena bergantung sesering apa ia membuat konten dan keuntungan (benefit) yang ia dapatkan. Namun, hitungan kasarnya, pemasukan dari mengulas dua hotel sudah setara dengan seperempat gaji sebelumnya.
Ia yakin, peluang dalam bidang ekonomi digital akan terus berkembang. Ia pun mencoba berkomitmen untuk konsisten dalam menjalani pekerjaan sebagai pembuat konten. ”Ke depan, cita-cita besar saya ingin membuat konten keliling Indonesia dengan menggunakan camper van,” kata Efendi.
Sementara itu, Hanny Azka (32), warga Bandung, Jabar, menilik keuntungan atau cuan di setiap liburannya dengan menawarkan jasa titip (jastip). Semua berawal dari pandemi Covid-19 yang membuat orang-orang sulit ke luar rumah atau bepergian jauh akibat ketatnya pengawasan dalam menekan penularan Covid-19. Rasa rindu akan makanan khas luar daerah domisili kian menjadi.
”Awalnya, ke circle terdekat, nawari oleh-oleh makanan khas daerah yang kebetulan sedang didatangi. Semarang, misalnya. Ternyata peminatnya lumayan. Sejak itu, setiap liburan pengin open jastip,” ujar Hanny.
Kendati tidak ngoyo untuk mengejar cuan sebesar-besarnya, Hanny senang menawarkan jastip kepada teman, tetangga, ataupun komunitasnya. Selain membantu mengobati kerinduan akan kuliner daerah tertentu, keuntungan yang didapat menjadi tambahan untuk bekal selama liburan.
Di sisi lain, ia mesti menyisihkan waktu beberapa jam di sela-sela liburan untuk mengambil barang pesanan. ”Lalu saat kembali ke rumah enggak bisa langsung istirahat karena harus buru-buru packing (mengemas), terutama pada makanan. Supaya tidak keburu basi,” katanya.
Dilirik media
Selain video bloger (vloger) yang menilik pemasukan dari kegiatan liburan atau mereka yang berbisnis jastip, ada juga traveller yang sejak awal fokus untuk menikmati liburan. Adapun cerita-cerita menarik dan unik selama berlibur disimpan dalam memori, untuk satu saat dijadikan tulisan yang dapat dimuat di media massa dan menghasilkan pemasukan tambahan.
Salli Sabarrang (35), misalnya, yang gemar melancong ke sejumlah negara untuk mendapat pengalaman baru yang mengesankan. Biasanya, cerita perjalanan yang ia bagikan di media sosial menarik perhatian teman-temannya yang bekerja di media massa.
Baca juga: Liburan biar Lebih Bahagia
Kisah-kisah yang didapatnya selama perjalanan kerap dianggap unik dan layak untuk diangkat menjadi sebuah tulisan utuh. Di sisi lain, Salli, yang pernah bekerja sebagai penulis dan editor di salah satu majalah gaya hidup, juga mahir menuangkan kisah perjalanannya ke dalam sebuah tulisan.
”Saya purely traveling, sih, bukan bisnis. Namun, saat ada teman yang mengajak menulis di medianya, ayo aja. Kadang (cerita perjalanan) ditulis 3-5 bulan, bahkan setahun setelah traveling. Untuk detail cerita, saya melihat kembali foto-foto dan video-video yang saya buat atau dari catatan yang saya buat. Saya juga senang kalau bisa berbagi cerita perjalanan unik ke orang lain,” kata Salli.
Destinasi liburan Salli kerap lain dari yang lain atau jarang dikunjungi wisatawan asal Indonesia kebanyakan. Pada akhir September hingga awal Oktober 2023, misalnya, ia mengunjungi sejumlah negara di Eropa, salah satunya Eslandia. Setiap tahun, manajer marketing di salah satu ritel produk perawatan tubuh itu mengagendakan setidaknya sekali melakukan trip panjang.
Berkembang
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Westri Kekalih, mengatakan, fenomena liburan sambil meraih cuan dapat berkembang karena ada pasarnya. Pada jastip, misalnya. Dari sisi konsumen, pemanfaatan jastip bisa menghindari keharusan minimal pemesanan dalam jumlah tertentu atau biaya lain dalam mengimpor barang yang diinginkan.
Adapun bagi pelaku perjalanan atau yang menjual jasa jastip merasakan manfaat ganda. ”Kalau bahasa Jawa, istilahnya ngiras-ngirus (mengerjakan dua hal sekaligus). Liburan sambil menghasilkan. Bahkan, biaya pesawat atau hotelnya ’gratis’ karena tertutup dari hasil jastip, misalnya. Melalui media sosial, fenomena ini berkembang karena akan banyak yang terinspirasi,” ujar Westri.
Jasa penitipan pembelian barang-barang itu biasanya dimulai dari orang-orang terdekat yang dapat dipercaya. Bagi yang sudah terbiasa, waktu berlibur bukan sekadar berlibur, melainkan juga menyisihkan waktu untuk mencari barang-barang yang dititipkan.
Orang pada umumnya menikmati liburan untuk ”melarikan diri” dari rutinitas sehari-hari dan menikmati dunia luar, termasuk menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga. ”Namun, bagi pelaku jastip yang sudah terbiasa, ada kepuasan sendiri dalam mencari barang-barang yang dititipkan saat berlibur. Ada sisi adventure-nya,” kata Westri.
Di era saat ini, kata Westri, digitalisasi semakin tidak bisa dihindari, termasuk di sektor pariwisata. Baik tempat wisata, hotel, maupun kuliner berlomba melakukan promosi secara digital, termasuk melalui media sosial serta bekerja sama dengan para pemengaruh. Ia meyakini aktivitas ekonomi digital akan terus berkembang pada tahun-tahun mendatang.